Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memperkuat Mesin Ekonomi via Transformasi Edukasi

Amerika Serikat (AS) ada di puncak, disusul Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Tiongkok, Italia, Kanada, Meksiko, dan Brasil.

Di daftar 10 raksasa ekonomi, hanya ada dua negara Asia yang muncul. Seiring waktu berjalan, Asia tumbuh menjadi powerhouse baru dalam peta ekonomi global. Kebangkitan industrialisasi Tiongkok dan India menjadi lokomotif ekonomi Asia.

Dua dekade berselang, hingga 2021, Amerika Serikat (AS) memang masih ada di puncak daftar perekonomian terbesar dunia dengan gross domestic product (GDP) sebesar 22.996 miliar dollar AS. Tiongkok menempel ketat di posisi dua dengan GDP senilai 17.734 miliar dollar AS.

Di daftar 10 besar, raksasa ekonomi Asia terus merangsek. Ada Jepang di posisi 3, India posisi 6, dan Korea Selatan di posisi 10.

Di mana posisi Indonesia? Dengan GDP sebesar 1.186 miliar dollar AS, Indonesia saat ini masih ada di ranking 16 dunia.

Namun, peta ekonomi ini bergerak dinamis. Riset dari berbagai institusi global menyebut, powerhouse Asia akan makin kuat dan bakal mendominasi ekonomi dunia.

Terbaru, riset Goldman Sachs yang dirilis awal Desember ini menyebut bahwa tahun 2050 akan menjadi momentum penting bagi Asia.

Pada tahun itu, Asia akan mendominasi puncak perekonomian dunia. Tiongkok akan mengkudeta Amerika Serikat yang sudah puluhan tahun ada di ranking 1 dunia. India yang pada 2021 ada di posisi 6 akan naik ke ranking 3.

Inilah kabar gembiranya, posisi 4 negara dengan ekonomi terbesar dunia akan diduduki Indonesia. Ya, Indonesia yang pada 2021 masih ada di posisi 16, akan terus merangsek ke posisi 4 pada 2050.

Proyeksi Goldman Sachs ini sejalan dengan beberapa institusi global lainnya. Misalnya, PricewaterhouseCoopers (PwC) yang juga memproyeksi dominasi Asia tahun 2050. Bedanya, Tiongkok dan India akan ada di posisi 1 dan 2.

Amerika Serikat di peringkat 3 dan Indonesia di posisi 4. Setali tiga uang, The Economist Intelligence Unit (EIU) juga memproyeksi Indonesia akan menjadi pemain kunci dalam perekonomian global dan menduduki peringkat 4 ekonomi terbesar dunia pada 2050.

Relasi ekonomi dan pendidikan

Kita bisa berdecak kagum melihat cerahnya potensi ekonomi Indonesia masa depan. Namun jangan sampai lengah.

Proyeksi ekonomi disusun atas berbagai asumsi yang melibatkan begitu banyak komponen yang terkait dengan daya saing suatu negara.

Market domestik yang begitu besar dengan 270 juta penduduk tentu menjadi faktor krusial. Namun, potensi market domestik saja tak cukup untuk menjadi kekuatan daya saing Indonesia.

Infrastruktur yang selama ini menjadi salah satu titik lemah daya saing Indonesia, sudah mendapat perhatian serius era pemerintahan Presiden Jokowi.

Transformasi di bidang infrastruktur menjadi modal penting bagi lepas landasnya perekonomian Indonesia.

Namun, ini harus dibarengi dengan transformasi di berbagai bidang lain, agar titik-titik lemah dalam struktur daya saing Indonesia bisa terus diperkuat. Salah satu yang harus serius diperhatikan adalah transformasi sektor pendidikan.

Mengapa? Kualitas sektor pendidikan di negara-negara maju menjadi bukti empiris betapa pentingnya pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa.

Ekonom peraih Nobel T.W. Schultz menyebut, investasi pada pendidikan berkorelasi erat dengan tingkat kenaikan income penduduk yang selanjutnya memperkuat daya beli dan menjadi mesin pendorong ekonomi.

Riset Bank Dunia, Education Strategy 2020: Learning for All, Investing in People’s Knowledge and Skills to Promote Development, menegaskan bahwa investasi pada kualitas pendidikan menjadi faktor penunjang pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berkelanjutan.

Pendidikan berkualitas tidak hanya menjadi faktor naiknya produktivitas tenaga kerja yang membuka jalan untuk memperoleh income yang lebih tinggi, tapi juga memperkuat kemampuan adaptif individu terhadap pesatnya perkembangan teknologi.

Sehingga, selain memperkuat daya beli, peningkatan kemampuan adaptif individu secara kolektif akan memperkuat daya saing negara di peta kompetisi global.

Namun, lagi-lagi, meningkatkan kualitas pendidikan bukan perkara mudah. Mismatch antara lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja sudah menjadi isu krusial dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Pada 2018, Bank Dunia menyebut estimasi bahwa Indonesia akan mengalami kekurangan 9 juta tenaga kerja yang terampil di bidang teknologi informasi sepanjang periode 2015 – 2030.

Ini tentu menjadi tantangan besar yang harus dipecahkan oleh dunia pendidikan di Indonesia agar gap atau kesenjangan tersebut bisa diisi dengan lahirnya generasi muda yang terampil di bidang teknologi informasi dan berbagai bidang lainnya.

Gap di sektor pendidikan juga harus direspons dengan serius. Kita perlu mengingat pernyataan Mendikbudristek Nadiem Makarim tentang gap adopsi teknologi yang makin terlihat di kala pandemi.

Lembaga pendidikan di wilayah yang lebih maju bisa lebih cepat beradaptasi dengan kebutuhan pemanfaatan teknologi, baik dari sisi infrastruktur teknologi maupun kemampuan pengajar dan murid.

Sementara itu, di daerah yang belum maju, penguasaan teknologi masih kurang. Gap teknologi ini memperlebar ketidakdilan dalam akses pendidikan yang berkualitas.

Kesenjangan dalam literasi dan penguasaan teknologi menjadi tantangan besar jika Indonesia ingin memperluas akses pendidikan berkualitas.

Jangkauan pemerintah tentu terbatas. Data Statistik Indonesia 2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, dari total 3.115 perguruan tinggi (PT) yang ada di bawah naungan Kemendikbudristek, hanya 125 atau 4 persen yang merupakan perguruan tinggi negeri (PTN), adapun 2.990 lainnya adalah perguruan tinggi swasta (PTS).

Dari sisi jumlah mahasiswa, total ada 7.369.009 mahasiswa, hanya 40 persen atau 2.994.015 yang menuntut ilmu di PTN, sedangkan 4.374.994 mahasiswal lainnya di PTS.

Karena itulah, kolaborasi menjadi kata kunci yang sangat menentukan. Kontribusi pihak swasta sangat penting untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan.

Tantangan lainnya adalah, pintu kampus tak mudah ditembus oleh semua orang. Data Kemendikbudristek menunjukkan, dari sekitar 3,7 juta pelajar lulusan SMA, MA, dan SMK setiap tahun, hanya 1,8 juta atau 48 persen yang bisa melangkah ke jenjang pendidikan tinggi.

Adapun 1,9 juta atau lebih dari separo lainnya tak terserap oleh perguruan tinggi. Alasannya, sebagian besar karena keterbatasan ekonomi maupun daya tampung bangku kuliah.

Memperkuat adopsi teknologi

Berbagai tantangan dalam sektor pendidikan tak bisa diselesaikan secara business as usual. Harus ada terobosan dan inovasi agar gelombang transformasi pendidikan bisa melaju lebih cepat dan menjangkau lebih luas.

Kurikulum Merdeka yang sudah digulirkan Kemendikbudristek menjadi pemantik transformasi sektor pendidikan, termasuk pendidikan tinggi.

Pesatnya perkembangan education technology (edutech) bisa menjadi game changer dalam proses transformasi ini.

Satu hal yang mesti diingat, edutech tidak hanya sebatas konsep e-learning atau meng-online-kan proses belajar mengajar, tapi lebih luas dari itu, karena mencakup skema Learning Management System (LMS).

Selain mengembangkan inovasi pembelajaran melalui skema e-learning untuk mempermudah mahasiswa dan dosen mengakses sumber knowledge, LMS juga mentransformasi sistem administrasi perguruan tinggi sehingga proses pembelajaran, riset, dan operasional perguruan tinggi bisa berjalan lebih efektif dan efisien.

Solusi ini tidak saja bisa membuka peluang lebih luas bagi kampus untuk menerima mahasiswa, tapi juga membantu kampus yang masih dalam tahap berkembang, khususnya di luar Jawa, untuk bisa mengejar kualitas pendidikan agar bisa setara dengan kampus-kampus yang sudah mapan.

Dengan begitu, gap pendidikan yang selama ini menjadi isu bisa direspons dengan lebih baik.

Namun sekali lagi, ini pekerjaan besar yang membutuhkan kolaborasi banyak pihak. Di sinilah, IndoSterling Group melalui PT IndoSterling Technomedia Tbk (TECH) ikut berkontribusi melalui pengembangan platform Edufecta.

Dengan konsep one stop solution, Edufecta kini menjadi bagian penting dari gerakan besar transformasi Pendidikan tinggi di Indonesia.

Hingga Desember 2022, tidak kurang dari 1.000 kampus di Indonesia telah merasakan manfaat dari hibah optimalisasi pemanfaatan Edufecta yang berkolaborasi dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI).

Selain itu, 800 perguruan tinggi yang tergabung dalam Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM) juga masuk dalam ekosistem besar Edufecta.

Dengan semangat kolaborasi, benih transformasi pendidikan Indonesia yang kita tebar saat ini, akan terus tumbuh dan memperkuat struktur daya saing Bangsa Indonesia.

Sehingga, proyeksi berbagai institusi global yang menyebut Indonesia akan menjadi raksasa ekonomi terbesar ke-4 dunia pada tahun 2050, bisa menjadi kenyataan.

https://money.kompas.com/read/2022/12/19/115310126/memperkuat-mesin-ekonomi-via-transformasi-edukasi

Terkini Lainnya

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintah Anda

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang "Toxic" ke Dalam Pemerintah Anda

Whats New
Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke Jastiper

Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke Jastiper

Whats New
Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Rilis
Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Whats New
Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Whats New
Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi 'Trading'

Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi "Trading"

Earn Smart
Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Whats New
Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke