Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Maskapai Hadapi Dampak Covid-19, Tarif Batas Atas Perlu Dikaji Ulang?

JAKARTA, KOMPAS.com - Maskapai penerbangan di seluruh dunia menghadapi dampak pagebluk virus corona. Ini termasuk pula maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia.

Meski sempat dihentikan untuk menghindari penyebaran virus corona, namun sejumlah penerbangan di Tanah Air kembali dioperasikan. Tentunya dengan patuh pada protokol kesehatan.

Salah satunya adalah dengan pembatasan kapasitas tempat duduk penumpang menjadi antara 50 hingga 70 persen.

Ini pun dilakukan untuk memenuhi pembatasan fisik atau physical distancing di dalam penerbangan.

Dalam kondisi normal baru atau new normal ini, meskipun penerbangan telah diizinkan untuk kembali beroperasi, namun maskapai belum sepenuhnya meraup pendapatan besar. Sebab, pembatasan kapasitas pastinya berdampak pada pendapatan.

Di sisi lain pun ada tarif batas atas (TBA) tiket pesawat yang masih berlaku saat ini.

Dengan kondisi seperti saat ini, apakah sudah saatnya tarif batas atas ditinjau ulang?

Ridha Aditya Nugraha, dosen Program Studi Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya dengan spesialisasi Hukum Udara dan Antariksa mengungkapkan, saat ini ada dua hal yang menjadi dua sisi mata uang, yakni protokol kesehatan dan pemulihan ekonomi atau bisnis.

Di satu sisi ada aturan terkait protokol kesehatan dalam penerbangan, termasuk pembatasan kapasitas pesawat 50 persen. Namun di sisi lain, kondisi keuangan maskapai juga dapat dikatakan sedang buruk.

Kondisi ini pun ditambah dengan masih diterapkannya tarif batas atas.

"Indonesia hanya satu dari sedikit negara di ASEAN yang masih memiliki tarif batas atas," kata Ridha ketika berbincang dengan Kompas.com, belum lama ini.

Ia memberi contoh adalah Thailand yang memiliki pangsa pasar penerbangan domestik yang cukup besar namun sudah tidak menerapkan tarif batas atas. Begitu pula dengan Malaysia.


Menurutnya, aturan batasan kapasitas pesawat sebesar 50 persen otomatis akan mengurangi jumlah penumpang dan pendapatan maskapai. Di sisi lain, tarif batas atas juga dipandang belum mendukung bisnis maskapai.

Persilangan antara dua kondisi tersebut kemungkinan membuat maskapai terbang untuk merugi.

"Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi Indonesia, apakah perlu merevisi peraturan (tarif) batas atas, yang di peraturan sebelumnya sudah dibilang dimungkinkan, atau era penerbangan murah sudah hilang saat era pandemi ini?" ujar Ridha.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menaikkan tarif batas atas (TBA) pesawat untuk penumpang kelas ekonomi.

Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 88 Tahun 2020 tentang Penetapan Sementara Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Selama Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Adapun kenaikan tarif tersebut paling sedikit 50 persen dari TBA sesuai kelompok pelayanan yang ditetapkan.

Ada beberapa pertimbangan membuat Luhut harus memutuskan kenaikan TBA angkutan udara.

Di antaranya, nilai tukar rupiah, harga jual avtur, serta biaya per unit yaitu biaya per penumpang untuk pesawat jet dan 40 persen untuk pesawat propeller yang disebabkan penerapan phsycal distancing selama masa PSBB.

"Yang mengakibatkan Badan Usaha Angkutan Udara hanya dapat menjual kapasitas pesawat udara di bawah 50 persen," sebut isi Kepmen ini.

Besaran TBA ini belum termasuk pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran wajib dana pertanggungan dari PT Jasa Raharja (Persero), biaya tambahan, serta tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U).

Adapun Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada hari ini resmi menghapus aturan batasan jumlah penumpang sebesar 50 persen dari total kapasitas angkut.

Melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020, Kemenhub mengubah aturan mengenai jumlah penumpang yang tadinya dibatasi sebesar 50 persen kapasitas pesawat.


Aturan itu tertuang dalam Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), menjadi tak diatur secara spesifik dalam aturan baru.

"Misalnya dalam PM 18 kapasitas penumpang pesawat maksimal 50 persen namun sekarang ada kemajuan yang berarti dalam menjaga protokol kesehatan melalui diskusi yang panjang dari INACA, para airline, dan gugus tugas dan kemenkes," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/6/20).

Aturan lebih detail mengenai operasional transportasi udara termuat dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Perhubungan Udara No 13 Tahun 2020.

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengungkapkan, pesawat bisa mengangkut penumpang berkisar antara 70-100 persen dari kepasitas angkut. Namun hal ini tergantung jenis armadanya.

https://money.kompas.com/read/2020/06/09/151207826/maskapai-hadapi-dampak-covid-19-tarif-batas-atas-perlu-dikaji-ulang

Terkini Lainnya

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke