Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Saatnya Berbagi Cuan Tambang dengan Lingkungan dan Masyarakat Sekitar

Tak pelak, kinerja perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah Indonesia menghijau sejak awal tahun ini.

Mereka terlihat berlomba-lomba membukukan keuntungan jumbo di kuartal pertama tahun 2022, meskipun tidak beroperasi dalam kapasitas penuh karena faktor permintaan dan faktor teknis lapangan.

Lihat saja, perusahaan tambang nikel, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) beserta entitas anak usahanya membukukan kenaikan laba bersih pada kuartal I/2022, meskipun produksi justru mengalami penurunan.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, laba bersih pada 3 bulan pertama 2022 menembus 67,64 juta dollar AS atau sekitar Rp 983,19 miliar (kurs Rp 14.534 per dolar AS 9 Mei 2022).

Laba bersih tersebut 100,7 persen lebih tinggi dibandingkan dengan laba bersih kuartal I/2021 sebesar 33,69 juta dollar AS (year on year)

Keuntungan tersebut didapat dari harga realisasi rata-rata yang meningkat menjadi 17.432 dollar AS per ton sepanjang kuartal I/2022. Sementara pada kuartal I/2021 harga realisasi rata-rata hanya 13.912 dollar AS per ton.

Di sisi lain, produksi tercatat menurun. Volume produksi nikel dan matte Vale tercatat turun menjadi 13.827 ton pada kuartal I/2022, dari 17.015 ton pada kuartal IV/2021 dan 15.198 ton pada kuartal I/2021.

Volume penjualan juga turun menjadi 13.486 ton dibandingkan dengan volume pada kuartal I/2021 sebesar 14.847 ton.

Sementara untuk komoditas batu bara, keuntungan perusahaan tambang PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang moncer pada kuartal I-2022 juga layak dijadikan acuan.

Baru tiga bulan berjalan tahun 2022, Adaro sudah membukukan laba bersih sebesar 400,07 juta dollar AS atau sekitar Rp 5,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.480 per dollar AS).

Perolehan laba tersebut meroket 457,6 persen dibandingkan dengan 71,75 juta dollar AS laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, PT Adaro Energy Indonesia Tbk membukukan EBITDA operasional sebesar 755 juta dollar AS, dan berhasil mempertahankan marjin EBITDA operasional yang kuat sebesar 62 persen. Adapun laba inti untuk periode ini mencapai 484 juta dollar AS, atau naik 341 persen yoy.

Laba inti tidak termasuk komponen non operasional setelah pajak sehingga mencerminkan kinerja tanpa efek akuntansi.

Namun dari sisi operasional, penjualan batu bara pada tiga bulan pertama 2022 justru tercatat turun 3 persen yoy menjadi 12,20 juta ton, sementara produksi batu bara turun 6 persen yoy menjadi 12,15 juta ton.

Berbeda dengan komoditas nikel yang mengalami penurunan produksi karena pelemahan permintaan dari China, penurunan produksi batu bara justru lebih disebabkan oleh faktor teknis, yakni hujan lebat yang memengaruhi aktivitas penambangan pada kuartal tersebut.

Dua perusahaan besar ini adalah representasi dari fakta bahwa dunia pertambangan sedang berpesta dari berkah kenaikan harga komoditas dunia.

Laba bersih dari para pemain tambang, baik batu bara, nikel, atau para pemain komoditas CPO yang juga berpesta pora dengan mengorbankan kepentingan rakyat Indonesia atas minyak goreng, sering berbanding terbalik dengan keadaan lingkungan dan kondisi masyarakat di sekitar kawasan lingkar tambang.

Alam di mana mereka tinggal menjadi korban atas akselerasi keuntungan perusahaan tambang.

Beberapa hari lalu, 500 keluarga terdampak banjir yang menerjang Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Senin (27/6) petang.

Dalam rilis resmi pemerintah setempat, penyebabnya adalah intensitas hujan yang tinggi. Namun sudah menjadi rahasia publik bahwa bencana banjir dan sejenisnya baru mulai menghampiri daerah ini sejak perusahaan-perusahaan tambang mulai masif mengeruk nikel di sana.

Perlu diketahui, Bahodopi adalah kecamatan di mana Kawasan Ekonomi Khusus pengolahan Nikel berada.

Suara-suara kritis, baik dari tokoh lokal maupun aktivis lingkungan tentang minimnya komitmen lingkungan dari perusahaan-perusahaan tambang adalah salah satu penyebab utama mulai meningkatnya intensitas bencana di Bahodopi dan daerah-daerah tambang lainnya.

Saya yakin hal yang sama juga dialami oleh daerah-daerah tambang komoditas batu bara.

Karena itu, sejatinya saat ini adalah waktuyang tepat bagi perusahaan untuk memperbesar alokasi anggaran untuk membalas budi kepada alam yang telah menyediakan komoditas mentah tersebut.

Menurut hemat saya yang pernah cukup lama bergelut dengan dunia tambang nikel, meskipun ada penurunan permintaan dari China untuk komoditas nikel dan gangguan teknis produksi batu bara, tingginya harga internasional kedua komoditas ini akan memicu perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan produksi demi nominal keuntungan yang lebih besar di kuartal-kuartal selanjutnya.

Artinya, peningkatan produksi akan menambah kerusakan dan beban lingkungan, yang risikonya akan dituai oleh masyarakat lokal di kemudian hari.

Karena itu, situasi pasar dan lonjakan harga saat ini harus dimanfaatkan dalam dua sisi oleh perusahaan-perusahaan tambang.

Pertama peningkatan eksploitasi harus atau mutlak diimbangi dengan upaya masif untuk perbaikan lingkungan (reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang, misalnya).

Dengan begitu, maka dampak negatif lebih lanjut dapat dimitigasi di saat perusahaan benar-benar mampu secara fiskal.

Bahkan hari ini, jelang KTT G20, komitmen semacam ini menjadi sangat penting untuk menunjukkan wajah Indonesia di mata dunia bahwa aktivitas eksploitasi pertambangan dan arah pembangunan ekonomi nasional selalu selaras dan sejalan dengan agenda perlindungan lingkungan.

Kedua, secara teknis fiskal, komitmen pada kelestarian lingkungan dalam bentuk program rehabilitasi lahan, misalnya, bisa langsung dengan mengalokasikan keuntungan perusahaan dalam bentuk belanja langsung (bukan keuntungan semata-mata dijadikan saving, tapi spending) di periode tercatatnya keuntungan.

Artinya, setiap kenaikan persentase keuntungan perusahaan, selayaknya diikuti dengan kenaikan persentase alokasi anggaran untuk pelestarian lingkungan.

Anggaran untuk rehabilitasi lahan bekas tambang tersebut, sebenarnya tidak hanya berfungsi untuk meminimalisasi dampak lingkungan dari aktifitas penambangan dan pengolahan hasil tambang, tapi juga memiliki multiplier effect karena secara teknis akan menjadi kegiatan ekonomi produktif di daerah yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat (terutama masyarakat pedesaan dan masyarakat di sekitar lokasi tambang).

Kegiatan semacam itu tentu menjadi sangat penting untuk mendukung pemulihan ekonomi akibat Covid 19 (economic recovery), tanpa harus mengandalkan belanja pemerintah dari APBN-APBD.

Saya ingin menyimpulkan bahwa sudah selayaknya peningkatan keuntungan yang dibukukan oleh perusahaan-perusahaan tambang akibat fluktuasi harga komoditas dunia diimbangi dengan peningkatan komitmen fiskal perusahaan untuk pelestarian lingkungan.

Akan menjadi sangat tidak adil rasanya jika keuntungan besar yang diraih hanya dinikmati oleh shareholder dan top level manajemen perusahaan, sementara alam dan masyarakat di mana perusahaan mengeksploitasi komoditas tambang justru terlupakan.

Jadi sudah saatnya kenikmatan keuntungan tersebut segera dialihkan sebagian menjadi pesta kolaborasi rakyat dan perusahaan untuk membalas budi kepada alam dan lingkungan, sebelum terjadi bencana-bencana menyakitkan lainnya.

Oleh karena itu, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) juga sebaiknya tidak perlu ragu untuk mendorong penerapan percepatan rehabilitasi lingkungan pada lahan bekas tambang.

Urgensi seperti yang telah disebutkan di atas harusnya telah lebih dari cukup sebagai justifikasi bagi ESDM untuk memaksa perusahaan tambang melakukan reklamasi.

Kalau perlu, pemerintah dapat menunda persetujuan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) bagi perusahaan yang tidak mencapai target keberhasilan reklamasi secepat mereka membuka lahan untuk dieksploitasi.

https://money.kompas.com/read/2022/07/05/075036626/saatnya-berbagi-cuan-tambang-dengan-lingkungan-dan-masyarakat-sekitar

Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke