TOKYO, KOMPAS.com - Survei terbaru menunjukkan bahwa proporsi warga Jepang yang merasa tidak nyaman secara finansial dan tidak memiliki prospek stabilitas ekonomi mencapai rekor tertinggi yaitu 63,2 persen.
Survei tersebut dilakukan oleh Kantor Kabinet Jepang.
Dikutip dari Japan Times, Jumat (29/3/2024), hasil tersebut, yang mencerminkan kenaikan harga, adalah yang terburuk sejak isu tersebut dimasukkan ke dalam jajak pendapat pada tahun 2008, menurut seorang pejabat Kantor Kabinet Jepang.
Baca juga: Nilai Tukar Yen Jepang Anjlok ke Level Terendah dalam 34 Tahun
Dalam survei opini publik tentang kesadaran sosial, responden diminta memilih alasan ketidakpuasan terhadap masyarakat, dan diperbolehkan memberikan beberapa jawaban.
Dari total responden, sebanyak 28,6 persen menyebutkan sulitnya membesarkan anak. Hal ini diikuti oleh kesulitan bagi kaum muda untuk mandiri dalam bermasyarakat, yang disebutkan oleh 28,2 persen responden.
Kemudian, kesulitan bagi perempuan untuk berperan aktif dalam masyarakat, yang disebutkan oleh 26,2 persen responden.
Ketika ditanya tentang area-area di mana Jepang menuju ke arah yang buruk, 69,4 persen responden atau proporsi terbesar memilih kenaikan harga. Angka ini hampir tidak berubah dari 70,5 persen pada survei sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2022.
Baca juga: BI Sebut Kenaikan Suku Bunga di Jepang Belum Berdampak ke RI
Berikutnya adalah kondisi fiskal negara, yang disebutkan oleh sebesar 58,4 persen, diikuti oleh perekonomian sebesar 58,1 persen.
Survei tersebut juga menanyakan apakah harus mengutamakan masyarakat atau kehidupan pribadinya, jumlah orang yang melihat perlunya lebih menekankan pada masyarakat turun 3,1 poin persentase menjadi 55,3 persen.