Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bisnis Bob Hasan, Julukan Raja Hutan dan Kedekatan dengan Soeharto

JAKARTA, KOMPAS.com - Mohammad Hasan atau Bob Hasan, taipan bisnis kayu lapis di era Presiden Soeharto yang juga dikenal dengan raja hutan, meninggal dunia pada Selasa (31/3/2020) di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Bob Hasan meninggal dunia di usia 89 tahun setelah berjuang melawan kanker yang telah lama dideritanya. Bisnisnya sempat sangat berjaya di zaman Orde Baru. Kedekatannya dengan penguasa saat itu tak lepas dari statusnya sebagai anak angkat perwira tinggi TNI AD, Gatot Subroto.

Bisnis Bob Hasan terentang luas di sektor kehutanan lewat perusahaannya Kalimanis Group yang saat itu banyak mendapatkan konsesi HPH (Hak Pengusahaan Hutan) di hutan Kalimantan dan Sumatera.

Perusahannya semakin berkibar lantaran jadi eksportir kayu lapis terbesar dari Indonesia di era 1990-an. Dia juga sempat menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI).

Bisnis besarnya di sektor kehutanan membuat Bob Hasan mendapatkan julukan sebagai Raja Hutan. Selain merambah ke industri hilir hutan seperti kayu lapis dan pulp, perusahaannya juga meluas ke berbagai sektor seperti otomotif, asuransi, dan keuangan. Dia juga berekspansi ke bisnis media dengan mendirikan Majalah Gatra.

Sosoknya juga tak lepas dari kontroversi. Dia dituding sebagai pengusaha yang jadi penyebab kerusakan hutan tropis di Indonesia.

Diberitakan Harian Kompas, 31 Agustus 1993, Bob Hasan menjawab berbagai tudingan yang dialamatkan kepadanya. Bob mengatakan, sebenarnya Indonesia hanya memotong hutan kurang dari 0,2 meter kubik/tahun/ha.

Jadi luas hutan Indonesia yang 143 ha, hanya dipotong kayunya sejumlah 30 juta meter kubik per tahun. Sedang hutan di Midwest, telah dijadikan ladang kedelai atau AS bagian selatan yang menjadi ladang kapas.

Ia berpendapat, serangan negara maju itu lebih disebabkan kekhawatiran bahwa Indonesia akan menjadi pesaing mereka di dalam perdagangan internasional.

Hal itu sudah tampak dalam pengenaan bea masuk sebanyak 8,2 persen terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke AS, sementara Brasil hanya empat persen, sedang Filipina dan Malaysia bebas.

Indonesia, menurut Bob Hasan, merupakan satu-satunya negara yang memberikan alokasi khusus terhadap proyek penghutanan kembali sebesar 450 dollar AS per tahun.

"Jadi tidak benar kalau kita ini dituduh negara yang merusak hutan. Kita ini malah satu-satunya negara yang sudah melakukan inventarisasi hutan," kata Bob Hasan saat itu.

"Untuk kayu lapis diameter minimal pohon yang diperlukan adalah 50 cm, itu saja sudah berarti dilakukan sistem tebang pilih," kata dia.

Sedang untuk industri kertas yang tidak membutuhkan diameter tertentu, Bob Hasan mengakui memang melakukan tebang habis, namun itupun telah diimbangi dengan penanaman kembali di hutan tanaman industri.

"Dan untuk penanaman ini bisa memperkerjakan tenaga kerja hingga 50.000 orang setiap tahunnya," tutur Bob Hasan.

Bob Hasan pula yang mendirikan pabrik bubur kertas PT Kiani Kertas. Tahun 1994, perusahaannya membangun pabrik pulp pertama di Kalimantan Timur di atas areal seluas 400 ha.

Pembangunan pabrik bubur kertas itu menelan dana sebesar 875 juta dollar AS (Rp 1,7 triliun). Dana tersebut, sebagian akan dibiayai dengan modal sendiri sebesar 130 juta dollar AS.

Meski menggarap banyak bisnis di sektor kehutanan, profil Bob Hasan dikenal banyak menghabiskan aktivitasnya di bidang olahraga. Dia tercatat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) sejak tahun 1976.

https://money.kompas.com/read/2020/04/01/083342826/bisnis-bob-hasan-julukan-raja-hutan-dan-kedekatan-dengan-soeharto

Terkini Lainnya

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke