KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Kejujuran Diri

Kompas.com - 08/07/2023, 08:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETIKA suasana tim terus dipenuhi dengan atmosfer negatif, saling sikut, sulit bekerja sama, serta instruksi dijalankan dengan setengah hati oleh para bawahan, seorang pimpinan selayaknya melakukan refleksi dan bertanya-tanya apa penyebab situasi seperti ini bisa terbentuk.

Namun, bukan pertanyaan itu yang paling penting direnungkan, melainkan bagaimana reaksi kita sebagai pemimpin terhadap pertanyaan tersebut. Apakah kita cenderung menyalahkan pihak lain, seperti potensi anak buah yang kurang memenuhi syarat? Atau, terdapat faktor eksternal yang memang tidak bersahabat dan berada di luar kontrol kita?

Berapa banyak pemimpin yang berani melihat diri sendiri dan dengan jujur menelaah apa yang kurang atau tidak tepat dari sikap, keputusan, ataupun reaksi sehari-hari, baik kepada orang lain maupun organisasi. Menduduki posisi puncak yang selalu menjadi panutan banyak orang dapat membuat pandangan kita terhadap diri sendiri menjadi kurang jernih.

Baca juga: Tumbuh, Bergaul, dan Selesaikan Tugas

Padahal awareness mengenai kekuatan dan kelemahan diri kita adalah satu-satunya jalan menuju perbaikan. Jadi, apakah kita sudah berani membersihkan kacamata kita dan jujur kepada diri sendiri?

Apakah kejujuran itu?

Kata “kejujuran” yang dipakai dalam pembicaraan sehari-hari sering disandingkan dengan integritas dan autentisitas. Kejujuran berarti bebas dari tipu muslihat dan ketidakbenaran. Sementara, autentisitas adalah keaslian, keselarasan antara keadaan internal dan eksternal kita.

Kita menjadi autentik ketika aksi kita tetap kongruen dengan apa yang kita percayai dan inginkan, sekalipun ditekan dari luar. Dengan kata lain, autentik tidak sekadar mengetahui diri kita sendiri, tetapi berani menjadi diri sendiri, serta tidak menyembunyikan diri di balik topeng ataupun kepribadian palsu.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan integritas sebagai suatu mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan satu kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan serta kejujuran. Jadi, kejujuran, autentisitas, dan integritas mengarah pada keberanian untuk tetap menunjukkan kebenaran dari keseluruhan sikap ataupun perbuatan kita.

Eileen Rachman.Dok. EXPERD Eileen Rachman.

Dalam kondisi yang baik-baik saja, kita dengan mudah dapat bersikap autentik dan jujur apa adanya. Namun, dalam keadaan terpojok, mekanisme pertahanan diri sering kali mengambil alih dan membuat kita sulit jujur pada diri sendiri, apalagi pada pihak luar.
Ada empat hal yang perlu kita latih agar lebih jeli dalam menajamkan kejujuran pada diri sendiri.

Baca juga: Baper

1. Autentisitas

Autentisitas berarti kesamaan antara siapa kita bagi diri sendiri dan siapa yang kita perlihatkan kepada dunia.

Adapun masalah dalam autentisitas yang kerap timbul adalah sebagian besar dari kita tidak memiliki petunjuk tentang siapa kita bagi diri sendiri. Kita percaya bahwa apa yang kita tampilkan pada dunia itu adalah diri kita yang autentik.

Kita menampilkan diri sebagai keluarga yang bahagia, anak yang senantiasa berbakti, orangtua yang penuh kasih, suami yang bertanggung jawab, serta istri yang lemah lembut dan penyayang. Sebab, hal-hal inilah yang ingin dilihat oleh orang lain.

Ketidakautentikan dalam kepemimpinan bisa terlihat pada atasan yang selalu perhatian kepada anak buah, terbuka terhadap kritik, ataupun rela berkorban demi memperjuangkan kesejahteraan anggota kelompoknya.

Hal itu merupakan kondisi ideal yang ingin kita capai. Namun, sesungguhnya kita tidak akan mencapai kondisi tersebut bila tidak berani melihat dan mengakui dengan jujur bagaimana kondisi kita saat ini. Bagaimana kita bisa menjadi atasan yang terbuka terhadap kritik jika kita tidak mengakui bahwa sering kali kuping kita panas pada kritik anak buah?

Untuk menjadi autentik, kita terlebih dahulu perlu mengambil jarak dan melihat dengan jujur bagaimana reaksi kita ketika sedang sendirian dan tidak ada orang lain yang mengawasi. Misalnya, apa yang kita pikirkan dan rasakan saat itu?

Baca juga: Memimpin Pertumbuhan

Kita memang tidak perlu membuka seluruh hal tentang diri kita pada dunia. Namun, bila kita dapat melihat dengan jelas bagaimana diri kita yang sesungguhnya, barulah kita dapat bergerak untuk mencari cara perbaikan yang perlu dilakukan.

2. Interpretasi

Berapa sering kita mengambil kesimpulan berdasarkan interpretasi-interpretasi yang kita buat? Bawahan yang mempertanyakan instruksi kita bisa saja kita interpretasikan sebagai tidak menghormati kita. Atasan yang memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang genting bisa pula kita interpretasikan sebagai pemaksaan kehendak.

Padahal, interpretasi adalah produk yang dihasilkan pikiran kita. Ia bisa berupa ilusi yang diwarnai bias-bias tertentu. Seberapa dekat interpretasi yang kita buat itu dengan realitas yang sesungguhnya?

Karena itu, pencarian data dan fakta menjadi kunci yang penting agar dapat berpegang pada realitas. Kita harus belajar membuka diri tidak hanya pada data yang mendukung interpretasi, tetapi juga berusaha untuk mengejar data-data yang tidak selaras dengan interpretasi kita. Jika kita telah memiliki data yang cukup, barulah kita menarik kesimpulan. Inilah interpretasi sesungguhnya.

Baca juga: Strategi Pengembangan Employee Experience

3. Tanggung jawab

Ketika situasi yang terjadi tidak berjalan mulus, kita sering kali mencari pihak-pihak yang harus bertanggung jawab. Padahal, dalam konteks pengembangan pribadi, tanggung jawab perlu dihayati oleh setiap individu untuk mencapai tujuannya.

Ketika anak buah tidak berespons dengan baik, kita perlu bertanggung jawab untuk mencari cara bagaimana dapat menggerakkan mereka. Kita perlu belajar bagaimana mengambil keputusan yang sulit dan melakukan tindakan yang tepat, meskipun tidak populer.

Bila kita menghindari tindakan-tindakan ini, bawahan akan mempertanyakan tanggung jawab kita. Di sinilah kejujuran pada diri sendiri teruji.

4. Komunikasi

Poin terakhir adalah komunikasi karena di dalamnya tercakup keautentikan, interpretasi, serta tanggung jawab. Bersikap jujur dalam komunikasi membutuhkan keberanian untuk mendengar apa yang tidak ingin Anda dengar, merasakan apa yang tidak ingin Anda rasakan, menjadi terbuka dan rentan, serta bertanggung jawab atas apa yang Anda katakan.

Namun, kekuatan komunikasi kita akan menumbuhkan kekuatan hubungan interpersonal dan kekuatan ini adalah landasan yang kuat untuk mempertahankan personal honesty.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com