Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Kasus Omicron di Indonesia Tertinggi ke-9 di Dunia

Kompas.com - 22/02/2022, 16:40 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Indonesia berada pada peringkat ke-6 kasus Omicron terbanyak di dunia. Indonesia berada di bawah AS, Brazil, India, Rusia, Meksiko, Inggris hingga Italia.

Bendahara negara ini mengatakan, kasus tertinggi secara kumulatif terjadi di Jakarta, Jabar, Banten, Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan kasus transmisi lokal mendominasi dibanding kasus yang berasal dari PPLN.

"Indonesia dengan kenaikan jumlah kasus menempati kasus harian dalam rangking ke-9," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/2/2022).

Baca juga: Sri Mulyani: Emisi Karbon Dunia Turun 6,4 Persen Gara-gara Pandemi Covid-19

Kasus Omicron di Indonesia lewati pucak Delta

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, jumlah kasus aktif Omicron secara nasional mencapai 530.671 kasus. Jumlah kasusnya telah melewati puncak Delta, sekitar 60.000 kasus.

Namun, dari sisi jumlah kematian lebih kecil dibanding varian Delta tahun lalu, yakni hanya 174 kasus. Sedangkan tahun lalu, kasus kematian akibat Delta mencapai 2.069 kasus.

Di sisi lain, kasusnya sudah mulai menurun dari 60.000 kasus menjadi 34.418 kasus harian, dengan besaran kasus 7 hari rerata mencapai 55.308 kasus.

"Jadi memang kasus pandemi masih menonjol namun implikasi kematian lebih rendah. Tidak berarti kita boleh terlena, harus tetap hati-hati," ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Ambisi RI Kurangi Emisi Karbon Sampai 2030, Sri Mulyani: Butuh Rp 3.461 Triliun

Ekonomi Indonesia sudah pulih

Lebih lanjut wanita yang karib disapa Ani ini menjelaskan, kasus Omicron dan pandemi masih akan membayangi pemulihan ekonomi semua negara di dunia. Tak heran, banyak negara yang belum pulih.

Indonesia kata dia, termasuk satu dari sedikit negara di lingkungan G20 maupun ASEAN6 yang pertumbuhan ekonominya sudah pulih lebih tinggi dibanding pra Covid-19 level atau tahun 2019 lalu.

"PDB riil kita 101,6 persen, berarti 1,6 persen lebih tinggi dibanding GDP (tahun 2019). Baik di G20 maupun ASEAN6 belum mencapai pre Covid-19 level. Kondisi seperti ini yang akan menyebabkan masing-masing negara punya policy yang berbeda," kata Ani.

Baca juga: Ancaman Perubahan Iklim Bisa Lebih Besar dari Pandemi, Sri Mulyani Tagih Komitmen Negara G20

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com