Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Nugroho SBM
Dosen Universitas Diponegoro

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

Ancaman Inflasi Pangan di Depan Mata Perlu Segera Diatasi

Kompas.com - 05/03/2024, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEPALA Departemen Regional Bank Indonesia (BI) Arief Hartawan melontarkan pernyataan menarik beberapa waktu lalu. Ia mengatakan inflasi pangan sudah melampaui kenaikan Upah Minimum Regional dan hampir menyamai kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN).

Seperti dikutip Kompas.com (4/3/2024), Arief mengatakan bahwa inflasi pangan (atau sering disebut inflasi karena harga pangan yang bergejolak atau volatile foods) selama periode tahun 2020-2024 sebesar 5,6 persen.

Angka inflasi pangan tersebut lebih tinggi dari kenaikan UMR pada periode sama, yaitu 4,9 persen.

Inflasi pangan rata-rata selama periode tahun 2020-2024 juga hampir menyamai kenaikan gaji ASN selama periode 2019-2024 sebesar 6,5 persen.

Dalam pernyataan sama, Arief juga mengatakan bahwa porsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan cukup besar, yaitu 33,7 persen. Pangan yang harganya naik akhir-akhir ini adalah beras, cabai merah, dan telur.

Pernyataan Arief Hartawan tersebut menegaskan betapa pentingnya sebenarnya mengendalikan inflasi pangan, minimal karena dua alasan.

Pertama, inflasi pangan telah menggerogoti daya beli masyarakat atau membuat penghasilan riil mereka turun.

Seperti dinyatakan Arief bahwa pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pangan mencapai 33,7 persen. Artinya kalau penghasilan masyarakat tetap dan harga pangan terus naik, maka porsi untuk pengeluaran pangan makin membengkak sehingga jatah untuk pengeluaran lain makin mengecil.

Menjadi masalah kalau pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan menjadi lebih kecil.

Kedua, membandingkan inflasi pangan dengan kenaikan UMR dan kenaikan gaji ASN  bukannya tanpa maksud.

Arief mungkin hendak menandaskan bahwa yang paling terkena dampak inflasi pangan adalah tenaga kerja atau buruh dan ASN.

Dua kelompok pekerja inilah yang memang rawan terkena dampak paling besar dari inflasi pangan khususnya dan inflasi pada umumnya karena upah dan gajinya biasanya pas-pasan dan jarang dinaikkan.

Padahal keduanya aktor yang sangat penting dalam perekonomian dan pemerintahan.

Dampak negatif inflasi

Sebenarnya ada dampak negatif lain terjadinya inflasi. Pertama, inflasi akan semakin memperlebar kesenjangan distribusi pendapatan.

Orang kaya dengan inflasi yang tinggi akan semakin diuntungkan karena ada asetnya yang nilainya ikut naik, misalnya: tanah dan bangunan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com