Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

IMF Wanti-wanti RI soal Tapering The Fed, Efeknya Bisa Kurang Ramah

Sebab, kenaikan inflasi AS yang awalnya hanya diperkirakan sementara, ternyata konsisten melonjak. Bahkan lonjakannya menjadi yang tercepat sejak hampir 4 dekade terakhir. Kenaikan inflasi ini kemudian menjadi faktor kunci pengetatan kebijakan moneter The Fed.

Selain inflasi, Covid-19 varian Omicron telah menimbulkan kekhawatiran tambahan. Hal ini membuat prospek pasar negara berkembang menjadi turut tak pasti.

"The Fed Federal Reserve menyebut perkembangan inflasi sebagai faktor kunci dalam keputusannya bulan lalu untuk mempercepat pengurangan pembelian aset," tulis IMF dalam laporannya, Selasa (11/1/2022).

Adapun The Fed diproyeksi menurunkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun 2022. IMF memproyeksi, pertumbuhan ekonomi AS bakal makin kuat dengan tingkat inflasi yang moderat di akhir tahun 2022, dipengaruhi oleh gangguan pasokan yang mereda.

Kondisi ini menunjukkan The Fed akan memperketat kebijakannya secara bertahap sehingga tekanan efek rambatan (spill over) kepada negara berkembang tidak akan begitu signifikan.

Mata uang pasar negara berkembang diproyeksi masih terdepresiasi, tetapi permintaan asing akan mengimbangi dampak dari kenaikan biaya pembiayaan.

"Jika tingkat kebijakan naik dan inflasi moderat seperti yang diharapkan, sejarah menunjukkan bahwa efek untuk pasar negara berkembang kemungkinan besar tidak berbahaya jika pengetatan dilakukan secara bertahap, terkirim dengan baik, dan sebagai respons terhadap pemulihan yang menguat," sebut IMF.

Kendati begitu, efek rambatan ke negara berkembang bisa saja kurang ramah. Jika inflasi upah AS meluas dan macetnya pasokan berlanjut, tekanan harga akan lebih tinggi dari yang diekspektasi. Hal ini bisa memicu naiknya suku bunga kebijakan yang lebih cepat.

Akibatnya, pasar keuangan terguncang dan kondisi keuangan global semakin ketat. Perkembangan ini dapat menyebabkan arus keluar modal asing dan depresiasi mata uang dari pasar negara berkembang.

Skenario seperti itu bisa lebih parah bagi negara-negara berkembang yang rentan, utamanya negara dengan utang publik dan swasta yang tinggi, eksposur valuta asing, dan saldo transaksi berjalan yang rendah sehingga membuat pergerakan mata uang relatif lebih besar dibanding dollar AS.

Tercatat, utang publik di negara berkembang naik hampir 10 poin persentase sejak 2019, atau mencapai sekitar 64 persen dari PDB pada akhir 2021 dengan variasi berbeda di seluruh negara.

Saat ekonomi berbalik arah, kerentanan akan meningkat, diperparah dengan lebih lambatnya pertumbuhan ekonomi.

"Kombinasi dari pertumbuhan yang lebih lambat dan kerentanan yang meningkat dapat menciptakan putaran umpan balik yang merugikan bagi ekonomi seperti itu," tulis IMF.

Untuk merespons tapering off bank sentral AS, IMF mengimbau seluruh negara berkembang menyesuaikan respons berdasarkan keadaan dan kerentanan masing-masing negara.

Negara yang memiliki kredibilitas kebijakan dalam menahan inflasi dapat memperketat kebijakan moneter secara lebih bertahap, sementara negara yang sudah mengalami inflasi tinggi harus bertindak cepat.

Dalam kedua kasus itu, negara berkembang harus merelakan mata uangnya terdepresiasi dan menaikkan suku bunga acuan. Jika pasar valuta asing dihadapkan pada kondisi tidak teratur, bank sentral dapat melakukan intervensi dengan cadangan devisanya.

Namun demikian, tindakan tersebut dapat menimbulkan pilihan yang sulit bagi pasar negara berkembang, antara mendukung ekonomi domestik yang lemah dengan menjaga harga dan stabilitas eksternal.

"Di sisi lain, memperluas dukungan untuk bisnis di luar langkah-langkah yang ada, dapat meningkatkan risiko kredit dan melemahkan kesehatan jangka panjang lembaga keuangan dengan menunda pengakuan kerugian," tandas IMF.

https://money.kompas.com/read/2022/01/11/164654326/imf-wanti-wanti-ri-soal-tapering-the-fed-efeknya-bisa-kurang-ramah

Terkini Lainnya

PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Whats New
Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Whats New
Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Whats New
5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

Work Smart
Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Whats New
Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Whats New
Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Whats New
Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Whats New
Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Whats New
Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Whats New
Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Whats New
Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Whats New
InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke