Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Kaji Skema PPN Multitarif, Ini Besarannya

Kompas.com - 01/07/2021, 15:48 WIB
Elsa Catriana,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, saat ini pemerintah sedang memetakan skema pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) multitarif.

Dia bilang, hal ini dilakukan untuk menciptakan keadilan di masyarakat.

"Kira-kira RUU nanti, kalau saat ini, undang-undang mengatur tarif PPN 10 persen. Kita mengusulkan ada penyesuaian tarif karena tadi dibandingkan negara lain kita masih jauh. Tetapi nanti bisa di atasi dikompensasi dengan multi tarif," ujar Yustinus dalam webinar Dampak RUU PPN Terhadap Industri Strategis Nasional yang disiarkan virtual, Kamis (1/7/2021).

Baca juga: Daging Sapi dan Beras Premium Akan Dikenakan PPN

Skema rancangan pengenaan PPN yang baru, salah satunya yakni tarif umum yang dikenakan sebesar 12 persen untuk kompensasi penurunan penerimaan PPh Badan.

Kemudian, tarif rendah 5 atau 7 persen untuk barang atau jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti kebutuhan pangan dasar rumah tangga.

Lalu, ada juga PPN untuk jasa tertentu seperti pendidikan dan angkutan penumpang yang dikenai tarif sebesar 7 persen .

"Ini yang kita rancang, dengan demikian kalau sekarang semua barang kena 10 persen, kelak kita bisa mengatur kalau kebutuhan susu, perlengkapan bayi, perlengkapan perempuan, perlengkapan sekolah sekarang kena 10 persen, kelak bisa terapkan 5 atau 7 persen itu yang sebenarnya diakomodir," kata Yustinus

Dia menambahkan, kebijakan yang dirancang terkait PPN ini tidak akan diterapkan dalam waktu dekat mengingat kondisi ekonomi Indonesia dalam masa pemulihan di saat pandemi Covid-19.

Baca juga: Siap-siap, Pemerintah Bakal Bebaskan PPN Sewa Toko di Pasar hingga Mal

"Pemerintah tidak ingin ini sekarang. Tapi saat inilah kita punya waktu membuat payung kebijakan landasan hukum. Penerapannya nanti bisa kita diskusikan dan kita akan perhitungkan pemulihan ekonomi pasca-pandemi, tidak mungkin diterapkan dalam waktu dekat," jelas Yustinus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com