Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Tak Akan Kenakan Cukai pada BBM dkk dalam Waktu Dekat

Kompas.com - 17/06/2022, 20:05 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan tidak akan mengenakan cukai pada detergen, ban karet, dan bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan pengenaan cukai pada ketiga barang tersebut saat ini masih dalam tahap pengkajian.

Dengan demikian, pengenaan cukai pada ketiga barang tersebut di masa depan bisa saja dilakukan.

"Fakta yang benar adalah Kemenkeu, baik DJBC (Direktorat Jenderal Bea Cukai) dan BKF (Badan Kebijakan Fiskal) tidak punya rencana untuk APBN 2022 atau 2023 mengenakan cukai atas barang-barang tersebut," ujarnya di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Jumat (17/6/2022).

Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Permintaan dan Penawaran?

Dia menjelaskan, untuk menetapkan barang kena cukai baru perlu dilakukan proses yang panjang sehingga memerlukan waktu yang cukup lama.

Tahapan awal, DJBC harus melakukan kajian terlebih dahulu yang melibatkan pelaku usaha hingga akademisi serta mengikuti aturan yang berlaku seperti Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Diatur di sana (UU HPP) pengusulan barang kena cukai baru melalui prosedur dibahas bersama komisi yang terkait Kemenkeu, dan harus telah disampaikan Banggar terlebih dulu. Jadi sangat panjang prosesnya," jelasnya.

Dia mencontohkan, pengenaan cukai pada plastik yang sudah dikaji 5-7 tahun tapi hingga kini masih belum diimplementasikan. Padahal berbagai pihak sudah meminta penerapannya karena berdampak buruk ke lingkungan.

Baca juga: Dituntut Ganti Rugi Rp 679 Miliar oleh Global Medcom, Ini Respons BNI

Oleh karenanya, barang seperti deterjen, ban karet, dan BBM masih belum mendapatkan kepastian apakah akan dikenakan cukai atau tidak karena masih dikaji.

"Kajian itu belum tahu ujungnya. Apakah barang-barang tersebut dapat atau layak dikenakan cukai? Kalau kena seperti apa? Itu sama sekali belum kami didiskusikan," ucapnya.

Menurut Yustinus, pemerintah masih fokus untuk memulihkan ekonomi negara pasca pandemi Covid-19, sehingga tidak mungkin membuat kebijakan yang justru menambah beban masyarakat.

Baca juga: Naik 23 Persen, Penjualan Bosch Indonesia Capai Rp 1,55 Triliun

"Kami ingin memanfatakan momentum pemulihan ekonomi. Sekarang pemerintah sedang fokus memulihkan ekonomi, alih-alih mau menambah barang kena cukai baru atau di pajak itu seolah-olah ingin perkenalkan jenis pajak baru," tuturnya.

Sebelumnya, rencana pengenaan cukai pada deterjen, ban karet, dan BBM ini disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu.

Hal itu dilakukan dengan tujuan ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) untuk mengurangi konsumsi.

"Yang sedang kita kaji adalah beberapa konteks ke depan dalam hal pengendalian konsumsi, seperti BBM, ban karet, dan juga deterjen," kata Febrio dalam Rapat Panja Asumsi Dasar RAPBN 2023 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/6/2022).

Namun kebijakan ini tidak akan diterapkan dalam jangka pendek. Penerapan ini kemungkinan baru berlaku sekitar 5 tahun lagi alias tahun 2027.

"Kita dalam konteks menimbang-menimbang kiri dan kanan. Tapi tentunya ini dalam 5 tahun ke depan jangka menengah panjang. Namanya kajian, bukan kebijakan," kata Febrio pasca Rapat Panja Asumsi Dasar RAPBN 2023 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/6/2022).

Baca juga: BPR Didorong Luncurkan Uang Elektronik hingga Mobile Banking

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com