Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indef Nilai PPKM Perlu Diterapkan hingga Kasus Covid-19 Melandai

Kompas.com - 26/07/2021, 17:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memperpanjang masa penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) baik level 4 maupun level 3 hingga 2 Agutus 2021.

Kebijakan tersebut pun di nilai tepat untuk menangani pandemi Covid-19.

Ekonom Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, kebijakan pengetatan mobilitas masyarakat memang perlu dilanjutkan pemerintah, karena pemulihan kesehatan merupakan prioritas dalam penanganan pandemi.

Baca juga: KSPI Minta Kemenaker Segera Rilis Aturan Jam Kerja Karyawan Selama PPKM Level 4

"Jadi PPKM ini memang harus lanjut, lockdown ini harus tetap dilanjutkan, karena pemulihan kesehatan masyarakat itu harus menjadi prioritas. Jadi panglima perang pandemi ini adalah sektor kesehatan bukan ekonomi," ujar Esther dalam webinar Indef, Senin (26/7/2021).

Ia mengatakan, ekonomi memang menjadi sektor penting, tetapi bukan berarti harus diutamakan.

Sebab jika ekonomi menjadi prioritas tetapi kasus Covid-19 terus meningkat, maka perekonomian pun akan semakin sulit untuk pulih.

"Jadi percuma, seberapa pun banyaknya nanti dana dan energi yang dikeluarkan itu akan mubazir," imbuh dia. 

Terlebih, lanjut Esther, Indonesia saat ini menjadi negara dengan tingkat kasus Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara yaitu sebanyak 3,1 juta kasus.

Baca juga: Simak, Ini Jadwal Operasional Pasar Rakyat di Wilayah Jawa-Bali Selama PPKM Level 4

Tertinggi dibandingkan Filipina, Malaysia, Thailand, Myanmar, Vietnam, dan Singapura.

Oleh sebab itu, kata dia, ibarat orang sakit ketika sudah dalam kondisi yang parah, maka yang diperlukan adalah bed rest atau istirahat agar kondisi bisa segera pulih kembali.

"Maka lockdown atau PPKM atau PSBB ini harus tetap dijalankan sampai kasus Covid-19 melandai," ungkap Esther.

Menurut dia, kebijakan pembatasan mobilitas merupakan hal yang tepat, terbukti dari melihat pemerintah China menangani pandemi Covid-19 ketika pertama kali ditemukan di wilayah Wuhan pada akhir 2019 lalu.

Ia bilang, kala itu pemerintah China segera menerapkan lockdown total kawasan Wuhan, di mana transportasi umum maupun pribadi di larang untuk beroperasi, serta asyarakat pun diwajibkan menggunakan masker.

Baca juga: Asosiasi Pedagang Pasar Apresiasi Pelonggaran PPKM

Risikonya adalah ekonomi negara Tirai Bambu itu memang terganggu pada kuartal I-2020 hingga tercatat turun tajam ke -6,8 persen. Namun, seiring mampu dikendalikannya penularan virus, ekonominya pun kini kembali pulih.

"Sekarang pun mereka sudah bisa buka masker. Ini adalah contoh pemerintah China yang pada saat awal pandemi sigap lakukan lockdown ketat," kata dia.

Oleh sebab itu, menurut Esther, dalam mengambil kebijakan untuk membatasi mobilitas masyarakat guna menekan tingginya laju transmisi virus corona, pemerintah tak perlu ragu. Lantaran hal utama yang perlu ditangani adalah persoalan kesehatan.

"Jadi jangan takut pemerintah kalau lakukan lockdown, panglima pandemi ini sektor kesehatan bukan ekonomi," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com