JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Indonesia gemar mengimpor barang. Bahkan, gantungan baju pun juga diimpor dari negara lain.
Hal ini dia kemukakan di hadapan para dosen dari berbagai universitas dalam tayangan virtual Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
"Misalnya kita masih mengimpor, Anda bisa bayangkan gantungan baju kita masih impor. Saya bilang sama LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), ngapain itu impor-impor semua. Suruh saja bikin di dalam negeri. Itu kan bukan rocket science. Kenapa enggak bisa?" ucapnya, Jumat (23/10/2020).
Baca juga: Banjir Impor Pakaian dan Aksesori, Ini yang Dilakukan Kemendag
Lebih lanjut, kata Luhut, Indonesia juga selama ini kerap tergantung dengan sumber daya alam selama puluhan tahun. Maka dari itu, pemerintah berupaya mengurangi eksploitasi alam.
"Kekayaan alam kita selalu bergantung selama puluhan tahun, nah kita enggak mau lagi seperti ini. Kita mau menambah value added, menciptakan lapangan kerja, teknologi, kemudian juga pajak dan value added pada kita semua," katanya.
Tak hanya itu, Luhut juga membeberkan bahwa banyak kementerian/lembaga (K/L) saat melakukan belanja pemerintah justru dimanfaatkan untuk mengimpor barang.
"Jadi kita punya dana Rp 200 triliun buat program pembelanjaan seperti ini. Banyak oleh kementerian/lembaga (K/L) hanya impor saja, tidak menggunakan produk dalam negeri. It's take of live, jadi kesempatan ini kita lakukan semua," ujarnya.
Baca juga: Impor RI Naik Jadi 11,56 Miliar Dollar AS, Terbesar dari Jepang
Luhut menambahkan, pemerintah berupaya dengan beragam cara menekan serta mengurangi aktivitas impor, seperti menggalakkan belanja produk dalam negeri dan mengolah kekayaan alam seperti batu bara agar dikelola di dalam negeri.
"Kita lakukan reformasi untuk membuat Indonesia lebih efisien, menciptakan 2,9 juta lapangan kerja setiap tahun seperti yang dilakukan Pak Presiden kemarin itu. Jadi semua itu kadang banyak yang tidak melihat dan berpikir ini semua salah. Jadi ini data yang saya sampaikan semua," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.