Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adolf Roben
Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara di Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Denpasar

Mewaspadai Dampak Redenominasi Rupiah terhadap Masyarakat sebagai Konsumen

Kompas.com - 29/06/2023, 07:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

REDENOMINASI Rupiah telah menjadi topik hangat di tengah perbincangan ekonomi belakangan ini. Bank Indonesia sudah menyatakan bahwa redenominasi dipastikan tetap berjalan sesuai rencana dan hanya menunggu waktu yang tepat untuk pelaksanaannya.

Rencana pemerintah untuk merombak sistem denominasi mata uang kita ini telah menimbulkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat.

Redenominasi dianggap diperlukan, dan sudah dinyatakan oleh Bank Indoneia akan dilakukan pada saat yang tepat dengan beberapa indikator ekonomi yang dianggap baik.

Terlepas dari langkah yang sudah disiapkan, perlu bagi Bank Indonesia, Pemerintah, dan masyarakat sebagai konsumen untuk mewaspadai ancaman yang mungkin timbul sebagai dampak dari redenominasi Rupiah ini.

Redenominasi, pada dasarnya, merupakan perubahan sistem denominasi mata uang yang melibatkan pengurangan nilai nominal.

Misalnya, jika 1.000 Rupiah menjadi 1 Rupiah setelah redenominasi, maka nilai nominal uang tunai akan berubah, tetapi nilai intrinsik dan daya beli uang tersebut tetap sama.

Namun, kita harus memahami bahwa redenominasi bukanlah solusi ajaib yang dapat secara langsung mengatasi permasalahan ekonomi yang lebih kompleks.

Pelajaran dari Argentina

Untuk lebih memahami potensi ancaman yang dapat dihadapi oleh masyarakat sebagai konsumen, kita dapat melihat contoh Argentina yang melakukan redenominasi pada tahun 2002.

Redenominasi Peso Argentina, yang bertujuan mengatasi masalah inflasi yang tinggi, menghadirkan konsekuensi yang tidak diinginkan bagi masyarakat. Inflasi tinggi dan gangguan ekonomi signifikan terjadi setelah redenominasi.

Data menunjukkan bahwa inflasi tahunan di Argentina naik pesat setelah redenominasi. Pada tahun 2003, inflasi mencapai 41 persen, sedangkan pada 2004, angka tersebut melonjak menjadi 54 persen.

Masyarakat mengalami penurunan daya beli yang drastis, sementara harga-harga barang dan jasa terus meroket. Banyak orang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti makanan, perumahan, dan layanan kesehatan.

Melalui kasus Argentina, kita dapat memahami beberapa ancaman yang mungkin dihadapi oleh masyarakat sebagai konsumen selama proses redenominasi Rupiah.

Pertama adalah ancaman inflasi pascaredenominasi. Pengurangan nilai nominal mata uang dapat menciptakan ketidakpastian di pasar dan memberikan kesempatan bagi pengejaran harga yang tidak wajar.

Jika harga-harga barang dan jasa tidak disesuaikan secara proporsional, konsumen dapat menghadapi lonjakan harga signifikan pasca-redenominasi, yang berpotensi mengurangi daya beli mereka.

Ancaman kedua terkait ketidakpastian ekonomi. Redenominasi Rupiah dapat menciptakan ketidakpastian dalam sistem keuangan dan perekonomian secara keseluruhan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Whats New
OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

Whats New
Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Earn Smart
Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Whats New
Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Whats New
OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

Whats New
Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Whats New
Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Work Smart
PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

Whats New
MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

Whats New
Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Whats New
Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com