Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdy Hasiman
Peneliti

Peneliti di Alpha Research Database. Menulis Buku Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara, Gramedia 2019. dan Monster Tambang, JPIC-OFM 2013.

Meneropong Prospek Aneka Tambang di Industri Mobil Listrik

Kompas.com - 05/02/2021, 11:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMODITAS tambang nikel diproyeksikan menjadi komoditas unggulan tahun 2021 di tengah perbaikan ekonomi dunia karena pandemi covid-19. Ini seiring dengan perubahan arah kebijakan energi baik di tingkat global maupun nasional.

Di tingkat global, Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden, China dan Eropa sangat ambisius mendorong perencanaan penerapan energi baru terbarukan dan mobil listrik.

Presiden AS terpilih Joe Biden tak tanggung-tanggung mengalokasi dana sebesar 2 triliun dolar AS untuk mencapai infrastruktur berkelanjutan dan energi bersih tahun 2035.

Selain AS, China berambisi memiliki kendaraan ramah lingkungan dengan rasio 50 persen kendaraan listrik tahun 2035. Tak ketinggalan negara-negara Eropa juga menargetkan 30 juta kendaraan listrik sampai tahun 2030.

Dengan perubahan itu, tren penggunaan bahan tambang pun bergeser. Jika sebelumnya batubara dan minyak menjadi sangat dominan di buaran energi dan otomotif, sekarang bergeser energi bersih. Dengan kebijakan mobil listrik, komoditas tambang sejenis nikel dan timah akan menjadi penggerak perubahan global ini.

Di dalam negeri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak tahun 2018 mengingatkan bahwa dunia mulai fokus ke mobil listrik yang bahan bakunya dari mineral sejenis nikel dan timah. Dengan begitu, komoditas tambang mineral, seperti nikel dan timah harus dijaga cadangan, produksinya dan keberlanjutannya.

Dalam kerangka itu, Presiden kemudian membuat kebijakan terkait mobil listrik melalui Peraturan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai pada 12 Agustus 2019. Perpres 55/2019 menjadi aturan awal yang disebut sebagai payung hukum kendaraan listrik Indonesia.

Tak berhenti di situ saja. Pada bulan Oktober, 2019, pemerintah bergerak cepat membuat kebijakan menghentikan ekspor nikel mentah. Semua jenis nikel harus diolah dalam pabrik smelter agar memberikan efek pelipatan bagi pembangunan.

Tujuan dari pelarangan ekspor ini penting untuk mengendalikan pasokan demi menopang kebijakan baru di level global dan nasional. Ini tentu menjadi keuntungan bagi Indonesia sebagai pemasok nikel terbesar dunia (27 persen).

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, siapa-siapa yang ditungkan dari perubahan kebijakan global-nasional ini?

ANTM akan diuntungkan

Setelah presiden Joko Widodo menetapkan peta jalan kebijakan mobil listrik, prospek dan kinerja perusahaan tambang milik negara (BUMN), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menarik untuk dicermati publik di tanah air.

Dianggap menarik, karena sebagai perusahaan tambang, ANTM bukan hanya memproduksi emas dan bauksit, tetapi menjadi pemain utama di tambang nikel sebagai bahan baku utama pembuatan baterei untuk pengembangan mobil listrik.

Konsensi nikel ANTM menyebar mulai dari Sulawesi Tenggara sampai Maluku Utara. Baik Sulawesi Tenggara maupun Maluku Utara adalah daerah penghasil nikel terbesar di tanah air.

Data Kementerian ESDM (2020) menunjukkan, ANTM adalah produsen nikel terbesar di tanah air atau menguasai 19 persen sumber nikel. ANTM bersaing dengan produsen-produsen nikel besar lainnya, seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO),Bintang Delapan atau Central Omega (DKFT) dalam pasar nikel di tanah air.

Dengan data di atas, penting bagi publik di tanah air memahami prospek ANTM sebagai perusahaan tambang milik negara di bawah MIND ID.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com