Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dibanding 2018, Luas Baku Sawah 2019 Naik Jadi 7,46 Juta Ha

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil menyatakan luas lahan baku sawah pada 2019 bertambah jika dibandingkan tahun 2018.

“Data lahan baku sawah 2019 seluas 7.463.948 hektar (ha) atau menunjukkan penambangan 358.000 ha dibanding tahun lalu," kata Sofyan saat mengumumkan luas lahan baku sawah di Kementerian Pertanian, Selasa (4/2/2020).

Data tersebut diperoleh berdasarkan kajian bersama yang dilakukan sejumlah kementerian atau lembaga terkait.

Lebih lanjut, Sofyan mengungkapkan alasan luas lahan baku sawah tahun 2019 lebih besar dari tahun 2018. Pada saat itu berdasarkan peta satelit Kementerian ART/BPN, sawah pasang surut saat musim hujan tak terekam karena terendam air.

“Ternyata area yang terendam air itu, saat musim kemarau adalah sawah yang digunakan bercocok tanam,” ungkap Sofyan.

Sebagai informasi, berdasarkan rilis Kementerian ATR/BPN, Jawa Timur menempati posisi pertama luas lahan baku sawah terbesar seluas 1,21 juta ha.

Jawa Tengah 1,04 juta ha, Jawa Barat 928.218 juta ha, Sulawesi Selatan 654.818 ha dan Sumatera Selatan 470.602 ha.

Sementara itu, bila dibandingkan dengan tahun 2013, justru terjadi penurunan luas lahan baku sawah 28.700 ha.

“Ternyata area yang terendam air itu, saat musim kemarau adalah sawah yang digunakan bercocok tanam,” ungkap Sofyan.

Sebagai informasi, berdasarkan rilis Kementerian ATR/BPN, Jawa Timur menempati posisi pertama luas lahan baku sawah terbesar seluas 1,21 juta ha.

Jawa Tengah 1,04 juta ha Jawa Barat 928.218 juta ha, Sulawesi Selatan 654.818 ha dan Sumatera Selatan 470.602 ha.

Meski naik dibandingan tahun lalu, tapi luas lahan baku sawah 2019 menurun 28.700 ha bila dibandingkan dengan tahun 2013. 

“Penurunan tersebut dikarenakan adanya konversi lahan yang dilakukan,” katanya.

Ia pun memastikan setiap lembaga dan kementerian yang terlibat dalam proses validasi menyepakati data yang sudah dikoreksi dan dirilis hari ini.

“Nanti dari semua kementerian dan lembaga ini sepakat bahwa yang kami verifikasi ini betul-betul data sebenarnya, yakni lahan sawah sebagaimana ketentuan yang telah disepakati,” ujarnya.

Lembaga dan kementerian tersebut yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian ATR/BPN, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 

Sofyan menambahkan, setiap informasi yang terkumpul diverifikasi kembali berdasarkan pendekatan spasial.

“Berdasarkan poligon 2013 kami verifikasi kembali, sehingga didapatkan data yang disepakati oleh semua pihak yang terlibat,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan akhirnya memiliki data tunggal luas lahan baku sawah.

“Data kami sudah punya. Data yang paling benar tetap dari Tuhan, tapi kan kita punya kemampuan dan ilmu pengetahuan membangun margin error sampai 5 persen,” ungkapnya.

Penyempurnaan dalam berbagai tahapan penghitungan luas lahan baku sawah itu juga berpengaruh terhadap produksi padi 2019.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, dengan menggunakan luas lahan baku sawah tersebut, penghitungan ulang juga dilakukan terhadap luas panen dan produksi padi.

“Pada 2019, luas panen padi diperkirakan sebesar 10,68 juta ha dengan produksi sebesar 54,60 juta ton Gabah Kering Giling (GKG),” imbuhnya.

Agriculture War Room

Selain rilis luas lahan baku sawah tahun 2019, pada saat yang sama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melakukan soft launching Agriculture War Room.

Ruangan tersebut berisi alat pemantau untuk memperbarui data pertanian di Indonesia secara berkala.

Data yang disajikan dalam ruangan yang diklaim mirip pentagon di Amerika Serikat itu meliputi luas lahan baku sawah, pasokan pupuk, hingga luas panen.

“Ruangan ini sama dengan ruangan di Pentagon di Amerika. Kami perang dari sini, aktivitas dan data pertanian dari sini,” kata Syahrul.

Ruangan yang dilengkapi dengan layar LED berbentuk memanjang itu menampilkan data-data akurat dari seluruh Indonesia.

“Misalnya jika di Pasuruan ada yang bilang kekurangan pupuk, maka dari sini (AWR) saya bisa melihat di mana lokasi desanya, kecamatannya, dan kabupaten yang klaim kurang pupuk,” ujarnya.

“Saya juga bisa lihat intervensinya pupuk sudah sampai mana. Apakah di lini 4, lini 5 atau lini 1. Kita lihat dari sini,” tambah Syahrul.

Selain memantau kasus kekurangan pupuk di lapangan, dari ruang kendali itu juga bisa diketahui mana saja area yang sedang hujan, termasuk daerah yang akan memasuki masa panen.

“Kami akan melihat dari sini apakah suatu wilayah sudah tanam atau belum. Berapa mesin Alsintan yang jalan hari ini,” jelasnya.

Informasi dalam ruangan itu juga mencakup pemetaan kawasan yang sedang mengalami kenaikan harga dan penurunan harga bahan pangan.

“Kami cek apakah informasi di lapangan hanya rumor, analisa-analisa, atau asumsi-asumsi. Sekarang enggak boleh asumsi karena kita punya data. Itulah pentingnya AWR,” katanya.

Agriculture War Room tersebut juga difungsikan sebagai pusat komando strategis pembangunan pertanian dalam menggerakkan seluruh stakeholder pertanian.

Komponen sarana prasarana AWR Pusat Komando Strategis pembangunan Pertanian Nasional ini meliputi kelompok ruang interior, peralatan kelistrikan, pengaturan suhu, jaringan internet, jaringan video call, video processor, komputer, dan video interaktif.

https://money.kompas.com/read/2020/02/04/201530826/dibanding-2018-luas-baku-sawah-2019-naik-jadi-746-juta-ha

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke