Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hendra Sugandhi menilai kebijakan dan program KKP khususnya kebijakan penangkapan ikan terukur harus pro pelaku usaha.
"Kebijakan dan program KKP khususnya kebijakan penangkapan ikan terukur harus pro pelaku usaha. Karena (bila) persyaratan memberatkan dan merugikan sehingga usaha tidak layak, maka pelaku usaha akan tetap memilih setop operasi," katanya kepada Kompas.com, Kamis (29/12/2022).
Penangkapan ikan berbasis kuota diyakini dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui kepengurusan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).
Namun kebijakan itu diharapkan tidak digunakan dalam rangka memaksa pelaku usaha memperpanjang SIPI demi mengejar target PNBP.
Saat ini kata Hendra, jumlah pelaku usaha perikanan yang mengantongi SIPI dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) sedang menurun.
"Pemaksaan memperpanjang SIPI untuk mengejar PNBP merupakan solusi yang keliru. Penurunan jumlah SIPI dan SIKPI harus dicari penyebab utamanya," kata dia.
"Jika usaha penangkapan ikan rugi, maka pelaku usaha akan setop operasi. Namun jika menguntungkan pelaku usaha tidak perlu dipaksa memperpanjang SIPI tapi akan berlomba-lomba mendukung kebijakan penangkapan ikan terukur," sambungnya.
Dia menjelaskan, penangkapan ikan berbasis kuota itu terbagi pada zona industri di atas 12 mil dan zona nelayan lokal di wilayah teritorial yang merupakan kewenangan provinsi dan kabupaten atau kota.
"Kalau yang dimaksud menyasar apakah harus bayar PNBP itu tergantung wilayah mancingnya kalau di atas 12 mil ya harus bayar. Kalau di bawah 12 mil tetap dicatat hasil tangkapannya dilaporkan ke KKP tapi dipungut retribusi daerah," jelas Hendra.
https://money.kompas.com/read/2022/12/29/193000226/apindo-kebijakan-penangkapan-ikan-berbasis-kuota-harus-pro-pelaku-usaha