Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Nugroho SBM
Dosen Universitas Diponegoro

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

Ancaman Inflasi Pangan di Depan Mata Perlu Segera Diatasi

Kompas.com - 05/03/2024, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sementara orang miskin yang hanya punya uang tunai, aset atau hartanya akan makin menurun.

Kedua, inflasi tinggi juga akan menyebabkan ketidakstabilan dalam perekonomian. Sejarah mencatat Orde lama runtuh karena terjadinya inflasi tinggi, yaitu mencapai 600 persen. Artinya harga-harga naik enam kali lipat.

Ada gerakan Tritura yang antara lain menyerukan turunkan harga. Ketika pemerintah tak kunjung bisa menurunkan harga, maka pemerintah Orde lama harus lengser atau berakhir.

Pada kejatuhan Orde Baru juga terjadi hal sama. Dimulai dari krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di mana rupiah mengalami penurunan terus menerus dari Rp 4.850 per dollar AS pada Agustus 1997 menjadi Rp 17.000 per dolar AS Januari tahun 1998.

Nilai tukar rupiah mengalami penurunan atau terdepresiasi 80 persen. Akibatnya, inflasi meroket menjadi 54,54 persen pada akhir Agustus 1998.

Karena depresiasi rupiah yang tajam itu, maka harga barang-barang impor naik. Padahal ketergantungan Indonesia terhadap barang impor, baik barang modal maupun barang konsumsi, masih cukup tinggi.

Kenaikan harga barang impor akan memicu kenaikan barang di dalam negeri atau terjadi kenaikan inflasi. Pemerintahan Soeharto yang sudah bertahan selama 32 tahun harus berakhir.

Oleh karena itu, menjadi harapan banyak pihak terutama masyarakat agar inflasi pangan yang terjadi akhir-akhir ini, terutama karena kenaikan harga beras segera bisa diatasi pihak-pihak terkait terutama pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com