Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Perbedaan UMK dan UMR yang Kerap Disalahpahami

KOMPAS.com - Mungkin masih banyak orang yang awam perbedaan UMK dan UMR. Penyebutan UMR secara resmi sejatinya sudah dipakai sejak pemerintahan Orde Baru. 

Kendati UMP dan UMK dipakai secara resmi untuk menyebut upah minimum, namun rupanya, masih banyak orang yang lebin suka menggunakan istilah UMR dalam penyebutan upah minimum. Lantas apa sebenarnya perbedaan UMR dan UMK?

Sebagai informasi saja, penetapan upah minimum selalu menjadi perdebatan di setiap penghujung tahun. Pembahasan upah minimum selalu diikuti dinamika, baik dari kalangan buruh maupun pengusaha.

Perbedaan UMK dan UMR

Secara umum, upah minimum merupakan standar yang ditetapkan pemerintah agar pengusaha membayar upah pekerja dengan layak. Yang mana upah minimum kenaikannya ditetapkan setahun sekali.

Selain upah minimum kabupaten/kota (UMK), dikenal pula istilah Upah Minimum Provinsi (UMP). Jika UMK merupakan ketetapan upah minimum di tingkat kabupaten kota, maka UMP berlaku untuk provinsi.

UMP yang ditetapkan oleh gubernur, lazimnya akan jadi patokan bagi para bupati atau wali kota untuk memutuskan UMK di daerahnya.

Itu sebabnya, pengumuman ditetapkannya UMP akan dirilis lebih dulu oleh gubernur. Baru kemudian para bupati dan wali kota akan mengusulkan UMK ke gubernur.

Apabila wali kota dan bupati belum menetapkan UMK hingga sampai batas waktu yang ditetapkan gubernur, maka kabupaten/kota akan menggunakan UMP sebagai upah minimum.

Setelah semua bupati dan wali kota mengusulkan upah minimumnya masing-masing, gubernur baru akan mengesahkan usulan dan mengumumkannya secara resmi ke publik.

Kenapa UMR jadi UMK?

Istilah UMR yang diganti UMP dan UMK ini baru muncul belakangan di tahun 2000.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 mengubah sejumlah pasal pada aturan lama, termasuk istilah UMR, seperti Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 01 Tahun 1999 maupun regulasi yang terbit di era Presiden Soeharto.

Di era Orde Baru hingga beberapa tahun pasca-Reformasi, UMR dibagi menjadi dua, yakni UMR tingkat I atau setingkat provinsi, dan UMR tingkat II atau upah minimum setingkat kabupaten/kota.

Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, UMR Tingkat I diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP).

Sementara, UMR Tingkat II diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Sebelum penggunaan istilah UMP dan UMK, semua penyebutan upah minimum menggunakan UMR, baik Tingkat I maupun Tingkat II.

Selain UMK dan UMP, ada dua istilah lain dalam aturan pengupahan. Pertama, Upah Minimum Sektoral (UMS) Provinsi, sebelumnya bernama Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I.

Adapun, di tingkat kabupaten/kota, dikenal dengan Upah Minumum Sektoral (UMS) Kabupaten/Kota. Sebelumnya, sebelumnya menggunakan istilah Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I.

Karena lama digunakan sejak era Orde Baru hingga pasca-reformasi, maka orang sudah terbiasa akrab dengan istilah UMR dibandingkan UMK dan UMP yang baru muncul belakangan.

Masih banyak orang di Tanah Air, terutama generasi yang lahir sebelum tahun tahun 2000, lebih familiar dengan UMR. Meski sejatinya tidak ada beda UMR dan UMK.

Penetapan UMR dilakukan melalui proses panjang yang melibatkan buruh, pengusaha, dan pemerintah (tripartit).

Dalam proses penetapannya, tim yang disebut Dewan Pengupahan melakukan survei kebutuhan hidup pekerja dari kebutuhan pangan, sandang, hingga rumah yang kemudian diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Kesimpulannya, tidak ada perbedaan UMR dan UMK secara harfiah, penyebutan istilah tersebut berubah karena mengikuti nomenkelatur resmi dari pemerintah. Jadi sudah tahu perbedaan UMK dan UMR? 

https://money.kompas.com/read/2023/01/15/100147526/ini-perbedaan-umk-dan-umr-yang-kerap-disalahpahami

Terkini Lainnya

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke