Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Waktu Penghapusan Pungutan Ekspor Sawit Dinilai Terlalu Singkat

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022 yang menyebut tarif pajak pungutan ekspor pada seluruh produk dari tandan buah segar (TBS), kelapa sawit, produk sawit, bungkil, palm oil, used cooking oil, dan crude palm oil menjadi Rp 0 per metrik ton.

Namun sesudah tanggal 31 Agustus 2022 yakni per 1 September 2022, pemerintah akan memberlakukan tarif pajak ekspor CPO dan produk turunannya bersifat progresif atau menyesuaikan dengan harga di pasar global.

Namun pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori meragukan kemungkinanan keberhasilan kebijakan tersebut. Ia menilai, penghapusan tarif selama 1,5 bulan terlalu singkat untuk berdampak pada peningkatan harga TBS.

"Ini merupakan langkah lanjutan pemerintah di tengah tekanan harga TBS yang amat rendah di dalam negeri. Apakah ini akan berhasil? Belum tentu. Bisa berhasil, bisa juga tidak. Karena per 1 September akan berlaku aturan lama, artinya relaksasi ini hanya berlaku sekitar 1,5 bulan," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Menurutnya waktu 1,5 bulan tak cukup memadai untuk membantu ekspor industri ini pulih kembali, setelah pemerintah sempat menyetop ekspor minyak goreng, CPO, dan bahan baku turunan pada 28 April 2022 yang kemudian dibuka kembali per 23 Mei 2022.

Khudori mengatakan tidak mudah bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pembeli pasca kontrak-kontrak sebelumnya ditangguhkan hanya dalam 1,5 bulan. Selain itu, pelaku usaha juga kesulitan mendapatkan kapal untuk mengangkut barang.

"Disrupsi logistik dan rantai pasok membuat kompetisi mendapatkan kapal angkut menjadi sangat sengit. Apalagi harganya sedang pun naik," imbuhnya.

Selain itu, eksportir masih harus memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Sehingga meskipun ekspor sudah dibuka kembali, tetapi pemberlakuan DMO dan DPO menjadi hambatan untuk ekspor.

"Sepertinya dua hal ini yang membuat ekspor masih jauh dari pulih," kata dia.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam seluruh rantai pasok di industri sawit, posisi petani paling rentan. Maka ketika ekspor masih tertahan dan kilang-kilang CPO penuh, pabrik kepala sawit (PKS) menahan pembelian TBS dari petani.

Di pasar global kata Khudori, kondisi harga CPO memang ada kecenderungan turun, meski tidak drastis, tetapi berbeda dengan harga CPO domestik di pasar lelang Dumai yang justru harganya turun drastis. Menurutnya, ini fenomena yang aneh di pasar terbuka.

"Ini fenomena aneh, mengapa bisa terjadi? Sepertinya ini bisa dijelaskan dari bagaimana konfigurasi posisi para pihak dalam rantai pasok industri sawit," kata dia.

"PKS, pengusaha, dan industri punya daya tawar tinggi. Mereka bisa mendikte harga pasar. Di sisi lain, petani, terutama petani sawit mandiri, berada pada posisi paling rentan. Mereka jadi korban dari industri yang pasarnya dikuasi para pelaku kuat," papar Khudori.

https://money.kompas.com/read/2022/07/18/200300726/waktu-penghapusan-pungutan-ekspor-sawit-dinilai-terlalu-singkat-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke