Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Elam Sanurihim Ayatuna
Pegawai Negeri Sipil

ASN pada Kementerian Keuangan

Mitigasi Risiko Pengumpulan Pajak Tahun 2024

Kompas.com - 03/01/2024, 14:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 2023, pemerintah berhasil mengumpulkan penerimaan pajak melebihi target yang telah ditetapkan. Capaian tersebut mengulang kesuksesan dua tahun sebelumnya, yakni 2022 dan 2021 yang juga berhasil melampaui target.

Tentu kabar ini cukup menggembirakan. Keberhasilan tersebut bisa menjadi salah satu indikasi pengelolaan administrasi pajak semakin baik dalam mengemban tugas pengumpulan pendapatan negara.

Hanya saja, tahun ini tugas lebih berat telah menanti. Target penerimaan pajak telah ditetapkan APBN 2024 sebanyak Rp 1.989 triliun. Target ini lebih besar sekitar 9 persen dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2023.

Tentunya, tugas tersebut bukan mudah. Tahun ini, Indonesia masih dibayang-bayangi kondisi perekonomian dunia yang tidak menentu.

Bank Dunia (World Bank) memprediksi pertumbuhan ekonomi global hanya sebesar 2,4 persen atau sedikit naik dari tahun 2023 yang sebesar 2,1 persen.

Sementara itu, proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) serta Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mungkin lebih optimistis.

Pertumbuhan global tahun 2024 diprediksi oleh IMF tumbuh sebesar 2,9 persen, sementara OECD sebesar 2,7 persen. Namun, kedua angka tersebut tetap masih jauh di bawah rata-rata historis yang sebesar 3,8 persen (2000-2019).

Kecilnya perumbuhan ekonomi global tahun ini disebabkan banyak hal. Salah satunya, pasar keuangan Amerika Serikat (AS) masih bergejolak.

Sementara itu, risiko resesi AS juga belum bisa hilang. Bahkan OECD memperkirakan pertumbuhan AS tahun ini hanya sebesar 1,5 persen.

Selain itu, OECD juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Tiongkok menurun dari 5,2 persen (2023) menjadi 4,7 persen (2024).

Perlambatan pertumbuhan kedua negara besar tersebut akan banyak memengaruhi kondisi ekonomi negara-negara di dunia lainnya, termasuk Indonesia.

Lebih lanjut, beberapa konflik global juga masih terjadi tahun ini, seperti perang Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel. Konflik-konflik tersebut jika masih berlanjut panjang pada tahun ini, diprediksi akan meningkatkan harga komoditas minyak dan gas (migas) dunia.

Di Indonesia naiknya harga komoditas tersebut seringkali berpengaruh positif pada peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Migas. Namun, di sisi lain tetap berimbas negatif pada perekomian sektor lainnya.

Harga Migas yang tinggi dapat menaikkan harga-harga barang lainnya, terutama kebutuhan pokok.

Dampaknya, kemampuan ekonomi masyarakat menjadi menurun sehingga dapat menurunkan kemampuan produksi dan konsumsi. Selain itu, anggaran pemerintah juga akan banyak tersedot untuk subsidi bahan bakar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com