Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "Rupiah Mutilasi", BI: Tindakan Kriminal, Ada Pidananya

Kompas.com - 14/09/2023, 09:50 WIB
Rully R. Ramli,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah "rupiah mutilasi" belakangan ramai dibicarakan di media sosial. Istilah rupiah mutilasi digunakan untuk mendeskripsikan praktik pemalsuan uang dengan cara menyambungkan sebagian uang asli dan palsu.

Ramainya pembicaraan rupiah mutilasi berawal dari sebuah video yang menunjukkan uang pecahan Rp 100.000 yang setengah asli dan setengah palsu atau cetakan printer.

Kepalsuan uang tersebut diperkuat dengan perbedaan pada nomor seri.

Baca juga: Jadi Alternatif Investor Asing, SRBI Digadang Jaga Likuiditas Rupiah

Ilustrasi uang rupiah.PEXELS/ AHSANJAYA Ilustrasi uang rupiah.

"Jadi itu mutilasi itu setengah palsu setengah asli, dan Ini enggak diterima di bank. Sekarang banyak nih uangnya setengah palsu setengah asli, namanya uang mutilasi," demikian narasi dalam sebuah video yang ramai berseliweran di platform media sosial X.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menegaskan, praktik rupiah mutilasi merupakan tindak kriminal. Pasalnya, hal itu dikategorikan sebagai upaya pemalsuan uang.

"Tindakan yang dilakukan dalam video tersebut dapat dikategorikan sebagai kriminal, dianggap sebagai proses untuk melakukan pemalsuan uang itu ada pidananya, jadi bukan main-main," tutur dia dalam video resmi BI, dikutip pada Kamis (14/9/2023).

Adapun hukuman terkait pengedar uang palsu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Baca juga: Memperluas Penggunaan Transaksi Mata Uang Lokal di Indonesia

Dalam Pasal 25 UU Nomor 7 Tahun 2011 disebutkan, setiap orang yang membeli atau menjual rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah dapat dipidana dengna penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

"Kalaupun bukan pemalsuan uang, dia bisa dianggap merusak rupiah dan itu juga ada pidananya jadi ini hal yang sangat serius," kata Erwin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com