Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kejutan" dari Bank indonesia untuk Selamatkan Rupiah

Kompas.com - 20/10/2023, 07:10 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) memberikan "kejutan" kepada pasar usai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Oktober 2023. Di luar ekspektasi, BI memutuskan untuk mengerek suku bunga acuannya.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan, hasil rapat RDG BI yang digelar pada 18-19 Oktober memutuskan untuk mengerek suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen ke level 6 persen. Kenaikan ini mengakhiri stance BI yang telah mempertahankan suku bunga acuan selama 8 bulan berturut-turut.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI7DRRR sebesar 25 basis point menjadi 6 persen," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (19/10/2023).

Kenaikan tersebut diikuti oleh suku bunga deposit facility dan lending facility. Kedua suku bunga itu sama-sama terkerek 0,25 persen, di mana deposit facility menjadi 5,25 persen dan lending facility menjadi 6,75 persen.

"Kenaikan ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor," tutur Perry.

Baca juga: [POPULER MONEY] Suku Bunga BI Naik Jadi 6 Persen | Antam Lawan Balik Konglomerat Surabaya Budi Said

Di luar ekspektasi

Langkah BI untuk mengakhiri sikap menahan suku bunga acuan di luar ekspektasi pasar. Berdasarkan proyeksi sejumlah analis, suku bunga BI semula diperkirakan bergeming di level 5,75 persen pada RDG periode Oktober.

Salah satu alasan utama analis memproyeksi BI tidak akan bergerak ialah tingkat suku bunga acuan sebesar 5,75 persen yang dinilai sudah memadai dan mempertimbangkan langkah kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), ke depan. Hal ini juga sebenarnya kerap digaungkan pejabat BI beberapa waktu lalu.

"Oleh karena itu, kami percaya BI masih akan lebih memilih untuk mempertahankan BI-7DRRR dalam pertemuan Oktober 2023," kata Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede, sebelum BI mengumumkan hasil RDG Oktober 2023.

Ia menyadari, rupiah tengah berada dalam tren pelemahan. Namun, dalam rangka menstabilkan kurs mata uang Garuda, BI memiliki kecenderungan tidak berkegantungan terhadap kebijakan moneter semata.

Bank sentral disebut lebih fokus menggunakan instrumen pasar keuangan seperti Term Deposit Valuta Asing Devisa Hasil Ekspor (TD Valasa DHE) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk mendongkrak rupiah.

"Kami melihat BI akan mempertahankan BI-7DRRR pada level 5,75 persen setidaknya hingga kuartal ketiga tahun 2024 sebelum mempertimbangkan pemotongan suku bunga," tutur Josua.

Baca juga: Suku Bunga BI Jadi 6 Persen, Ekonom: Pertumbuhan Kredit dan Ekonomi akan Tertahan

Senada, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai, BI perlu menjaga suku bunga acuannya di level 5,75 persen. Ia menyadari, nilai tukar rupiah terus tergerus selama beberapa pekan terakhir. Hal ini pun berpotensi berlanjut, seiring dengan potensi arus modal keluar yang akan berlanjut dalam waktu dekat.

Akan tetapi, beberapa indikator ekonomi kunci menunjukkan tren yang positif dan memperlihatkan ketahanan domestik Indonesia di tengah ketidakpastian eksternal. Salah satu indikator ekonomi yang positif ialah data surplus perdagangan periode September, yang disebut telah memberikan dukungan kepada perekonomian untuk menahan depresiasi rupiah.

"Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, serta kebutuhan untuk menjaga selisih suku bunga acuan dengan the Fed, kami melihat bahwa Bank Indonesia perlu mempertahankan tingkat suku bunga kebijakannya pada tingkat 5,75 persen," ucap Riefky.

Baca juga: BI Perpanjang Kebijakan DP 0 Persen Kredit Mobil dan Rumah hingga 2024

Dinamika global bergerak pesat

Usai mengumumkan hasil RDG Oktober 2023, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, dinamika global bergerak sangat pesat dalam kurun waktu 2 pekan terakhir. Hal ini lah yang mendorong bank sentral merubah sikap dari periode-periode sebelumnya.

"RDG bulan lalu memang kita sampaikan apa-apa yang kita lihat dengan informasi terbaru pada waktu itu. Tapi 2 minggu keudian terjadi perubahan yang sangat cepat," tuturnya.

Lebih lanjut Perry menyebutkan, terdapat 5 poin utama yang menjadi bagian dari pesatnya dinamika global, sehingga pada akhirnya BI merubah arah kebijakan.

Pertama, laju pertumbuhan ekonomi global diproyeksi melambat menjadi 2,9 persen pada 2023 dan semakin menyusut pada tahun berikutnya menjadi 2,8 persen. Bukan hanya melambat, terdapat juga fenomena divergensi atau perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar negara dunia.

"Ini yang kemungkinan terjadi dalam 2 tahun ke depan, 2024-2025, pertumbuhan ekonomi global akan melambat, divergensi pertumbuhan akan melebar," kata Perry.

Baca juga: Stabilkan Rupiah, BI Siapkan Amunisi Baru Lagi

Poin kedua ialah eskalasi konflik antara Israel dengan Hamas. Perang yang terjadi antara kedua belah pihak itu telah berimbas terhadap kenaikan harga minyak global dan membuat harga pangan tetap tinggi.

Lalu poin ketiga ialah arah kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve, yang diproyeksi tetap tinggi dalam waktu yang relatif lama, atau disebut dengan fenomena higher for longer.

"Apa maksudnya? Memang kami menakar ada probabilitas sekitar 40 persen FFR (Fed Fund Rate) akan naik di Desember," ujar Perry.

Selanjutnya poin keempat ialah tingkat imbal hasil obligasi aset negara maju yang meningkat, seiring dengan tingkat suku bunga acuan bank sentral yang tetap tinggi. Perry mencontohkan, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun saat ini sudah meningkat ke kisaran 4,8 persen.

"Sekarang suku bunga jangka panjang juga bergerak naik. Karena kebutuhan pembiayaan utang pemerintah dari negara-negara maju," tutur Perry.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com