BELAKANGAN ini ramai gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK yang menghantam perusahaan startup di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Berdasarkan Platform agregator layoffs,fyi lebih dari 132.000 pekerja startup mengalami PHK sejak Maret 2020. Ini terjadi di Amerika Serikat (AS), Turki hingga Indonesia.
Jika dilihat dari jumlah PHK yang dilakukan, tertinggi pada saat pandemi Covid-19, yaitu pada Maret hingga Juni 2020 dan kembali lagi meningkat pada Mei dan Juni 2022.
Nah, ini menjadi kehebohan di dunia kerja karena pada Mei 2022, pandemi Covid-19 mulai terkendali. Perusahaan Startup dianggap telah memasuki bubble burst.
Apakah benar demikian?
Dalam perekonomian maupun investasi, kita dapat mengamati bahwa perekonomian maupun investasi memiliki siklus naik dan turun.
Hal ini terjadi karena adanya permintaan dan penawaran di pasar yang membentuk sebuah harga. Pada siklus naik dan turun ini dapat terjadi fenomena menarik, yaitu bubble and burst.
Fenomena bubble ditandai dengan kenaikan harga aset secara drastis disebabkan perilaku pasar yang tidak rasional, cenderung terlalu optimistis dan bersifat spekulatif.
Selama fenomena bubble terjadi, harga aset diperdagangkan pada harga yang relatif lebih "mahal" (overvalued) daripada nilai wajarnya.
Karena perilaku yang bersifat spekulatif inilah, di kemudian hari memungkinkan terjadinya fenomena bubble burst (gelembung pecah), sebuah fenomena yang ditandai dengan turunnya harga secara drastis dalam waktu yang singkat.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.