Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Pemasang PLTS Atap Sebut Ketidakpastian Aturan Bikin Permintaan Merosot

Kompas.com - 22/05/2023, 08:38 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (Perplatsi) menyatakan,  banyak perusahaan berguguran karena peminat pemasangan energi surya semakin menyusut.

Revisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap dinilai tidak bisa menjadi solusi atas permasalahan yang ada saat ini.

Bendahara Umum Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (Perplatsi) Muhammad Firmansyah menjelaskan, saat ini permintaan PLTS Atap merosot karena ketidakpastian kebijakan dan sulitnya untuk mendapatkan izin pemasangan.

Baca juga: PLN Operasikan PLTS Terapung Terbesar di Indonesia

Firmansyah menceritakan, pengajuan izin pemasangan PLTS Atap tidak kunjung selesai hingga lebih dari setahun lamanya. Dia mengajukan di bulan Februari dan Maret 2022, administrasi sudah lengkap, tetapi pihaknya tetap diminta menunggu karena ada birokrasi di PT PLN yang harus dilewati.

“Sebetulnya pelanggan melihat energi terbarukan itu bagus. Tetapi dengan kondisi saat ini mereka jadi enggan memanfaatkannya karena pengurusan izin yang rumit. Paradigma yang muncul seakan-akan kami ini dibuat susah,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/5).

Firmansyah memberikan gambaran, di 2020 peminat PLTS Atap sangat tinggi, dari 50 orang yang mengontak ada 30 yang jadi memasang. Tapi kali ini, setelah kebijakannya tidak jelas, hanya 5 orang yang berani memasang.

Akibat permintaannya yang semakin menyusut, banyak perusahaan pemasang (Engineering, Procurement, dan Construction/EPC) PLTS berguguran dan beberapa yang bertahan memilih untuk vakum dari bisnis ini.

Baca juga: Kementerian ESDM: Aturan PLTS Atap Diharapkan Jadi Peluang Bisnis bagi Industri

“Kami kesulitan juga, persoalan saat ini berdampak pada installer. Kecuali pemerintah mau memberikan subsidi pada tenaga kerja, tetapi kan ini tidak. Sedangkan biaya operasional terus berjalan,” kata Firmansyah.

Firmansyah memaparkan, maju mundurnya dukungan pengembangan PLTS Atap turut berdampak pada lapangan pekerjaan. Sebagai informasi, setiap proyek PLTS Atap ada sekitar 5-10 tenaga kerja yang terlibat.

Saat ini pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap.

Ada satu poin yang dinilai Perplatsi membuat minat masyarakat akan semakin turun yakni permohonan menjadi pelanggan hanya bisa dilakukan pada periode Januari dan Juli.

Baca juga: Pengembangan PLTS Atap di Indonesia Terbentur Aturan PLN?

“Aturan ini tentu semakin memperlambat pengembangan PLTS Atap. Minat untuk memasang jadi hilang, sudah tidak mau beli, daya beli masyarakat akan turun,” ujarnya.

Perplatsi berharap segera mendapatkan kejelasan kebijakan karena saat ini mereka merasa berada di kondisi status quo lantaran terombang-ambing di sisi perizianannya.

“Kalau boleh-boleh, enggak-enggak, jangan sudah diajukan, tapi tidak ada kejelasan dari mereka. Kan konsumen kita juga sudah bayar,” tandasnya. (Arfyana Citra Rahayu)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Aturan Tak Pasti Bikin Permintaan Susut, Banyak Perusahaan Pemasang PLTS Atap Kolaps

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com