Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bila Saya Menteri Koperasi...

Acapkali koperasi dianalogikan gajah yang sedang tidur. Jadi, butuh gebrakan agar bangun!

Pertama, melihat demografi kependudukan, generasi milenial mencapai 34,35 persen di Indonesia. Saat ini mereka terbukti antusias dalam geliat startup. Dalam Startuprangking.com jumlah startup di Indonesia mencapai 2110 perusahaan.

Itu baru yang masuk radar dan pasti lebih banyak lagi jumlahnya. Hal itu membuat Indonesia menempati nomor lima di dunia. Karenanya, saya akan mendorong regulasi yang bagus bagi pengembangan koperasi startup atawa startup coop.

Dengan cara demikian, milenial akan menemukan koperasi dalam wajah baru, wajah yang kekinian. Di sisi lain, itu merupakan langkah agar para jenius kreatif terlibat intenstif dalam gerakan koperasi. Kreativitas mereka secara berangsung akan merangsang dan memaksa inovasi terjadi massif di koperasi negeri ini.

Kedua, masih terkait dengan regulasi, saya akan membuat regulasi yang mempermudah masyarakat mendirikan koperasi. Benchmark-nya, orang mendirikan koperasi semudah mendirikan Perseroan Terbatas (PT) atau Persekutuan Komanditer (CV). Saya akan rampingkan beberapa syarat yang mengada-ada.

Saya akan hapus syarat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Lalu juga syarat rencana bisnis tiga tahun. Ini adalah syarat yang bias. Saya percaya bahwa orang mendirikan koperasi adalah untuk bisnis dan yang mendirikannya cakap berbisnis. Dan syarat-ketentuan lainnya yang mengada-ada.

Sederhananya harus sesederhana orang mendirikan PT. Bila tidak, masyarakat dan khususnya milenial akan trauma mengurus badan hukum koperasi, ribet.

Ketiga, saya akan menantang para startup coop itu agar mengembangkan model bisnis yang linkage dengan pelaku usaha mikro dan kecil. Lewat langkah ini, koperasi dengan UMKM menjadi satu tarikan nafas. Koperasi menjadi backbone pengembangan bisnis UMKM di Indonesia. Wujudnya tentu bisa berbagai macam, misalnya saja equity crowd funding dan kebutuhan keperantaraan lainnya.

Sampai kemudian, lambat laun startup coop dapat dimiliki bersama oleh UMKM atau masyarakat luas. Di situlah mereka berubah menjadi platform coop atawa koperasi platform yang bersifat multi pihak (multi stakeholder). Hal ini bisa menjadi jawaban bagi platform-platform konvensional yang cenderung dimiliki venture capitalist atau konglomerat besar lainnya.

Keempat, melalui platform coop yang massif ini, menjadi pijakan bagi tahap berikutnya untuk mengembangkan cooperative city atau Kota Koperasi. Sebuah kota di mana pilar komunitas-ekonomi-bisnisnya berbasis koperasi. Misalnya mulai dari sektor transportasi, pasar, keuangan dan sektor strategis lainnya.

Saya melihat perkembangan teknologi digital yang massif belakangan ini membuat kolaborasi menjadi lebih mudah dan murah dilakukan. Masyarakat juga relatif sudah melek digital dan terbiasa dengan berbagai aneka aplikasi di ponselnya masing-masing. Ini adalah daya ungkit bagus untuk memanfaatkan gelombang revolusi industri ke empat dan lalu mengarah pada Society 5.0.

Inovasi Koperasi

Kelima, beberapa langkah strategis dan taktis di atas akan saya rajut dalam langkah rebranding koperasi. Rebranding ini bukan sekedar mengubah perwajahan atau style koperasi semata. Melainkan juga orientasi pengembangan koperasi mendatang.

Saya akan dorong agar proposisi nilai koperasi bukan sekedar melayani kebutuhan anggota. Yang seringkali diterjemahkan menjadi layanan simpan-pinjam dan toko belaka. Namun akan saya dorong bagaimana koperasi dapat menciptakan lapangan kerja serta pendapatan (active atau passive income).

Keenam, karenanya koperasi-koperasi yang dikembangkan akan berorientasi pada produk, jasa serta keterampilan middle-high lainnya. Koperasi simpan-pinjam dan konsumsi sudah menjamur di Indonesia. Model itu sudah establish, sehingga fokus pembinaan bisa digeser ke yang lain. Dan biarlah itu menjadi pekerjaan bagi gerakan koperasi untuk melestarikan serta mengembangkannya ke tahap lebih lanjut.

Yang akan saya lakukan adalah mendorong aneka model baru. Saya akan mengeluarkan kebijakan sand box bagi model-model dengan resiko tertentu. Sehingga masyarakat bisa nyaman untuk menguji-coba aneka model. Tentu saja akan ada yang gagal dan juga berhasil. Dan hal itu wajar sejauh resikonya sudah dihitung dan dikontrol.

Ketujuh, langkah-langkah di atas tak akan bisa efektif tanpa struktur kerja yang spesifik. Karenanya saya akan mengangkat Deputi Inovasi atau sekurang-kurangnya Asisten Deputi Inovasi untuk mengawal kerja-kerja itu. Deputi ini harus mampu berpikir dan bekerja secara out of the box.

Orangnya harus memahami dinamika perubahan ekonomi yang sedang terjadi. Tugasnya jelas, mengembangkan aneka inovasi, model baru dan sejenisnya. Kinerjanya dapat dipamerkan di peringatan Hari Koperasi Nasional saban tahun dalam bentuk Festival Inovasi Koperasi. Isinya, aneka praktika inovasi koperasi existing dan new model.

Kedelapan, untuk mendukung langkah-langkah di atas, Kementerian akan saya dorong bekerja secara kolaboratif dengan berbagai pihak. Saya akan berkolaborasi dengan kementerian/ lembaga lain, kampus berbagai lembaga inkubator dan pihak-pihak lain. Agenda besar yang akan saya sampaikan adalah mengembangkan ekosistem inovasi bagi koperasi.

Ekosistem ini menyaratkan kesalinghubungan antar pihak, pentahelix tepatnya. Ini akan menjadi kerja bersama, gotong royong, kroyokan. Saya akan minta kampus-kampus untuk mengembangkan Simpul Inovasi Koperasi atau Cooperative Innovation Hub (CIH). Simpul inilah yang akan mengakselerasi berbagai langkah di atas. Jadilah kebijakan sand box dapat diturunkan ke kampus-kampus di berbagai wilayah di Indonesia.

Saya akan minta koperasi-koperasi besar, yang asetnya triliunan rupiah itu, untuk mendirikan lembaga inkubator koperasi. Mereka bisa alokasikan dari semacam dana CSR-nya. Lembaga inkubator ini akan menginkubasi generasi milenial yang akan kembangkan startup coop, worker coop, community coop atau model lainnya.

Tak ketinggalan saya akan ajak Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) agar promosikan koperasi dalam agenda ekonomi kreatif. Creative hub yang tersebar di berbagai pelosok tanah air bisa didorong berbadan hukum koperasi dengan model community coop atau koperasi komunitas. Layanannya dua hal: business service provider dengan skema keperantaraan (linkage) dan community service dengan berbagai aneka program pengembangan kapasitas dan kapabilitas.

Ambidextrous

Mungkin orang-orang akan mengira saya meninggalkan koperasi existing. Tidak. Saya akan mengembangkan strategi ambidextrous atau bekerja dengan dua tangan sekaligus.

Satu tangan saya akan berorientasi pada masa depan (new model) seperti beberapa poin di atas. Dan satunya akan berorientasi pada praktika hari ini, existing model. Dan yang terakhir ini, saya akan melanjutkan langkah Menteri sebelumnya seperti agenda Reformasi Total Koperasi.

Saya akan geser titik gravitasi Reformasi Total Koperasi itu ke kerja pengawasan. Saya memahami betul bahwa salah satu masalah koperasi di masyarakat adalah soal citra negatif. Koperasi yang diidentikkan dengan fraud, penggelapan dana dan lebih mengenaskan lagi, rentenir. Acap kali hal itulah yang dirasakan masyarakat ketika mengakses layanan koperasi.

Pengawasan akan saya tingkatkan dengan strategi dan standar tertentu. Saya akan belajar dari model pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan kontekstualisasi tertentu.

Lalu koperasi-koperasi existing yang besar dan menengah saya akan dorong untuk lakukan pemekaran bisnis. Koperasi sektor riil masih sedikit jumlahnya, orientasi pemekarannya ke arah sana. Agar berbagai kebutuhan anggota dapat diselenggarakan. Bukan hanya yang primer, namun juga yang sekunder dan tersier. Dan banyak sekali koperasi baru menjawab kebutuhan primer. Padahal zaman sudah berubah, ekonomi tumbuh, kelas menengah bertambah, ekonomi digital naik dan tren-tren positif lainnya.

Mengapa saya lakukan itu semua? Saya meyakini pernyataan Albert Einstein, “Insanity is doing the same thing and expecting different results”, maka saya akan menempuh cara lain agar tetap dihitung sebagai orang yang waras. Minimalnya agar lahir warna dan geliat baru koperasi di Indonesia. Saya lihat sekarang ini momentumnya tepat untuk mendorong itu semua.

Saya juga paham gebrakan di atas tak akan mudah. Akan banyak riak-riak, ketaknyamanan dan berbagai shock. Namun itulah perubahan. Saya suka dengan Steve Jobs, “If you want to make everyone happy, don’t be a leader. Sell ice cream”. Dan saya tak mahir menjual es krim.

https://money.kompas.com/read/2019/06/03/083900526/bila-saya-menteri-koperasi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke