BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan HSBC

Menilik Potensi Indonesia sebagai Gerbang Utama Pasar ASEAN

Kompas.com - 10/06/2024, 07:01 WIB
Yogarta Awawa Prabaning Arka,
Sheila Respati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Asia Tenggara atau ASEAN menjadi salah satu kawasan yang dipertimbangkan dalam percaturan global, baik secara geopolitik maupun ekonomi.

Hal tersebut bukan tanpa sebab. ASEAN memiliki jumlah penduduk 680 juta jiwa. Angka ini menempatkan Asia Tenggara di peringkat ketiga setelah India dan China.

Populasi ASEAN pun didominasi oleh angkatan kerja produktif, yakni lebih dari separuh berusia di bawah 30 tahun.

Selain populasi, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara juga tergolong stabil. Pada periode 2010-2022, rerata pertumbuhan ekonomi kawasan ini mencapai 4,4 persen. Agregat produk domestik bruto (PDB)-nya tercatat 3,6 triliun dollar AS pada 2022, sebagaimana dilansir dari laman spglobal.com.

Angka tersebut, seperti dikutip dari laman business.hsbc.com, melebihi PDB India yang sebesar 3,5 triliun dollar AS pada 2022. PDB ASEAN berada di posisi kelima, setelah Amerika Serikat, China, Jepang, dan Jerman.

Stabilitas perekonomian ASEAN ditunjang oleh dua faktor. Pertama, integrasi ekonomi regional.

ASEAN terus memperkuat integrasi ekonomi, baik secara regional maupun internasional, melalui perjanjian perdagangan bebas dan inisiatif kerja sama ekonomi, seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), pakta perdagangan besar yang melibatkan China, Jepang. Korea Selatan, dan Australia.

Baca juga: HSBC Indonesia Berkomitmen Jembatani Investasi Dalam dan Luar Negeri

Integrasi tersebut meningkatkan volume perdagangan dan investasi antarnegara, mempercepat pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan daya saing kawasan.

Kedua, reformasi struktural dan kebijakan ekonomi. Negara-negara anggota ASEAN telah melakukan berbagai reformasi struktural dan kebijakan ekonomi untuk meningkatkan iklim bisnis, menarik investasi asing, serta mendukung sektor swasta.

Sejumlah kebijakan yang sudah dilakukan meliputi liberalisasi sektor ekonomi, peningkatan infrastruktur, dan peningkatan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja.

Bank-bank sentral utama ASEAN juga mempertahankan level suku bunga acuan pada kuartal IV 2023. Menurut analisis laman McKinsey, moderasi inflasi dan momentum pertumbuhan memungkinkan pelonggaran kebijakan moneter. Hal ini turut memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Kebijakan-kebijakan ekonomi tersebut mampu memperkuat ekonomi kawasan ASEAN, mengendalikan laju inflasi, dan meningkatkan ekspor.

Stabilitas ekonomi dan kondisi demografi tersebutlah yang menjadikan kawasan ASEAN lebih atraktif bagi ekspansi internasional, ketimbang negara-negara maju dengan populasi yang menua.

Baca juga: Dukung eFishery, HSBC Gelontorkan Green and Social Loan 30 Juta Dollar AS

Hal itu juga dibuktikan dalam hasil survei terbaru HSBC. Dilansir dari business.hsbc.com, sebanyak 91 persen dari 3.500 perusahaan multinasional berencana melakukan ekspansi bisnis di kawasan Asia Tenggara.

Indonesia sebagai gerbang ASEAN

Indonesia sendiri punya posisi strategis di ASEAN. Sebanyak 40 persen populasi ASEAN atau sekitar 270 juta jiwa terkonsentrasi di negeri yang memiliki tiga ribuan pulau dan tiga zona waktu ini.

Indonesia juga menjadi pusat pasar regional dan internasional dengan 35 perjanjian perdagangan internasional, termasuk RCEP.

Selain itu, Indonesia menyumbang lebih dari sepertiga PDB ASEAN. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan dan sekaligus satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota G20. Potensi-potensi tersebut menjadikan Indonesia sebagai gerbang ASEAN.

Di industri kendaraan elektrifikasi yang prospektif secara global, misalnya, Indonesia berpotensi menjadi pemain kunci dalam rantai pasok.

Dalam satu dekade terakhir, Indonesia berupaya mendapatkan nilai tambah dari pengelolaan sumber daya yang mendukung industri kendaraan listrik, mulai dari pengolahan bijih mineral hingga larangan ekspor konsentrat tertentu.

Pemerintah Indonesia juga melakukan pembangunan infrastruktur besar-besaran di luar Pulau Jawa serta memberikan insentif lebih besar bagi penelitian dan pengembangan (litbang) yang memungkinkan transfer ilmu terkait industri kendaraan elektrifikasi.

Salah satu contoh konkret inisiatif tersebut bisa dilihat di sektor pertambangan nikel. Lokasi tambang nikel tersebar di wilayah Indonesia timur yang secara historis kurang berkembang.

Baca juga: HSBC Dukung Investasi PepsiCo Bangun Pabrik Baru di Cikarang, Dorong Pertumbuhan Ekonomi dan Keberlanjutan

Kombinasi kebijakan pembatasan ekspor dan pembangunan infrastruktur dasar dari pemerintah Indonesia berhasil menarik penanaman modal asing langsung atau foreign direct investment (FDI) hingga miliaran dollar untuk industri pengolahan konsentrat dalam negeri.

Investasi tersebut menjadikan Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia dan pemasok utama mineral lain yang diperlukan menuju ekonomi rendah karbon.

Peran Indonesia di mata rantai global

Managing Director dan Head of Wholesale Banking HSBC Indonesia Riko Tasmaya mengatakan, Indonesia berpotensi muncul sebagai pemain kunci dalam rantai pasokan kendaraan listrik global.

Jika dapat memaksimalkan peran dalam industri kendaraan listrik, jelasnya, Indonesia dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,3 persen menjadi 5,8 persen pada 2028.

“Sejalan dengan peningkatan nilai tambah di mata rantai sektor manufaktur, Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi ketimbang dekade sebelumnya,” ujar Riko melalui keterangan tertulis.

Di bidang ekonomi digital, jelas Riko, Indonesia juga berpotensi menjadi negara tujuan investasi. Indonesia punya potensi populasi angkatan kerja yang tinggi dan konektivitas internet yang terus membaik

Saat ini, dikutip dari population-trends-asiapacific.org, sekitar 25 persen penduduk Indonesia berusia di bawah 15 tahun. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling cepat mengadopsi transformasi digital secara di dunia.

Baca juga: Langkah HSBC Dukung Pengembangan Ekosistem EV

Hanya dalam tiga tahun, dikutip dari xendit.co, nilai transaksi atau gross merchandise value (GMV) melalui aplikasi perdagangan digital (e-commerce) di Indonesia mencapai 77 miliar dollar AS atau melonjak hampir 90 persen.

“Jumlah tersebut diperkirakan meningkat menjadi 130 miliar dollar AS pada 2025,” imbuhnya.

Mitra ekspansi ASEAN

Sebagai bank global yang telah beroperasi di Indonesia selama 140 tahun, lanjut Riko, HSBC siap memberikan pemahaman mendalam tentang cara memberdayakan sektor prospektif di Indonesia.

HSBC yang memiliki pengalaman 135 tahun di ASEAN juga memahami bahwa Asia Tenggara bukanlah kawasan monolit. Sebagai contoh, enam negara besar ASEAN, yakni Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina, memiliki tingkat pembangunan yang beragam.

Selain itu, negara ASEAN yang memiliki tingkat perekonomian lebih kecil (frontier markets) memerlukan kepakaran kuat pada aspek adat istiadat, peraturan, dan kerangka kerja lintas batas. Negara ASEAN yang termasuk kelompok ini meliputi Brunei, Kamboja, Laos, dan Myanmar.

Berdasarkan pertimbangkan tersebut, jelasnya, investor yang ingin mengembangkan usaha di kawasan Asia Tenggara tidak bisa mengandalkan pendekatan tunggal (one-size fits all). Mereka membutuhkan strategi beragam berlandaskan pemahaman kuat terhadap karakteristik masing-masing negara.

Dengan jumlah staf lebih dari 15.000 di 200 lokasi, HSBC telah melayani 93 persen PDB ASEAN. HSBC juga telah menyediakan platform andal untuk transaksi internasional yang aman dan efisien.

Baca juga: Dukung Perempuan dapat Akses Pembiayaan, HSBC Salurkan Social Trade Loan 100 Juta dollar AS ke PNM

Untuk membantu investor internasional memasuki kawasan ASEAN, HSBC telah mendirikan kantor khusus ASEAN di China, Jerman, Perancis, dan Inggris.

HSBC berkomitmen mendukung nasabah dalam penerapan environmental, social, and governance (ESG) dan menjadi mitra terkemuka dalam transisi keberlanjutan di ASEAN.

Dalam satu dekade mendatang, HSBC meyakini bahwa Asia Tenggara akan menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan mesin pertumbuhan penting di Asia-Pasifik. HSBC memiliki posisi yang tepat untuk menjadi mitra perbankan di ASEAN.

“HSBC berkomitmen mendukung klien kami mewujudkan potensi pertumbuhan melalui kapabilitas kelas dunia yang kami miliki,” kata Riko.

 

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com