Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Susi dan Jonan "Sentil" Sri Mulyani soal Insentif Mobil Listrik, Sejauh Mana Persiapannya?

Pemerintah memiliki target tinggi untuk kendaraan listrik di Indonesia, yakni 20 persen kendaraan yang diproduksi tahun 2025 adalah kendaraan listrik.

Namun, harga produksi dan harga jual yang tinggi menjadi kendala. Produsen dan juga konsumen perlu insentif untuk mobil listrik, baik dari segi bea masuk maupun insentif pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun sudah "disentil" Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan melalui unggahan media sosial mereka saat menjajal mobil listrik dalam acara French National Day.

Susi mengatakan, mobil listrik ramah lingkungan. Namun, sayangnya di Indonesia masih mahal dan pajaknya belum dapat keringanan.

Sementara itu, Jonan mempertanyakan pengenaan bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk impor mobil listrik. Pasalnya, pengenaan pajak tersebut membuat harga mobil listrik di dalam negeri mahal.

Bahkan, mantan menteri perhubungan ini juga mencantumkan tagar #SMIIndrawati yang merujuk pada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, #airlanggahartarto selaku Menteri Perindustrian, dan #susipudjiastuti115 selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.

Selain itu, Jonan juga mencantumkan tagar #kemenkeuri, #kemenperin_ri, #kesdm, #ignasiusjonan, #frenchnationalday, #frenchembassyjakarta, #electrivevehicle, dan #renault.

Pemerintah Indonesia telah menyiapkan beberapa insentif fiskal maupun non-fiskal, sesuai draf terakhir Peraturan Presiden (Pepres) tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan. Insentif tersebut bisa berupa bea masuk maupun pajak.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan, saat ini rancangan Perpres tersebut sudah rampung.

Pembahasannya melibatkan berbagai unsur, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, serta beberapa ahli. Selanjutnya, Kemenkeu berkoordinasi dengan Komisi XI DPR RI.

"Sudah selesai dilakukan harmonisasi. Sedang dalam tahapan proses pembuatan pengantar Rancangan Perpres ke Setneg," ujar Nufransa kepada Kompas.com, Kamis (18/7/219).

Nufransa mengatakan, jika sudah diserahkan ke Sekretariat Negara, maka tinggal menghitung waktu saja untuk keluar peraturan pelaksanaannya. Kemudian, insentif tersebut bisa diterapkan.

"Mungkin satu atau dua bulan ini (selesai)," kata Nufransa.

Namun, belum diketahui berapa besar insentif yang akan diberikan.

Dari penelitian yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), dengan mempertimbangkan bahwa model kendaraan listrik tersebut adalah MPV hybrid dengan perkiraan harga Rp 221 juta per unitnya, setidaknya pemerintah harus mengeluarkan insentif sebesar 16 persen sampai 17 persen dari harga atau sekitar Rp 44,45 juta.

"Itu juga dengan asumsi, seluruh produksi kendaraan listrik dilakukan di Indonesia. Harga Rp 221 juta itu juga perhitungan harga yang sesuai dengan permintaan masyarakat. Jadi sekitar ini kalau mau sampai pada target 2025," ujar peneliti LPEM UI Chaikal Nuryakin.

Insentif yang dilakukan pemerintah bisa dilakukan dengan tidak menerapkan pajak PPnBM, PPn atau impor bea masuk. Terlebih bila langkah yang diambil adalah mengimpor kendaraan listrik tersebut.

Dalam draf pemberian insemtif itu disebutkan bahwa setiap KBL berbasis baterai akan diberikan insentif pembebasan atau pengurangan pajak daerah, antara lain Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Petikan ini disebutkan pada Bab III, Pemberian Insentif, pasal 17, ayat 3. Artinya, pemilik KBL bisa bebas dari pajak tahunan, alias gratis.

Disebutkan juga beberapa keringanan lain, mulai dari penecualian dari pembatasan penggunaan jalan tertentu, bebas biaya parkir waktu melakukan pengisian baterai di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

Ada pula insentif yang diberikan dari sektor hulu di industri, mulai dari keringanan atau pembebasan impor kendaraan atau komponen KBL, baik dalam bentuk completely knocked-down (CKD) atau incompletely knock-down (IKD). Juga termasuk impor barang modal atau permesinan yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan industri. Kemudian, pengurangan atau pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

https://money.kompas.com/read/2019/07/18/102534126/susi-dan-jonan-sentil-sri-mulyani-soal-insentif-mobil-listrik-sejauh-mana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke