JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 35 investor global mengaku khawatir dengan dampak negatif dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. UU sapu jagat itu dinilai berpotensi memberikan dampak buruk terhadap lingkungan Indonesia.
Merespon hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, yang dibaca oleh para investor tersebut bukanlah draf UU Cipta Kerja yang telah disahkan pada Sidang Paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) lalu.
“Yang bersangkutan membaca draf yang lama, bukan yang disahkan,” ujarnya dalam gelaran acara Rosi di Kompas TV, Kamis (8/10/2020).
Baca juga: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja
Para investor dengan nilai kelola aset mencapai 4,1 triliun dollar AS, disebut Airlangga, membaca draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang pertama kali diajukan pemerintah ke DPR untuk dilakukan pembahasan.
Oleh karenanya, dengan draf yang ada saat ini, Airlangga membantah, UU Cipta Kerja dapat memperkeruh kondisi lingkungan nasional.
“Memang ada persepsi demikian, walaupun itu tidak tepat,” katanya.
Lebih lanjut Airlangga menegaskan, keberpihakan pemerintah terhadap perlindungan lingkungan terefleksikan dengan tetap diwajibkannya dokumen analisis mengenai dampak linkungan atau Amdal bagi pelaku usaha dengan potensi dampak lingkungan tinggi.
“Itu clear Amdal tetap ada,” ujarnya.
Selain itu, Airlangga juga mengklaim, berbagai institusi internasional seperti Bank Dunia atau World Bank dan Asian Development Bank atau ADB menyambut positif peresmian UU Cipta Kerja.
“Kemarin juga dari World Bank dan beberapa institusi multinasoinal termasuk ADB mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah,” ucapnya.
Baca juga: Dividen Tak Dipajaki dalam Cipta Kerja, Sri Mulyani: Agar Dana Investor Produktif
Sebelumnya diberitakan, 35 investor global mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap UU Cipta Kerja.
Di antaranya investor-investor tersebut adalah Aviva Investors, Legal & General Investment Management, Church of England Pensions Board, manajer aset yang berbasis di Belanda Robeco, dan manajer aset terbesar di Jepang Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.
“Meskipun kami menyadari perlunya reformasi hukum bisnis di Indonesia, kami memiliki kekhawatiran tentang dampak negatif dari tindakan perlindungan lingkungan tertentu yang dipengaruhi oleh Omnibus Law untuk menciptakan pekerjaan,” ujar senior engagement specialist Robeco, Peter van der Werf sebagaimana dilansir dari Reuters.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.