Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peta Jalan Inovasi Ekonomi Nasional

Dengan berinovasi, para usahawan bisa menghadirkan produk-produk baru untuk menyelesaikan masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan baru dalam masyarakat di satu sisi dan juga bisa memperbaiki tingkat efisiensi dan produktifitas di sisi lain.

Yang tidak mampu beradaptasi atau menolak berinovasi akan digoncang oleh disrupsi teknologi karena dianggap melawan takdir kapitalisme.

Bahkan, kata Schumpeter, proses "creative destruction" adalah napas dari keberlanjutan kapitalisme. Jadi memang pada awalnya inovasi adalah milik pelaku bisnis alias para kapitalis.

Management guru, Peter Drucker, dalam bukunya "Innovation and Enterpreneur" menyebut bahwa inovasi adalah perkara bagaimana para pemilik modal dan enterpreneur memanfaatkan peluang dan mengubah tantangan menjadi kesempatan.

Hari ini, konsep besar inovasi ikut berkembang sesuai tuntutan zaman. Adam Seagal dalam buku "Advantage" meredefenisi kata inovasi menjadi "science based research" dengan mengacu pada pengalaman para inovator dan enterpreneur Amerika, mulai dari Thomas Alfa Edison, Tesla, Graham Bell, sampai Wirght bersaudara, di mana semuanya melakukan riset ilmiah dalam mengembangkan produknya.

Karena itu saat ini ramai-ramai pakar mengaitkan inovasi dengan dana riset.

Tapi Daniel Breznitz dari Georgia Tech melonggarkan maknanya, karena melihat pesatnya perkembangan teknologi di China.

Terkadang, katanya, inovasi tidak melulu lahir dari riset ilmiah kampus untuk produk baru, tapi juga karena adopsi inovasi yang sudah ada dan adaptasi proses yang lebih efisien untuk produktifitas yang lebih tinggi.

Misalnya, adopsi model produksi massif ala Hendri Ford yang berhasil mendisrupsi industri otomotif Amerika seabad lalu dengan menginisiasi proses manufaktur perakitan mobil Ford (diawali dengan pengenalan model T) untuk kuantitas yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah.

Kini kita dapat dua bagian penting inovasi. Pertama adalah produk, kedua adalah proses. Keduanya untuk produk baru, untuk efisiensi, dan untuk produktifitas yang lebih tinggi.

Lepas dari itu, kini kita juga dapat dua institusi yang menjadi tonggak inovasi, yakni enterpreneur (dunia usaha) dan kampus (science community).

Tapi di Indonesia keduanya cenderung berjalan sendiri-sendiri.

Michael Auslin dalam buku barunya, "The End of Asian Century” menyebut dunia kampus di Indonesia bernasib sama dengan negara Asia lainya, kurang pembiayaan, terutama untuk penelitian.

Lebih miris lagi, belakangan para ilmuwan kampus juga terbawa-bawa pembelahan politik layaknya politisi.

Mereka sibuk mendukung para politisi pilihan mereka dengan senjata ilmiah yang mereka punya. Termasuk berlomba-lomba untuk duduk di bangku komisaris dan direksi BUMN

Untuk itu, kita perlu pihak ketiga yang akan mengawinkan kedua institusi tersebut sekaligus mendukung pembiayaan dan menguatkan institusi ekonominya, yakni pemerintah.

Riset perlu diinisiasi untuk kreasi atau adopsi teknologi dan proses untuk meningkatkan produktifitas perekonomian nasional.

Misalnya, riset untuk produk turunan dari CPO yang berlimpah yang digadang-gadang oleh Jokowi tak akan diekspor lagi secara mentah-mentah.

Ada banyak produk turunan CPO yang bisa diupayakan, agar tidak diekspor mentah-mentah. Bisa diolah menjadi cokelat, selai cokelat, lipstik, margarin, selai mentega, sabun, minyak kelapa sawit, kue kering, mi instan, sampo, biodiesel, dan lainya.

Atau riset untuk hasil lanjutan peternakan sapi, kerbau, ikan tilapia, ikan laut, dan lainya.

Misalnya bagaimana daging sapi bisa meniru daging wagyu di Jepang, dikemas dalam bentuk frozen meat untuk pasar lokal, nasional, plus pasar ekspor. Atau pengembangan masif frozen filet ikan nila.

Atau produk turunan untuk komoditas jagung, selain untuk pakan ternak, boleh jadi popcorn bermerek atau lainya, dengan kualitas tinggi.

Atau pula kreasi proses agar hasil panen bawang dan sayur-sayuran berlipat dan hasilnya bisa lebih tahan lama, bisa dikirim ke negara tetangga.

Atau bagaimana produksi jagung, padi, kelapa, buah-buahan, sawit rakyat, dll, berlipat dengan luas lahan yang tetap.

