JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah maskapai baru bermunculan di Indonesia seiring dengan membaiknya industri penerbangan pasca pandemi Covid-19.
Terakhir, Surya Airways disebut-sebut akan menjadi maskapai pendatang baru di Indonesia, menyusul maskapai baru lainnya yang sudah mengudara, yakni Super Air Jet dan Pelita Air.
Namun maskapai baru milik Benny Rustanto ini dilarang Kementerian Perhubungan untuk beroperasi karena masih harus mengikuti tahapan proses persyaratan yang wajib dipenuhi.
Baca juga: Benarkah Harga Tiket Pesawat Kertajati-Bali Lebih Murah ketimbang dari Jakarta?
Kendati demikian, saat ini maskapai Surya Airways telah mengantongi Sertifikat Standar Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal (SS-AUNB) .
Lalu seperti apa fenomena kemunculan maskapai-maskapai baru di Indonesia? Apakah akan berdampak pada harga tiket pesawat yang menjadi lebih kompetitif mengingat jumlah pesaing menjadi lebih banyak?
Simak penjelasannya berikut ini.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan, saat ini tingkat permintaan di industri penerbangan sudah pulih pasca pandemi, namun kapasitas yang disediakan maskapai masih belum pulih sepenuhnya.
Baca juga: Bandara Kertajati Gantikan Bandara Husein, Harga Tiket Pesawat Tak Beda Jauh
Dia mengibaratkan kondisi saat ini seperti saat pasca krisis moneter 1998, di mana sekitar tahun 2000-2005 permintaan pulih lebih cepat dibandingkan pemulihan kapasitas, ditambah banyak maskapai baru yang buka kala itu.
Saat ini armada pesawat yang aktif baru 60 hingga 65 persen dari sebelum pandemi. Meski maskapai-maskapai menggenjot utilisasi armada mereka, paling maksimal armada pesawat yang aktif hanya 75 persen dari sebelum pandemi.