Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Skystar Capital
Pemodal Ventura

Skystar Capital adalah pemodal ventura yang berfokus pada pendanaan awal untuk membantu akselerasi bisnis rintisan teknologi. Skystar Capital hadir sebagai solusi bagi para pendiri untuk memberikan bantuan modal, saran, dan kemitraan strategis untuk meningkatkan skala bisnis.

Skystar Capital didukung oleh berbagai grup perusahaan terkemuka di berbagai bidang seperti media, telekomunikasi, layanan keuangan, layanan kesehatan, sektor pendidikan, dan lain-lain. Kami memberikan akses melalui jaringan profesional untuk pengembangan bisnis perusahaan rintisan.

Ingin lebih kenal dengan kami? Bisa follow kami di Instagram (@skystar.vc) atau Linkedin Skystar Capital. Juga kunjungi situs kami www.skystarcapital.com atau kalau ingin berbincang dengan kami, kirimkan surel ke contact@skystarcapital.com 

Fenomena “Bubble Burst” di Industri Startup

Kompas.com - 01/11/2022, 06:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Andreas Dymasius*

MENYEBARNYA berita pemutusan hubungan kerja karyawan oleh beberapa perusahaan rintisan di Indonesia mengakibatkan publik mulai berspekulasi mengenai keberlangsungan industri Startup. Banyak yang beranggapan bahwa rentetan peristiwa pemutusan hubungan kerja adalah akhir dari industri yang baru dimulai satu dekade lalu di Indonesia.

Namun, mengingat banyaknya jumlah talenta muda yang bekerja di industri ini dan besarnya kontribusi industri digital pada perekonomian Indonesia, sebagian masyarakat masih berpendapat bahwa peluang industri startup masih cukup besar.

Publik memiliki pendapat berbeda mengenai fenomena bubble burst yang saat ini dihadapi oleh startup Indonesia.

Fenomena bubble burst merupakan siklus ekonomi yang ditandai dengan peningkatan dari nilai pasar atau harga aset secara cepat. Inflasi nilai yang signifikan ini kemudian diikuti oleh penurunan nilai secara drastis, yang biasanya diistilahkan dengan market crash.

Mengacu pada fenomena yang belakangan terjadi, perusahaan rintisan diasumsikan merupakan objek dari fenomena bubble burst karena nilai perusahaan yang meningkat dalam waktu singkat dan beberapa harus mengalami penurunan nilai yang signifikan.

Baca juga: Bubble Burst pada Startup

Sejarah The Dotcom Bubble

Melansir Forbes, fenomena bubble burst pertama yang mengguncang dunia disebut dengan dotcom bubble. Dinamakan dotcom bubble sebab kejadian ini dipengaruhi oleh kemunculan internet yang merupakan teknologi terbaru pada akhir 90-an. Hal itu lantas membuat para investor berspekulasi jika hadirnya teknologi ini akan diikuti dengan kesuksesan besar. Itu sebabnya, mereka berbondong-bondong untuk berinvestasi pada perusahaan berbasis internet atau perusahaan dotcom (.com).

Saat itu, banyak bursa saham, misalnya Netscape, di negara-negara adidaya naik secara tajam dari segi ekuitas hingga mencapai 58,25 USD. Peristiwa itu juga mendukung tumbuhnya industri berbasis internet dan teknologi. Sayangnya, pertumbuhan itu hanya berlangsung dalam waktu singkat. Perusahaan yang tadinya digadang-gadang sukses besar, justru hilang dalam kurun waktu dua tahun saja.

Investor pada masa itu dinilai tak teliti menilik risiko dan terbawa market hype. Padahal, konsumen masih belum siap menerima inovasi digital dan infrastruktur pendukung industri digital dinilai masih belum lengkap dibanding saat ini. Akibatnya, perusahaan-perusahaan digital tersebut tidak mampu merealisasikan nilai perusahaan yang sudah mereka proyeksikan. Nilai saham seketika anjlok dan puncaknya ditandai banyak perusahaan dotcom yang gulung tikar.

Startup Bubble Burst di Era Pandemi

Memasuki masa pandemi, tepatnya tahun 2021 hingga 2022 ini, bubble burst kembali terulang, meskipun memang tak semasif era 2000an. Bubble burst mini kali ini disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, tindakan investor yang lebih selektif dalam memberikan pendanaan ke perusahaan rintisan, menyebabkan nilai investasi yang lebih rendah dari tahun sebelumnya. Namun, mayoritas investor masih memiliki keyakinan bahwa industri digital masih akan tetap bertumbuh, didorong oleh katalis seperti pandemi mendorong perkembangan teknologi dan antusiasme konsumen terhadap inovasi digital.

Faktor kedua adalah perusahaan rintisan berusaha mengakomodasi gejolak makro ekonomi yang tidak menentu. Di sisi lain, perusahaan digital umumnya hanya memiliki modal yang terbatas untuk menyerap dinamika makro ekonomi yang berpotensi bisa mengancam keberlangsungan bisnis. Akibatnya, perusahaan menurunkan nilai perusahaannya agar bisa mendapatkan dana tambahan dari investor sebagai upaya untuk menyelamatkan keberlangsungan bisnis.

Faktor terakhir yang sangat berpengaruh adalah The FED (Federal Reserve System) atau bank sentral Amerika Serikat yang menaikkan suku bunga hingga mencapai 1,75 persen. Usaha ini pun membuat cost of capital naik sehingga investor memilih aset yang lebih aman dibandingkan berinvestasi di perusahaan rintisan. Jika berinvestasi, para investor akan lebih memilih startup yang tergolong unicorn karena masa depannya dianggap lebih jelas.

Baca juga: Terjadi Gelombang PHK di Startup, Tanda Fenomena Bubble Burst?

Sikap Tepat dalam Merespons Bubble Burst

Saat terjadi fenomena bubble burst, pemilik bisnis dituntut harus lebih waspada. Hindari membangun bisnis karena terbawa arus. Pebisnis harus lebih dulu memiliki visi, validasi pasar, dan value yang jelas serta mampu dipahami oleh target pasarnya. Fondasi ini juga harus diimbangi dengan kemampuan mengembangkan bisnis dan target yang realistis.

Sama seperti investor, pemilik bisnis juga harus lebih selektif saat mencari pendanaan. Jika pendanaan dirasa cukup, kelola hal itu dengan baik. Sebab, perusahaan rintisan masa kini sangat terpacu dengan strategi “bakar duit”. Padahal, strategi tersebut sangat bergantung pada pendanaan investor atau pemodal ventura yang menyebabkan keuangan perusahaan sulit seimbang.

Itu sebabnya, pemilik bisnis harus pintar dalam memilih investor atau pemodal ventura. Sesuaikan terlebih dahulu visi misi perusahaan dengan para pemberi dana. Pemodal ventura yang tepat nantinya akan membuka kesempatan untuk membimbing perusahaan hingga mencapai tahap stabil dan mampu menjadi bisnis yang mampu berdiri sendiri.

(*Andreas Dymasius - Principal Skystar Capital | Skystar Capital - Venture Capital - membantu akselerasi bisnis rintisan yang berfokus pada pendanaan awal)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com