Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Analis Ungkap Rekam Jejak Hitam Benny Tjokro di Pasar Saham

Kompas.com - 15/01/2020, 10:38 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Skandal di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) kembali mengangkat nama pengusaha Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro.

Analis dan pengamat pasar modal Satrio Utomo mengungkapkan, Benny Tjokro punya rekam jejak hitam karena sempat terseret kasus market manipulasi tahun 1997.

Sat itu kasus tersebut ditangani oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bappepam). Adapun saat ini tugas pengawas pasar modal ada di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kalau Benny Tjokro bisa lolos dari tahun 1997, berarti ada yang salah dengan Bappepam atau OJK-nya," kata  kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

Baca juga: Benny Tjokro dan 4 Orang Lainnya Tersangka Kasus Jiwasraya

Pada 1997, Benny Tjokro menjabat Direktur Utama PT Hanson Internasional terlibat kasus transaksi fiktif pada saham PT Bank Pikko. Benny melakukan transaksi dengan menggunakan 13 nama lain

Saat itu, Bappepam hanya memberi sanksi pengembalian dana keuntungan dari transaksi PT Bank Pikko Rp 1 miliar kepada Negara.

"Kalau mau cari manipulasi pasar Indonesia, bisa nemu kasus Benny Tjokro tahun 1997, setelah itu tidak ada lagi kasus market manipulasi. Itupun Benny Tjokro cuma dihukum denda," jelasnya.

Menurut Satrio lemahnya aturan dari regulator membuat kasus market manipulasi semakin menggeliat.

Baca juga: Siapa Benny Tjokro, Sosok yang Terseret Kasus Jiwasraya dan Asabri?

 

Padahal jika aturan yang dibuat terperinci dan tak ada pasal karet di Undang-undang Pasar Modal seperti saat ini, maka para manipulator akan jera.

"Gini, kalau dari awal kita sudah tarik kencang bahwa definisi dari menggoreng saham itu adalah market manipulasi, kelar semua. Banyak yang kena, tapi saat ini OJK selalu berlindung pada pasal karet," ungkapnya.

Pasal karet yang dimaksud Satrio yakni pasal yang membuat OJK harus melindungi investor pasal modal. Hal ini justru dinilai membuat ruang gerak OJK terbatas.

"Yang namanya tugas OJK melindungi investor, Benny Tjokro investor bukan? Sekuritas investor bukan? OJK dan bursa kemudian melindungi dan memihak kepada mereka," ujarnya.

Baca juga: Benny Tjokro Masuk Daftar Orang Terkaya RI, Terseret Skandal di BUMN

Ia menambahkan, jika BPK, Kementerian Keuangan dan Presiden Jokowi ingin kasus Jiwasraya segera selesai maka definisi dari pasal karet dan aturan dalam UU Pasar Modal harus diperbaiki.

Dengan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Asabri memiliki persentase saham besar di Hanson Internasional dengan share 5,401 persen dengan jumlah 4.682.557.200 saham.

Benny Tjokro juga diketahui memiliki porsi saham yang besar di Hanson Internasional dengan kepemilikan 4,25 persen atau 3.685.467.431 saham.

Diberitakan Kompas, Senin (13/1/2020), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut pemilik PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro memiliki utang ke PT Asabri (Persero).

Baca juga: Benny Tjokro dan Heru Hidayat Punya Utang di Asabri

Hingga November 2019, berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Asabri punya portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5 persen, termasuk Hanson Internasional.

Mengutip Kontan, Benny merupakan cucu dari Kasom Tjokrosaputro, sang pendiri grup usaha Batik Keris. Ia masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes tahun 2018.

Benny ditempatkan Forbes di urutan ke-43. Majalah bisnis itu menaksir kekayaan pria yang lahir pada 15 Mei 1969 di Surakarta ini mencapai 670 juta dollar AS.

Baca juga: Perbedaan Saham BP Jamsostek dengan Asabri dan Jiwasraya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com