Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Viral Bayi 54 Hari Meninggal Usai Diberi Ramuan Tradisional, Ini Tanggapan PDPOTJI

Kompas.com - 21/01/2023, 07:00 WIB
Mela Arnani

Penulis

KOMPAS.com - Belum lama ini, warganet ramai membahas informasi terkait bayi berusia 54 hari yang meninggal dunia setelah diberikan ramuan tradisional. Kisah bayi yang diberikan jamu ini pertama kali diunggah sang ibu di suatu grup di media sosial Facebook.

Dalam informasi yang ramai diperbincangkan menceritakan bahwa pihak keluarga memaksa memberi jamu pada bayi tersebut meskipun sang ibu telah melarangnya.

Dituliskan bahwa pada akhirnya bayi yang belum genap dua bulan itu terlambat dibawa ke rumah sakit, serta mengalami sesak napas dan infeksi paru-paru.

Sejumlah akun di media sosial Twitter pun membagikan informasi ini, salah satunya @SeputarTetangga.

Baca juga: Warganet Keluhkan Harga Tiket Kereta Api Mahal, Ini Tanggapan KAI

Tanggapan PDPOTJI

Menanggapi hal ini, Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) angkat bicara.

Ketua Umum PDPOTJI Dr. (Cand) dr. Inggrid Tania, M.Si menegaskan, bayi berusia di bawah 6 bulan semestinya hanya diberikan ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif atau susu formula.

“(Bayi di bawah 6 bulan) tidak diberikan ramuan herbal dan juga dibatasi dari pemberian obat konvensional kecuali atas resep atau petunjuk dokter ahli,” ujar Inggrid kepada Kompas.com, Jumat (20/1/2023).

Atas petunjuk dokter ahli, lanjut dia, ibu menyusui diperbolehkan mengonsumsi beberapa ramuan herbal tertentu dalam takaran yang aman.

"Misalnya empon-empon termasuk kunyit, kencur, dan lainnya, serta herbal dalam bentuk sayuran termasuk kelor, kecipir, dan lain-lain," jelasnya.

Baca juga: Simak, Ini Rincian Iuran BPJS Kesehatan 2023

Kecipir dan kencur

Inggrid menambahkan, kecipir termasuk tanaman lagume atau kacang-kacangan yang kaya protein dari setiap bagian tanamannya yang sebenarnya bernutrisi. Namun, kecipir memiliki risiko menimbulkan alergi pada bayi seperti kedelai.

Untuk itu, agar aman, setiap bagian tanaman kecipir bisa diperkenalkan sebagai pangan sayur mulai bayi berusia 1 tahun dengan takaran sebagaimana sayur pada umumnya, yaitu 1-2 sendok makan maksimal 3-4 kali sehari.

Sementara itu, kencur menjadi jenis empon-empon yang pada umumnya tak mempunyai potensi sebagai alergen. Kencur dapat diperkenalkan sebagai bumbu masakan mulai bayi berumur 6 bulan dengan takaran 1/16 hingga 1/8 sendok teh maksimal 3-4 kali sehari.

Baca juga: Ketahui, Ini 19 Jenis Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan

Inggrid menuturkan, informasi yang menyebutkan bahwa bayi yang meninggal dunia tersebut sebelumnya mengalami sesak napas, kemungkinan gejala alergi terhadap protein kecipir.

“Namun, sesak napasnya dapat pula disebabkan oleh adanya infeksi paru yang dialaminya sebelum ia diberikan ramuan herbal,” tutur Inggrid.

Pada umumnya, ramuan tradisional daun kecipir dibuat dari daun kecipir mentah. Daun kecipir mentah mengandung sedikit zat toksik glikosida sianida yang dapat dihilangkan zat toksiknya dengan cara memasak atau merebus daunnya.

“Bagian-bagian tanaman kecipir juga mengandung asam oksalat yang dapat memicu terbentuknya batu ginjal pada orang-orang yang rentan,” pungkas Inggrid.

Baca juga: Ketahui, Ini Aturan Denda BPJS Kesehatan

Baca juga: Cara Pindah Kelas BPJS Kesehatan dan Syaratnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Spend Smart
Apa Itu 'Cut-Off Time' pada Investasi Reksadana?

Apa Itu "Cut-Off Time" pada Investasi Reksadana?

Earn Smart
Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com