Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal UMP, Pengusaha Minta Mendagri Beri Sanksi ke Anies Baswedan

KOMPAS.com - Kalangan pengusaha meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) memberikan sanksi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan atas keputusannya merevisi upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022 (UMP Jakarta 2022).

"Apindo bersama Kadin, kami meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang telah melawan hukum regulasi ketenagakerjaan," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani dilansir dari Antara, Senin (20/12/2021).

"Terutama dalam hal pengupahan (UMP Jakarta 2022), karena hal tersebut berpotensi menimbulkan iklim tidak kondusif bagi hubungan industrial dan perekonomian nasional," kata dia lagi. 

Hariyadi mengatakan dunia usaha juga meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan pembinaan atau sanksi kepada kepala daerah yang tidak memahami peraturan perundangan sehingga mengakibatkan melemahnya sistem pemerintahan, sebagaimana amanat UU 23 tahun 2014, Pasal 373.

Pengusaha juga akan menggugat aturan revisi tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang dikoordinasikan oleh Apindo DKI Jakarta. Namun, lanjut Hariyadi, pihaknya baru akan melayangkan gugatan setelah revisi UMP resmi diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) terbit.

"Kami juga mengimbau perusahaan untuk tidak menerapkan revisi UMP DKI yang telah diumumkan Gubernur DKI sambil menunggu keputusan PTUN berkekuatan hukum tetap," katanya.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz, dalam kesempatan yang sama menilai revisi UMP Jakarta 2022 yang baru keluar dari jalur yang telah disepakati bersama.

Ia pun menyayangkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena hal itu akan berdampak pada kepastian hukum dalam berinvestasi.

"Sangat aneh Pak Gubernur menetapkan jilid kedua, mungkin ada jilid ketiga lagi. Ini sekiranya yang sangat disayangkan. Kami hanya membutuhkan kepastian hukum, tidak berubah-ubah. Bukan masalah naik turunnya tapi dengan perubahan seperti itu jadi kami sebagai pelaku usaha kurang bisa memproyeksikan jalannya usaha itu," katanya.

Adi menuturkan revisi UMP tersebut tentu akan berdampak pada sejumlah kegiatan usaha, mulai dari pembelian bahan produksi, proses produksi, manajemen hingga pelayanan.

"Kiranya Bapak Anies Baswedan tetap berpedoman pada regulasi yang ada, yaitu UU Cipta Kerja dan PP 36/2021 tentang Pengupahan," katanya.

Adi menambahkan pihaknya akan tetap mengedepankan dialog dengan serikat pekerja dan buruh terkait keputusan pengupahan. Hal itu lantaran keputusan revisi yang disampaikan Anies Baswedan hanya berdasarkan diskusi dengan satu-dua serikat pekerja saja.

"Artinya clear itu tidak memenuhi prasyarat tripartit untuk ditetapkan Pak Anies. Kami dari pengusaha tetap memedomani yang pertama. Itu yang kami anggap sah sesuai regulasi yang ada di Indonesia," pungkas Adi.

Ia juga menyindir adanya dugaan kepentingan politik di balik revisi upah minimum provinsi DKI Jakarta tahun 2022.

"Apakah revisi ini ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik? Oh jelas. Itu jelas," ungkap dia.

Terlebih, lanjut Adi, Anies Baswedan beberapa waktu sebelumnya menyurati Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah agar mengubah formulasi perhitungan upah minimum DKI Jakarta.

"Padahal tidak ada korelasinya. Kalau mau minta perbaikan formula itu karena itu PP yang ditanda tangani Presiden, langsung saja ke Pak Presiden, kira-kira begitu," katanya.

Adi menilai dampak revisi UMP DKI Jakarta tahun 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen atau naik Rp 225.667 dari UMP 2021, sangat membingungkan kalangan pengusaha.

Pasalnya, masih menurut dia, hitungan rencana bisnis akan jadi tidak karuan karena kebijakan yang berubah-ubah.

"Investor dan kami sebagai pelaku usaha itu satu kata kuncinya, kepastian hukum dari pemerintah. Kepastian itu tidak berubah-ubah, maksudnya. Lha ini Pak Anies berubah-ubah," katanya.

Adi mengatakan mekanisme penentuan upah minimum provinsi harus dilakukan melalui mekanisme tripartit yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja yang di dalamnya ada unsur akademisi dan pakar.

Kalangan pengusaha pun, lanjut dia, hanya akan menerima penetapan UMP sebelum revisi karena ditetapkan melalui mekanisme yang sesuai aturan.

"Penetapan UMP (UMP Jakarta 2022) pertama yang deadline sebelum 21 November itu sudah melalui mekanisme yang ada. Pas, sah, kami bisa terima. Tapi kok ada jilid kedua. Jangan-jangan nanti mendekati 2024 ada jilid 10 mungkin. Itu yang kami khawatirkan, kan tidak karu-karuan. Yang kami persoalkan adalah mekanisme yang tidak benar dilakukan Pak Anies," katanya.

https://money.kompas.com/read/2021/12/20/223100226/soal-ump-pengusaha-minta-mendagri-beri-sanksi-ke-anies-baswedan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke