KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Memimpin Pertumbuhan

Kompas.com - 17/06/2023, 09:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RESPONS terhadap pembukaan lowongan pekerjaan di sebuah korporasi bergengsi selalu mendapatkan sambutan yang luar biasa. Para lulusan baru (fresh graduate) sudah membayangkan kesempatan belajar dan berkembang yang bisa mereka dapatkan bila bergabung ke dalam program management trainee perusahaan tersebut.

Sudah terbayang mereka dapat berkeliling dari satu divisi ke satu divisi, mempelajari berbagai hal baru, serta bertemu dengan orang-orang penting di perusahaan dan mengintip kisah sukses perjalanan karier mereka. Semua ini akan menjadi sebuah kesempatan emas yang luar biasa bagi kesuksesan karier mereka pada masa mendatang.

Oleh karena itu, tidak heran para fresh graduate berjuang mati-matian untuk dapat lolos dari seleksi yang sangat ketat itu.

Namun, berapa banyak dari kita yang menemukan curhatan para generasi muda di media sosial terkait kondisi lingkungan kerjanya? Ada yang bercerita mengenai budaya kompetisi yang sangat tinggi sampai sikut-menyikut ataupun memanfaatkan orang lain demi mengejar prestasi pribadi.

Tidak sedikit pula yang mengeluhkan perilaku atasan yang kerap memaki anak buah di depan umum sampai mencari kambing hitam dalam setiap permasalahan yang muncul. Ada juga atasan yang gemar sekali melakukan micro managing, sampai-sampai anak buah pun sulit bergerak dan berkembang melalui proses pembelajaran.

Gejala-gejala tersebut tidak jarang muncul dari atas dan menurun sampai ke bawah hingga menjadi budaya di organisasi.

Misi mulia organisasi yang sebenarnya bertujuan untuk menciptakan organisasi berkinerja tinggi, ternyata malah membangun suasana mencekam sekaligus enggan mengambil risiko dan berinovasi. Pada akhirnya, kondisi ini menciptakan turn over yang cukup tinggi di perusahaan.

Tony Schwartz dalam artikelnya di Harvard Business Review menyatakan, "building a culture focused on performance may not be the best, healthiest, or most sustainable way to fuel results. Instead, it may be more effective to focus on creating a culture of growth.”.

Membalik perspektif: bertumbuh dulu, kinerja mengikuti

Tony Schwartz dalam artikelnya mengenai growth culture mengatakan, dengan membudayakan pertumbuhan, baik dari segi individual, kelompok, maupun organisasi, akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, proses belajar yang berkelanjutan, kegiatan eksperimen yang bisa terkelola dengan baik, dan kebiasaan memberi serta menerima umpan balik secara teratur.

Organisasi seperti itu juga akan menghargai pengambilan risiko yang dilakukan demi inovasi. Kegagalan atau kesalahan akan dilihat sebagai sebuah investasi pembelajaran.

Seorang pemimpin perkebunan bercerita bagaimana ia belajar mengenai semangat pertumbuhan dari operasional kebunnya. Hasil perkebunannya baru dapat dipanen setelah menanti selama 25 tahun.

Ia dengan sabar merawat kebun selama jangka waktu itu agar dapat menuai hasil sesuai harapan.

Membangun sumber daya manusia pun sebenarnya harus mengikuti irama pertumbuhan ini. Kita perlu mengasuh, memupuk para suksesor organisasi semenjak dini sehingga ketika tiba saatnya, kita pun dapat menuai hasil dengan pemimpin-pemimpin yang siap membawa organisasi menghadapi kompetisi.

Memimpin berdasarkan “growth mindset

Banyak pimpinan organisasi juga menyadari bahwa tuntutan kinerja yang semakin hari semakin tinggi dapat menghadirkan ketegangan pada para karyawan.

Eileen Rachman.Dok. EXPERD Eileen Rachman.

Bisnis berjalan sangat cepat, disruptif, dan kompetitif. Karyawan pun dipaksa untuk berkompetisi satu sama lain, bahkan tidak jarang saling berebut lahan. Tidak sedikit karyawan yang mengalami kelelahan mental sehingga performa pun semakin lama semakin menurun. Apa yang sebenarnya harus dilakukan karena target tetap harus dicapai demi keberlangsungan organisasi?

Untuk menghindari suasana kerja menjadi toksik, mau tidak mau perubahan harus dilakukan. Perubahan yang paling efektif harus dimulai dari puncak organisasi.

Sebelum mengubah mindset para bawahan, pimpinan perlu terlebih dahulu meyakini bahwa hanya dengan semangat bertumbuhlah, kinerja organisasi akan dapat tercapai sambil tetap menjaga kesehatan mental seluruh insan dalam organisasi.

Pemimpin perlu melakukan introspeksi. Sudahkah ia menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi semua pihak tanpa pandang bulu? Apakah ia dapat tetap bersikap positif, tidak hanya kepada karyawan yang berprestasi, tetapi juga kepada mereka yang kurang menunjukkan hasil yang diharapkan?

Keberanian pemimpin untuk mengakui dan mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan akan menumbuhkan perasaan aman bagi para karyawan. Sebab, siapa pun tidak lepas dari kemungkinan melakukan kesalahan.

Selanjutnya, pemimpin juga perlu mengevaluasi sejauh mana target belajar sudah tercapai. Apakah program dan metode belajar terus berkembang seiring dengan tuntutan kompetisi bisnis? Sudahkah semangat untuk upskilling tumbuh menjadi sebuah tuntutan yang disadari oleh masing-masing individu?

Bagaimana dengan kegiatan berinovasi dalam organisasi? Apakah setiap orang senantiasa tergelitik untuk mencari cara-cara baru yang dapat membuat kinerja pribadi, divisi, maupun organisasi menjadi semakin cepat, semakin baik, dan semakin efisien?

Pemberian umpan balik juga menjadi bagian yang sangat penting dalam membangun semangat bertumbuh. Setiap orang dalam proses belajar tentunya membutuhkan umpan balik untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan sudah ia raih dan hal-hal apa yang masih harus menjadi pekerjaan rumahnya.

Pemberian umpan balik dalam suasana learn and grow akan sangat membantu mengubah perilaku individu karena membangkitkan semangat belajarnya.

Dari kinerja dengan aura belajar dan berkembang itu, kita akan lebih mudah mencanangkan sasaran yang lebih tinggi. Sebab, semua orang akan terdorong untuk mencapainya dalam semangat berkinerja sambil belajar.

Memimpin dengan semangat bertumbuh sangat penting, terutama bila kita memperhitungkan generasi yang sudah mulai memasuki dunia kerja sekarang.

Kita memang pasti memiliki perbedaan pandangan, pengertian, keterampilan, dan kapabilitas. Namun, bila hal ini dikelola secara transparan dan positif, suasana kerja pun akan menjadi lebih sehat.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com