JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah untuk membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton di tahun ini menimbulkan polemik.
Salah satunya terkait potensi anjloknya harga gabah petani lokal.
Rencana impor itu diketahui publik saat mulai memasuki masa panen raya pertama tahun ini yang berlangsung sepanjang Maret-April 2021.
Baca juga: Impor Beras Era Megawati hingga Jokowi: Selalu Turun Saat Kampanye
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan, harga gabah di tingkat petani saat ini dalam tren penurunan meski belum memasuki masa puncak panen raya.
Ia mencontohkan, seperti di Kroya, Indramayu, Jawa Barat harga gabah kering panen (GKP) berkisar Rp 3.000-Rp 3.500 per kilogram.
Sementara di Ngawi, Jawa Timur dan Demak, Jawa Tengah harga rata-rata GKP dibawah Rp 4.000 per kilogram.
Adapun harga gabah tersebut berada di bawah acuan harga pembelian pemerintah (HPP) di tingkat petani yang sebesar Rp 4.200 per kilogram.
"Isu impor umumnya telah sampai di tingkat pedagang gabah, dengan kata lain ada indikasi bahwa isu impor turut mempengaruhi harga yg ada," ujar Said kepada Kompas.com, Rabu (17/3/2021).
Baca juga: Ini Alasan Menko Airlangga Cetuskan Ide Impor Beras
Sementara itu, harga beras medium dan premium di tingkat penggilingan pun trennya menurun.
Harga beras medium kini berkisar Rp 8.300-Rp 8.600 per kilogram dari harga nomal di atas Rp 9.000 per kilogram.
Serta harga premium berkisar Rp 8.900-Rp 9.000 per kilogram dari biasanya seharga Rp 9.500 per kilogram.
Said mengatakan, tren penurunan harga saat ini memang turut dipengaruhi masa musim panen.
Terlebih curah hujan yang tinggi membuat kadar air gabah tinggi sehingga kualitasnya menurun dan diikuti penurunan harga.
Baca juga: Balada Impor Beras, Garam, dan Gula, Usai Seruan Jokowi Benci Produk Asing
Namun, isu impor beras dinilai semakin memperburuk keadaan.
Said mengungkapkan, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya saat Indonesia masih impor beras, isu tersebut kerap mempengaruhi psikologis pasar.