Tak lupa juga untuk peningkatan kualitas dan aggregat produk manufaktur nasional via introduksi teknologi-teknologi baru yang tidak mencederai eksposure ketenagakerjaan kita. Dan seterusnya

Dengan kata lain, ada banyak celah untuk riset. Semua itu untuk peningkatan produktifitas ekonomi nasional.

Dengan begitu, target pertumbuhan bisa dipasang mulai dari 7 persen, 8 persen, 9 persen, bahkan 10 persen.

Dengan 10 persen, maka tak sampai 10 tahun PDB nasional berlipat dua. Hanya dua periode kepresidenan.

Setelah itu, kita bisa mengasumsikan PDB per kapita juga meningkat 50-80 persen dalam 10 tahun. Kalau hanya 5 persen, butuh waktu 15-20 tahun untuk berlipat dua. Sangat lamban.

Jika produktifitas berlipat dua, masyarakt desa dan kota akan naik pendapatannya. Pasar untuk segala macam produk dan jasa akan berlipat dua.

Masyarakat desa dan kota yang meningkat pendapatannya akan meningkatkan konsumsi. Mereka akan membeli segala hal, mulai dari perlengkapan rumah tangga baru, teknologi baru, makanan dan sayuran dengan nutrisi yang lebih sehat, pakaian yang lebih baik, rumah baru, motor dan mobil baru, tempat wisata yang lebih menghibur, segala baru, bahkan mungkin pasangan baru, dan lainya.

Di sisi lain, masyarakat juga akan memperbesar porsi pendapatannya untuk tabungan (saving) dan investasi serta akan belanja modal untuk meningkatkan produksi.

Artinya, capital formation membesar di lembaga keuangan karena tabungan pihak ketiga meningkat.

Bank-bank kecipratan dana pihak ketiga yang lebih besar, yang bisa disalurkan kembali untuk kredit bisnis, mulai dari bisnis besar, sedang, dan UMKM.

Kondisi ini banyak sedikitnya memerlukan kebijakan represi finansial. Pemerintah perlu mendorong perbankan untuk melonggarkan kredit pada sektor-sektor yang disponsori pemerintah, terutama sektor yang berinovasi, dengan tetap mengedepankan asas profesionalisme dan transparansi untuk menghindari patologi institusi ekonomi layaknya Orde Baru.

Tak lupa, riset dan terobosan juga diperlukan agar hasil perekonomian masuk ke pasar global. Ekspor sangat perlu dijadikan sasaran, bisa 20-30 persen dari total produksi sektor unggulan nasional.

Disiplin ekspor ini sangat diperlukan. Pertama untuk mengajarkan para enterpreur dan dunia usaha beradaptasi dengan pasar global, sehingga mereka terus berjuang menjaga daya saing.

Kedua, agar para enterpreneur dan dunia usaha punya kocek tebal dalam dollar, yang akan membuat mereka berkemampuan untuk mendorong (membeli) transfer teknologi dari luar tanpa terpengaruh fluktuasi nilai tukar dan tanpa menunggu investor asing.

Dengan kocek terisi dollar, dunia usaha leluasa membeli teknologi baru dari luar untuk meningkatkan daya saing (karena membeli teknologi di pasar global tentu pakai dollar).

Inilah resep Jepang, Taiwan, dan Korsel menjadi negara maju, tanpa banyak tersentuh investasi asing.

Sementara China, karena alasan geopolitik alias bukan bagian dari sekutu (tidak mendapat supervisi dan bantuan teknis dari Amerika), memerlukan foreign direct investment untuk transfer teknologi, di mana perusahaan-perusahaan besar dari barat melakukan joint venture dengan dunia usaha China.

Bagaimana memulainya? Mulailah sekarang. Itu kata kunci pertama. Bisa dengan membentuk entitias atau otoritas baru atau menginisiasi divisi inovasi ekonomi di kantor kepresidenan, yang diduduki oleh anak-anak muda visioner yang mengerti inovasi, mengerti bisnis, mengerti kebijakan ekonomi, dan mengerti peta sosial politik alias tidak hanya mengerti bermain pencitraan di media sosial.

Lalu keberpihakan fiskal adalah selanjutnya. Harus diperjuangkan penambahan dana untuk inovasi yang akan dikelola oleh divisi baru tersebut agar bisa menjalin kerja sama dengan kampus-kampus.

Seratus milliar atau lima ratus milliar per tahun atau sekian triliun, terserah (hanya contoh, bigger is better), yang akan disalurkan kepada ratusan kelompok peneliti yang berkolaborasi dengan entitas bisnis terkait.

Mereka akan bekerja dan berkolaborasi secara adhoc dengan kampus-kampus dan entitas-entitas bisnis, misalnya.

