Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Instrumen Investasi yang Bisa Datangkan Cuan Jelang Tahun Politik

Kompas.com - 23/06/2023, 09:20 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Secara historis, waktu-waktu menjelang tahun politik, pergerakan pasar saham di Indonesia cenderung positif. Namun, tahun politik bukan merupakan faktor utama yang membayangi pergerakan saham, tapi lebih kepada kondisi ekonomi global secara keseluruhan.

Head of Investment Connoisseur Moduit Manuel Adhy Purwanto mengatakan, siapapun yang terpilih nantinya dalam Pemilu, selama dapat melanjutkan kebijakan ekonomi Presiden Jokowi akan mendapatkan respons yang baik dari pasar. Hal ini mengingat kinerja pemerintahan era Jokowi banyak sangat diapresiasi publik.

"Memang cenderung positif kepada pasar kalau yang terpilih itu sealiran dengan Presiden Jokowi. Karena Pak Jokowi ini, tingkat kepuasan publik ini tinggi. Tapi kalau kebijakan berubah, dan membalikkan apa yang selama ini dilakukan Pak Jokowi ini akan diterima negatif oleh pasar," kata Manuel di Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Baca juga: Tahun Politik, Bagaimana Kondisi Ekonomi Indonesia?

Berdasarkan analisisnya, Manuel mengatakan dalam 6 bulan sebelum pemilu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan kenaikan secara historis. Misalnya, bulan April 2019 lalu IHSG mengalami kenaikan 11,7 persen. Demikian juga saat tahun politik pada 2014 tepatnya di bulan Juli dimana IHSG naik 19,6 persen.

"Meskipun sebelum Pemilu kalau bicara pasar saham selalu naik dan selalu positif datanya, kondisi ekonomi global menjadi tema utama di pasar. Pemilu itu menjadi support terhadap tema utama. Kalau tema globalnya lagi enggak bagus, dan membuat orang takut, mau ada pemilu pun tidak bisa memberikan boster juga," ujarnya.

Sementara itu, enam bulan setelah Pemilu, IHSG cenderung memberikan respons yang bervariasi. Misalkan, di saat Pemilu tahun 2019, IHSG mengalami penurunan 4,8 persen. Namun, di tahun 2014, IHSG justru naik walaupun tidak signifikan yakni 3,6 persen.

“Kalau bicara investasi saham itu kan orang forward looking, dan mungkin setelah kejadian (Pemilu) ada kecenderungan orang melakukan jual. Ini hanya statistik tidak mencerminkan Pemilu itu faktor utama penggerak harga pasar,” lanjut dia.

Baca juga: Memilih Sektor yang Paling Cuan Menjelang Tahun Politik

Manuel mengatakan, alokasi anggaran Pemilu yang lebih tinggi daripada pemilu di tahun sebelumnya, dinilai akan mendorong tingginya perputaran uang selama tahun politik. Hal ini juga menjadi angin segar bagi bisnis-bisnis seperti iklan, F&B, transportasi, retail, dan jasa.

“Pemerintah menganggarkan dana Pemilu tahun 2024 sebesar Rp 76,6 triliun, lebih tinggi dari anggaran sebelumnya Rp 25 triliun. Hal ini tentu akan positif bagi peningkatan perputaran uang terutama terkait konsumsi di berbagai sektor seperti iklan, F&B, transportasi, retail, dan jasa,” ujarnya.

“Sampai dengan akhir tahun 2023, kami menargetkan IHSG akan berada di level 7.300, dan 6 bulan setelah Pemilu, tergantung siapa yang maju, dan bagaimana kebijakannya. Tetap Pemilu ada pengaruhnya, tapi bukan yang utama terhadap IHSG,” tambah dia.

Baca juga: Tahun Politik 2024 Bakal Pengaruhi Calon Investor di IKN?

Sentimen suku bunga AS bayangi IHSG

Tahun politik dinilai bukan satu-satunya sentimen yang membayangi IHSG. Sentimen eksternal, seperti suku bunga AS masih membayangi pergerakan bursa. Menurut Manuel, The Fed kemungkinan akan melakukan kenaikan suku bunga satu kali lagi menjadi 5,25-5,5 persen, dan kemudian akan dipertahankan dipertahankan hingga akhir tahun 2023.

"Suku bunga akan mulai diturunkan tahun depan jika inflasi telah turun dibawah 3 persen dan tingkat pengangguran naik diatas 4 persen," jelas dia.

Di sisi lain, kondisi kredit di AS lebih ketat, dengan adanya kenaikan suku bunga tersebut. Survei pinjaman bank menunjukkan kondisi kredit mulai mengetat di AS dan Eropa sejak akhir tahun 2022 karena kenaikan suku bunga yang agresif.

Hal ini, diperparah dengan masalah di sektor perbankan akibat kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB), First Republic Bank (FRB), dan Credit Suisse (CS). Di sisi lain, laporan laba perusahaan yang mayoritas di atas ekspektasi pada kuartal I-2023. Namun, biaya yang meningkat seperti upah tenaga kerja dan biaya pinjaman akan dinilai akan menurunkan laba perusahaan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com