Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Sri Mulyani, Pilih Tambah Anggaran Subsidi atau Buat Pertamina-PLN Berdarah-darah

Kompas.com - 20/05/2022, 09:35 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga rata-rata minyak mentah (Indonesian Crude Price/ICP) sudah melonjak sebesar 102,51 dollar AS per barrel pada April 2022. Angkanya sudah lebih tinggi dari asumsi awal dalam APBN sebesar 63 dollar AS per barrel.

Tingginya harga minyak mentah membuat nilai subsidi dan kompensasi energi pemerintah naik signifikan dari yang biasanya hanya di kisaran Rp 15 - 19 triliun, kini menjadi Rp 38 triliun.

Hingga akhir Maret, subsidi energi sudah mencapai Rp 38,51 triliun, terdiri dari subsidi energi tahun ini sebesar Rp 28,34 triliun dan kurang bayar tahun sebelumnya Rp 10,17 triliun.

Baca juga: Tahan Harga Pertalite, Kas Pertamina Bisa Tekor Rp 190 Triliun

Besarnya subsidi dan kompensasi membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati harus memilih satu di antara dua pilihan, menambah alokasi anggaran untuk subsidi atau membuat arus kas dua BUMN, Pertamina dan PLN defisit hingga akhir tahun.

Tanpa dukungan pemerintah, bendahara negara ini memproyeksi arus kas Pertamina akan tekor sekitar 12,98 miliar dollar AS atau Rp 190,8 triliun (kurs Rp 14.700). Pasalnya, perusahaan pelat merah itu harus menanggung selisih antara harga jual eceran (HJE) dengan harga keekonomian.

Baca juga: Sri Mulyani Putuskan Harga Pertalite dan Tarif Listrik Subsidi Tak Naik Tahun Ini

Harga Pertalite saat ini Vs harga keekonomian

HJE Pertalite yang berlaku saat ini sebesar Rp 7.650 per liter, sementara harga keekonomian Rp 12.556 per liter dengan asumsi harga minyak mentah di kisaran 100 dollar AS per barrel.

Hingga Maret 2022 saja, arus kas perusahaan di sektor migas itu sudah negatif 2,44 miliar dollar AS atau Rp 35,28 triliun. Rasio keuangan yang memburuk ini dapat menurunkan credit rating Pertamina dan berdampak pada credit rating pemerintah.

"Maka tidak heran arus kas operasional Pertamina semenjak Januari constantly negatif, karena Pertamina harus menanggung perbedaan (antara Harga Jual Eceran dengan harga keekonomian)," ucap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis (19/5/2022).

Baca juga: Harga Minyak Dunia Bergejolak, Anggaran Subsidi Energi Bengkak Jadi Rp 443,6 Triliun

Alasan di balik rencana naiknya tarif listrik 3.000 VA 

Sementara untuk PLN, perusahaan listrik ini perlu menjaga rasio kecukupan kas untuk membayar pokok dan bunga pinjaman kepada lender setidaknya minimum 1,0X.

Hingga 30 April 2022, PLN sudah menarik pinjaman sebesar Rp 11,4 triliun dan akan menarik pinjaman kembali di Mei-Juni sehingga total pinjaman Rp 21,7 triliun - Rp 24,7 triliun. HJE tarif listrik 900 VA Rp 1.352 per Kwh, sementara harga keekonomian sudah Rp 1.533,1 per Kwh.

Jika tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah, maka pada Desember 2022 diproyeksikan arus kas operasional PLN akan defisit Rp 71,1 triliun.

Baca juga: Anggaran Subsidi Energi Bengkak, Harga Pertalite Tetap Tidak Naik

Di sisi lain untuk meringankan, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini berencana menaikkan tarif listrik golongan masyarakat mampu dengan daya 3.000 VA ke atas.

Alasannya, untuk berbagi beban (burden sharing) dan menjaga rasa keadilan. Menurut Sri Mulyani, Presiden Jokowi sudah menyetujui rencana tersebut.

"Untuk kelompok rumah tangga yang mampu, yaitu direpresentasikan dengan mereka yang langganan listriknya di atas 3.000 VA, boleh ada kenaikan tarif listrik. Hanya di segmen itu ke atas," tutur Sri Mulyani.

Baca juga: Subsidi BBM dan Listrik Bengkak, Sri Mulyani Minta Anggaran Ditambah

Memilih tambah anggaran subsidi ketimbang naikkan harga

Alih-alih menaikkan harga listrik bersubsidi dan BBM Pertalite yang notabene dibutuhkan orang banyak, Sri Mulyani lebih memilih menambah alokasi anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi.

Dengan demikian, total anggaran subsidi energi dan kompensasi mencapai Rp 443,6 triliun, atau bertambah sekitar Rp 291 triliun dari alokasi awal Rp 152,5 triliun.

Rinciannya, anggaran subsidi energi ditambah Rp 74,9 triliun, dari semula hanya Rp 134 triliun menjadi Rp 208,9 triliun. Subsidi BBM dan elpiji bertambah Rp 71,8 triliun dan subsidi listrik bertambah Rp 3,1 triliun.

Baca juga: Subsidi Energi Membengkak, Belanja Negara Tahun Ini Dipatok Jadi Rp 3.106 Triliun

Sementara, anggaran kompensasi energi naik sebesar Rp 216,1 triliun, dari semula Rp 18,5 triliun menjadi Rp 234,6 triliun.

Kompensasi BBM bertambah Rp 194,7 triliun, yang terdiri dari kompensasi solar Rp 80 triliun dan Pertalite Rp 114,7 triliun; serta kompensasi listrik Rp 21,4 triliun. Semula, pemerintah tidak menyiapkan dana kompensasi untuk Pertalite dan listrik pada tahun ini.

"Pertalite dalam hal ini tidak diubah harganya. Kalau masyarakat kemarin mudik dengan mobil menggunakan Pertalite itu adalah bagian dari yang harus dibayar oleh pemerintah ke pertamina dalam bentuk kompensasi," sebut dia.

Baca juga: Jokowi Setuju Listrik 3.000 VA Tarifnya Naik, Berapa Tarif Listrik Saat Ini?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com