Dan tak lupa, pemerintah juga perlu mendorong perusahaan besar negara dan swasta, terutama yang sehat dan bonafid, untuk menambah alokasi anggaran CSR untuk inovasi yang bermanfaat dan bisa digunakan oleh aktor-aktor ekonomi di seluruh Indonesia, bukan hanya untuk perusahaan mereka sendiri, sembari mendorong riset untuk peningkatan berbagai jenis pelayanan pemerintah, terutama pelayanan sektor bisnis.

Sementara di sisi lain, pemerintah perlu mendorong pembentukan dan penguatan institusi ekonomi, terutama di daerah-daerah, mulai dari Bumdes, kelompok tani, kelompok peternak, koperasi usaha, komunitas kreatif, komunitas adat, asosiasi bisnis, dan lainya, untuk mengadopsi hasil riset para peneliti.

Untuk jangka panjang, dunia pendidikan perlu ditingkatkan daya saingnya, lebih mengarah pada penguatan kapasitas keilmuan (science), teknologi, dan vokasional, bersamaan tentunya dengan penguatan iman dan taqwa.

Untuk menstimulasinya, pemerintah perlu menginisasi mekanisme pendidikan yang lebih kompetitif.

Diperlukan ajang kompetisi keilmuan, terutama untuk bidang yang terkait dengan STEM (science, technology, engineering, and match), mulai dari level kabupaten/kota sampai ke tingkat provinsi dan nasional.

Langkah ini adalah investasi jangka panjang untuk nasional dan daerah, agar ke depan tersedia SDM-SDM asli Indonesia yang inovatif dan kompatibel dengan tuntutan zaman.

Pendeknya, inovasi adalah mekanisme untuk menghasilkan produk baru, perbaikan efisiensi, produktifitas yang lebih baik, dan untuk pembentukan nilai tambah.

Semuanya berpengaruh positif terhadap PDB nasional dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Inovasi adalah input yang fleksibel, dibanding lahan dan tenaga kerja, yang cenderung konstan bahkan berkurang.

Dengan inovasi, Dinasti Qing China menjadi dinasti dengan konstribusi terbesar pada GDP dunia pada abad 16 sampai 17-an awal.

Dengan inovasi, revolusi industri di Inggris dan improvisasinya di Amerika membuat China tertinggal di belakang kemudian.

Lalu dengan inovasi, Jepang menyusup ke barisan negara-negara industri maju. Dan dengan mengadopsi Jepang, Korea Selatan dan Taiwan mengekor di belakang Jepang.

Semuanya diulas dengan apik oleh penerima nobel ekonomi Angus Madisson, sejarawan ekonomi, dalam buku tenarnya "Contour of World Economy" sepuluhan tahun lalu.

Lalu sejak 1980-an, terutama setelah China bergabung dengan WTO, China kembali ke jalur inovasi dan bersiap-bersiap menyalip Amerika dua dekade mendatang, setelah melewati Jerman dan Jepang beberapa tahun lalu.

Jadi sebenarnya sudah jauh kita tertinggal. Tapi tertinggal tidak berarti tidak berangkat. Selalu ada kereta menuju stasiun kemajuan.

Selama inovasi ekonomi yang diinisiasi dipahami dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, inovasi ekonomi akan menjadi barang publik yang akan diterima dan didukung oleh publik.

Karena itu, sangat penting untuk membumikan inovasi ekonomi di Indonesia, alias menjadikan inovasi ekonomi semerakyat wajah Jokowi.

Bukan begitu, Pak De Jokowi?

https://money.kompas.com/read/2022/06/22/121617526/peta-jalan-inovasi-ekonomi-nasional

Terkini Lainnya

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Whats New
[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

Whats New
Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Whats New
3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

Whats New
Singapore Airlines Group Pesan 1.000 Ton Bahan Bakar Berkelanjutan dari Neste

Singapore Airlines Group Pesan 1.000 Ton Bahan Bakar Berkelanjutan dari Neste

Whats New
10 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat HP Antiribet

10 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat HP Antiribet

Spend Smart
Cara Transfer Pulsa Telkomsel dan Biayanya

Cara Transfer Pulsa Telkomsel dan Biayanya

Spend Smart
Pertamina Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite kepada Masyarakat

Pertamina Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite kepada Masyarakat

Whats New
Jumlah Kantor Cabang Bank Menyusut pada Awal 2024

Jumlah Kantor Cabang Bank Menyusut pada Awal 2024

Whats New
Viral Video Pejabat Kemenhub Ajak Youtuber Korea ke Hotel, Menhub Minta Kasus Diusut

Viral Video Pejabat Kemenhub Ajak Youtuber Korea ke Hotel, Menhub Minta Kasus Diusut

Whats New
Pengertian Ilmu Ekonomi Menurut Para Ahli dan Pembagiannya

Pengertian Ilmu Ekonomi Menurut Para Ahli dan Pembagiannya

Earn Smart
Apa yang Dimaksud dengan Persamaan Dasar Akuntansi?

Apa yang Dimaksud dengan Persamaan Dasar Akuntansi?

Earn Smart
Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Whats New
Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke