Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mitigasi Risiko Pengumpulan Pajak Tahun 2024

Tentu kabar ini cukup menggembirakan. Keberhasilan tersebut bisa menjadi salah satu indikasi pengelolaan administrasi pajak semakin baik dalam mengemban tugas pengumpulan pendapatan negara.

Hanya saja, tahun ini tugas lebih berat telah menanti. Target penerimaan pajak telah ditetapkan APBN 2024 sebanyak Rp 1.989 triliun. Target ini lebih besar sekitar 9 persen dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2023.

Tentunya, tugas tersebut bukan mudah. Tahun ini, Indonesia masih dibayang-bayangi kondisi perekonomian dunia yang tidak menentu.

Bank Dunia (World Bank) memprediksi pertumbuhan ekonomi global hanya sebesar 2,4 persen atau sedikit naik dari tahun 2023 yang sebesar 2,1 persen.

Sementara itu, proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) serta Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mungkin lebih optimistis.

Pertumbuhan global tahun 2024 diprediksi oleh IMF tumbuh sebesar 2,9 persen, sementara OECD sebesar 2,7 persen. Namun, kedua angka tersebut tetap masih jauh di bawah rata-rata historis yang sebesar 3,8 persen (2000-2019).

Kecilnya perumbuhan ekonomi global tahun ini disebabkan banyak hal. Salah satunya, pasar keuangan Amerika Serikat (AS) masih bergejolak.

Sementara itu, risiko resesi AS juga belum bisa hilang. Bahkan OECD memperkirakan pertumbuhan AS tahun ini hanya sebesar 1,5 persen.

Selain itu, OECD juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Tiongkok menurun dari 5,2 persen (2023) menjadi 4,7 persen (2024).

Perlambatan pertumbuhan kedua negara besar tersebut akan banyak memengaruhi kondisi ekonomi negara-negara di dunia lainnya, termasuk Indonesia.

Lebih lanjut, beberapa konflik global juga masih terjadi tahun ini, seperti perang Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel. Konflik-konflik tersebut jika masih berlanjut panjang pada tahun ini, diprediksi akan meningkatkan harga komoditas minyak dan gas (migas) dunia.

Di Indonesia naiknya harga komoditas tersebut seringkali berpengaruh positif pada peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Migas. Namun, di sisi lain tetap berimbas negatif pada perekomian sektor lainnya.

Harga Migas yang tinggi dapat menaikkan harga-harga barang lainnya, terutama kebutuhan pokok.

Dampaknya, kemampuan ekonomi masyarakat menjadi menurun sehingga dapat menurunkan kemampuan produksi dan konsumsi. Selain itu, anggaran pemerintah juga akan banyak tersedot untuk subsidi bahan bakar.

Dana yang semula seharusnya dapat digunakan untuk menstimulus ekonomi, karena kenaikan harga, malah teralihkan untuk biaya subsidi.

Selain harga minyak, penurunan kemampuan ekonomi masyarakat akibat kenaikan harga pangan juga patut diwaspadai.

Fenomena El Nino yang diprediksi baru berakhir Maret atau April tahun ini, juga dapat berdampak pada kenaikan harga pangan. Salah satu implikasi penurunan kemampuan ekonomi tentu saja adalah menyusutnya penerimaan pajak.

Di samping risiko ekonomi global dan iklim, Indonesia turut dibayangi risiko politik dalam negeri. Tahun 2024 juga merupakan tahun politik bagi Indonesia.

Pemilihan para kandidat eksekutif dan legislatif berisiko membuat banyak pelaku dunia usaha menunggu (wait and see) kepastian kebijakan pemerintah yang akan segera berganti. Dampaknya, banyak investasi yang akan tertunda pada tahun ini.

Walau terdapat berbagai ancaman risiko tersebut, namun di sisi lain Indonesia juga masih memiliki sejumlah peluang. Di tengah perlambatan global, ekonomi Indonesia diprediksi masih relatif stabil.

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 masih sekitar 4,9 persen. OECD lebih optimistis dengan angka perkiraan sebesar 5,1 persen.

Sementara Pemerintah Indonesia mematok angka asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2024 untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen.

Peluang pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen ini salah satunya juga didukung adanya perayaan demokrasi 2024. Kontestasi Capres dan Caleg serta permilihan serentak calon kepala daerah tentu akan menggerakan perekonomian.

Dana kampanye dan biaya pelaksanaan pemilu yang tidak sedikit dapat menjadi katalisator perputaran dana di masyarakat.

Selain itu, belanja pemerintah dalam tahun politik cenderung meningkat, minimal pada penyelenggaraan perhelatan pemilu. Belanja-belanja tersebut dapat menjadi stimulus perekonomian.

Langkah mitigasi

Beberapa peluang pertumbuhan ekonomi tersebut pada akhirnya dapat pula meningkatkan pendapatan negara, terutama pajak. Namun, tentu sebagaimana disebutkan di awal tulisan, masih ada beberapa risiko yang perlu diwaspadai.

Maka dari itu, pemerintah perlu serangkaian langkah mitigasi dalam mengantisipasi risiko-risiko tersebut. Hal yang paling utama tentunya adalah memperbaiki kebijakan dan administrasi pengumpulan pajak.

Salah satu langkah yang telah dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan regulasi tarif efektif untuk PPh Orang Pribadi pada 27 Desember 2023 lalu. Regulasi tersebut berupa Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 Tahun 2023.

Dengan adanya PP yang berlaku sejak 1 Januari 2024 tersebut, kini pemotong PPh tidak perlu lagi melakukan penghitungan rumit pajak.

Selain itu, pemerintah juga tengah melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Nantinya, NPWP tidak digunakan lagI, melainkan NIK yang akan menjadi identitas Wajib Pajak.

Pemadanan tersebut mungkin terkesan sederhana, namun dampaknya bagi administrasi pajak cukup besar. Selain Wajib Pajak tidak perlu lagi menggunakan dua nomor identitas yang berbeda, integrasi NIK dan NPWP juga dapat meningkatkan pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak.

Selanjutnya, pembenahan administrasi perpajakan juga dilakukan dengan pembaruan sistem teknologi informasi.

Saat ini, pemerintah sedang mengembangkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Core of Tax Administration System). Rencananya, sistem baru ini akan diluncurkan dan digunakan pada pertengahan tahun ini.

Sistem anyar tersebut akan mengganti sistem teknologi perpajakan yang lama. Tentunya, implementasi sistem administrasi yang mutakhir dapat banyak membantu peningkatan pengumpulan pajak pada tahun ini.

Selain menggenjot penerimaan pajak, secara simultan pemerintah juga tetap berupaya menjaga stabilitas perekonomian. Hal ini dilakukan dengan melanjutkan beberapa kebijakan insentif pajak tahun 2024.

Secara jangka pendek kebijakan insentif kadang terkesan menggerus penerimaan pajak. Namun dalam jangka panjang kebijakan insentif yang tepat justru dapat mendongkrak penerimaan pajak.

Salah satu contohnya adalah kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah atas pembelian rumah.

Dalam logika sederhana, kebijakan insentif ini dapat menurunkan penerimaan PPN sektor real estat. Namun bila ditelaah lebih lanjut, PPN yang semula seharusnya dibayarkan oleh pembeli rumah tidak perlu disetorkan ke negara.

Dana tersebut dapat digunakan pembeli untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya, sehingga mampu menggerakkan perputaran ekonomi. Hal yang pada akhirnya turut pula mendongkrak penerimaan pajak.

Dari sisi perusahaan real estat, kebijakan insentif dapat pula menaikkan penjualan perumahan yang tentu saja berkaitan positif dengan peningkatan penghasilan.

Dengan meningkatnya penghasilan perusahaan real estat, tentu saja setoran PPh ke negara akan lebih banyak.

Oleh karenanya, insentif pajak selain dipandang sebagai penjaga stabilitas ekonomi, dapat pula menjadi salah satu langkah peningkatan pendapatan negara.

Tentunya, selain yang disebutkan di atas, masih banyak lagi langkah-langkah antisipatif pemerintah untuk mengumpulkan pajak tengah berbagai ancaman dan risiko.

Dengan mitigasi risiko tersebut, walau pengumpulan pajak 2024 merupakan tugas berat, namun bukanlah hal yang mustahil dicapai.

Hanya saja, pemerintah sudah jelas tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan berbagai elemen bangsa. Maka dari itu, peran partisipatif semua kalangan, termasuk masyarakat pastinya amat diperlukan dalam membangun negara melalui dana pajak.

https://money.kompas.com/read/2024/01/03/140801826/mitigasi-risiko-pengumpulan-pajak-tahun-2024

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke