Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Mampu menjalin relasi adalah kemampuan utama seorang pemimpin. Namun, untuk menciptakan relasi atau koneksi yang berdampak, pemimpin harus memiliki ekspresi diri yang autentik.
Dalam Harvard Business Review, ekspresi autentik ini pun tak bisa diklaim oleh pemimpin itu sendiri. Pasalnya, orang lainlah yang mampu melihat dan menilai seberapa autentik seorang pemimpin.
Sementara itu, menurut Didi Mudita, CEO Impact Factory, dalam siniar Obsesif episode “Harus Otentik biar Banyak Koneksi” dengan tautan s.id/ObsesifDidi, pemimpin tidak boleh jaim agar semakin banyak orang yang mau mendekat.
Hal berdampak ini pun harus dilakukan dengan cara yang sensasional tapi tetap otentik dengan kisah yang kita miliki. Setelah itu, barulah pemimpin membutuhkan ‘panggung’ untuk menggaet orang-orang di sekitarnya.
Menjadi pemimpin yang autentik merupakan kombinasi dari nilai-nilai diri ditambah dengan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Misalnya, saat menganut nilai kepemimpinan yang penuh welas asih, kita juga menyesuaikannya dengan prinsip diri untuk selalu mendengarkan anggota tim.
Baca juga: Menjadi Pemimpin yang Relevan
Itulah mengapa, terkadang kesuksesan seorang pemimpin dapat dimulai dengan menjadi autentik. Artinya, melakukan pekerjaan tanpa mengorbankan nilai-nilai yang kita pegang. Hal ini terjadi karena orang lebih percaya jika kita jujur pada diri sendiri.
Dilansir CCL, tim yang memupuk perilaku autentik cenderung memiliki anggota tim yang mau terlibat, antusias jika diberi pekerjaan, termotivasi untuk meraih hasil yang berdampak, dan memiliki budaya yang peduli terhadap kesehatan mental.
Sebaliknya, pemimpin yang tak autentik justru akan menimbulkan suasana negatif, seperti menurunnya kepercayaan dan semangat anggota tim.
Selain bermanfaat untuk menggaet kepercayaan anggota tim, menjadi pemimpin yang autentik juga penting untuk membangun relasi. Meskipun pada awalnya, membangun relasi tentu adalah hal yang sulit dilakukan karena penuh dengan ketidaktulusan.
Tak jarang, kita justru dipaksa untuk ‘menjual’ diri sendiri ke orang lain untuk keberlangsungan bisnis. Padahal, mengutip Stories, menjalin relasi memiliki banyak manfaat untuk keberlangsungan karier kita.
Itulah mengapa, kita harus memikirkan ulang tujuan kita menjalin relasi. Pasalnya, relasi yang dilakukan secara autentik dan natural tak akan terasa membebani diri. Lain hal jika kita menjalin relasi karena paksaan atau tuntutan jabatan sebagai seorang ‘pemimpin’.
Katrina King, General Manager Capital Solutions QIC, pun mengatakan pentingnya jaringan dan melepaskan ego yang menghalangi kita untuk mengembangkan hubungan tersebut.
Tak hanya itu, menurut survei LinkedIn yang dilakukan oleh CEO dan pendiri The Adler Group, Lou Adler, sekitar 85 persen dari seluruh pekerjaan diisi melalui koneksi jaringan. Dan, dari sinilah pemimpin bisa menemukan klien bisnis yang potensial.
Sifat autentik dapat dimulai dengan bercerita. Kita bisa menjadikan interaksi kita dengan anggota tim dan klien sebagai panggung untuk menonjolkan cerita dengan cara yang berbeda dengan pemimpin lainnya. Karena, setiap orang tentu memiliki gaya autentiknya masing-masing.
Baca juga: Menjadi Pemimpin yang Tidak Takut Gagal