Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

28 Negara Antre Jadi "Pasien" IMF, Bahlil: Tidak Hanya Negara Berkembang

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menyatakan, saat ini sudah terdapat 28 negara yang mengantre untuk mendapatkan bantuan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Ini merupakan imbas dari kondisi perekonomian global yang tengah tertekan.

Namun demikian, pemerintah tidak bisa memerinci negara mana saja yang sudah antre menjadi pasien IMF. Pasalnya, lembaga internasional itu belum mengungkapkannya.

Namun demikian, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa bukan hanya negara berkembang yang menunggu suntikan dana IMF. Dengan kata lain, terdapat kemungkinan negara maju juga masuk ke dalam daftar 28 negara yang antre jadi pasien IMF tersebut.

"Sampai dengan tadi malam kami mengecek belum diumumkan negara-negara mana saja, tapi indikasinya tidak hanya negara berkembang, tapi juga mungkin juga negara-negara yang bukan berkembang bisa kena," kata dia, di Jakarta, Rabu (12/10/2022).

Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu mengakui, saat ini kondisi perekonomian global tidak baik-baik saja. Ini merupakan dampak dari rentetan sejumlah peristiwa.

Menurut dia, kondisi perekonomian global sudah mulai mengalami tekanan sejak 2017 akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). Hal ini kemudian diperparah dengan kehadiran pandemi Covid-19 pada 2020.

Konflik geopolitik yang berujung perang antara Rusia-Ukraina kemudian memperkeruh perekonomian dunia pada awal tahun ini. Rentetan dampak perekonomian muncul dari konflik tidak berkesudahan itu.

"Ini yang betul-betul kena. Tahu enggak dampaknya? Ini pangan sama energi, ini hampir semua terkena termasuk Indonesia," ucap Bahlil.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan, hampir semua negara di dunia saat ini mengalami inflasi. Belum lagi ada dampak dari perubahan iklim dan situasi geopolitik yang memperparah krisis ekonomi dan energi.

Menurut Jokowi, dengan situasi yang ada sekarang ini, negara mana pun dapat terlempar dengan cepat.

"Apabila tidak hati-hati dan tidak waspada, baik dalam pengelolaan moneter dan pengelolaan fiskal, apalagi setelah perang Rusia dan Ukraina, kita tahu, pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 yang sebelumnya diperkirakan 3 persen, terakhir sudah diperkirakan jatuh di angka 2,2 persen," jelas Jokowi saat membuka Investor Daily Summit, Selasa (11/10/2022).

"Inilah yang sering disampaikan membayar harga dari sebuah perang. Yang harganya sangat mahal sekali, tetapi dengan ketidakpastian yang tadi saya sampaikan kita harus tetap optimistis," tegasnya.

https://money.kompas.com/read/2022/10/12/164000426/28-negara-antre-jadi-pasien-imf-bahlil-tidak-hanya-negara-berkembang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke