Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tantangan dan Peluang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan dan Pengawasan Perilaku Pasar

Berdasarkan data yang dihimpun Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS-SJK), terdapat 1.791 pengaduan konsumen yang diterima sepanjang tahun 2022. Jumlah itu meningkat dari jumlah pengaduan tahun sebelumnya sebesar 1.354 pengaduan.

Pengaduan terbanyak dari konsumen sektor perbankan yaitu 821 pengaduan, disusul sektor fintech (357 pengaduan), pembiayaan (302 pengaduan), asuransi (265 pengaduan), dan pasar modal (32 pengaduan). Permasalahan yang kerap diadukan konsumen adalah soal fraud eksternal, termasuk di dalamnya penipuan, pembobolan rekening, skimming dan cyber-crime.

Hal lainnya yang kerap menjadi masalah yaitu restrukturisasi dan relaksasi kredit, perilaku petugas penagihan, kesulitan pengajuan klaim asuransi, sanggahan transaksi, permasalahan agunan/jaminan, sistem layanan informasi keuangan, permasalahan bunga, denda dan pinalti, dugaan penyalahgunaan data pelanggan, ketidaksesusaian produk dan layanan, dan lain sebagainya.

Kerugian yang diderita korban bervariasi hingga mencapai triliunan rupiah. Sebagai contoh, total kerugian yang dialami oleh lebih dari 23.000 nasabah KSP Indosurya mencapai Rp 106 triliun (Kompas.com, 2/2/2023). Contoh lainnya, kerugian yang diderita nasabah Asuransi Wanaartha akibat kasus gagal bayar klaim mencapai Rp 15 triliun (Kompas.com (21/11/2022).

Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terjadi lonjakan kerugian investasi bodong tahun 2022 hingga mencapai lebih dari Rp 117 triliun yang diklaim diakibatkan penggunaan aplikasi robot trading (Kompas.id, 21/2/22).

Data-data tersebut hanya mengungkapkan puncak dari gunung es yang menerpa sektor jasa keuangan di negara kita. Sejatinya masih banyak kasus yang terpendam dan tidak terungkap di permukaan. Namun tak ayal permasalahan-permasalahan tersebut bagaikan bara dalam sekam, menyebar dari mulut ke mulut di masyarakat, menjadi sebuah bom waktu yang siap meledak dan meluluhlantakkan sendi-sendi sektor keuangan.

Kegagalan dalam mengidentifikasi dan memitigasi permasalahan di sektor jasa keuangan sejak dini dapat menimbulkan dampak yang masif dan sistemik. Hal ini dikarenakan di antara setiap pelaku dalam sektor jasa keuangan memiliki keterkaitan, baik secara struktural maupun dalam berbagai aktivitas transaksi yang dilakukan.

Perlindungan konsumen keuangan menjadi sebuah syarat mutlak yang tak dapat ditawar-tawar lagi untuk mewujudkan sistem keuangan yang sehat dan stabil. Harus dipahami bahwa fondasi dari seluruh bangunan sistem keuangan yang ada saat ini adalah semata berasal dari kepercayaan masyarakat. Tanpa adanya kepercayaan masyarakat selaku pengguna instrumen dan produk keuangan, maka aliran dana akan bergerak melambat, yang tentu saja pada akhirnya akan memengaruhi pergerakan aktivitas di sektor riil.

Usaha Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Sejak awal didirikannya, OJK telah diberi tugas melakukan perlindungan kepada masyarakat atas produk dan jasa keuangan yang diatur dan diawasinya. Tugas ini tertuang dalam UU Nomor 21 Tahun 2011, Pasal 28 hingga pasal 31.

Perlindungan kepada konsumen dan masyarakat tersebut dilaksanakan berdasarkan lima prinsip yaitu: (1) Edukasi yang memadai; (2) Keterbukaan dan transparansi informasi; (3) Perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab; (4) Perlindungan aset, privasi, dan data konsumen; dan (5) Penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien.

OJK berkomitmen untuk melaksanakan amanah tersebut secara serius dan sungguh-sungguh. Untuk itu, OJK membentuk satuan-satuan kerja yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen yang dipimpin dewan komisioner.

OJK juga membuat seperangkat peraturan yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan perlindungan konsumen. POJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan merupakan peraturan pertama yang diterbitkan OJK setelah didirikan.

OJK juga menyiapkan infrastruktur dan menyediakan berbagai kanal layanan pengaduan konsumen dan bekerja sama dengan berbagai lembaga yang memberikan advokasi terhadap perlindungan konsumen untuk memaksimalkan upaya terhadap perlindungan terhadap masyarakat.

Di sisi lain, pemahaman yang benar mengenai produk-produk jasa keuangan beserta risikonya akan mampu melindungi konsumen dan investor dari praktik-praktik yang merugikan. Karena itu OJK senantiasa melakukan upaya-upaya untuk mengedukasi dan meningkatkan literasi masyarakan akan produk dan jasa keuangan.

Usaha-usaha tersebut mulai menampakkan hasil. Dari sisi edukasi dan literasi keuangan, misalnya, data Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) menunjukkan nilai indeks literasi keuangan terus meningkat, mulai dari sebesar 29,70 persen tahun 2016, menjadi 38,03 persen tahun 2019. Tahun 2022 nilainya mencapai 49,68 persen.

Begitupun pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan yang melakukan praktik-praktik curang semakin diperketat. Sepanjang tahun 2022, SWI telah menghentikan kegiatan 895 entitas, dengan rincian 106 entitas investasi ilegal, 698 pinjaman online (pinjol), dan 91 gadai tak berizin (Bareksa.com, 2/1/2023).

Namun harus diakui bahwa masih dibutuhkan langkah-langkah yang lebih jauh lagi dalam melakukan perlindungan kepada masyarakat.

Pengawasan Perilaku Pasar dan Mekanisme Pengaduan

Lahirnya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan memberikan kewenangan yang lebih kuat kepada OJK untuk melakukan pengawasan perilaku pasar (market conduct). Pengawasan perilaku pasar sangat penting untuk menjaga keadilan dan kompetisi yang sehat di pasar, serta melindungi konsumen dan peserta pasar dari praktik yang merugikan.

Pengawasan terhadap perilaku pasar dilakukan secara onsite dan offsite terhadap berbagai aspek produk dan layanan, mulai dari desain, penyediaan informasi, penyampaian informasi, pemasaran, penyusunan perjanjian, pelayanan after-sales, hingga penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa. Pengawasan tersebut dilakukan melalui mekanisme evaluasi mandiri (self-evaluation), pemeriksaan tematik, pemeriksaan khusus, dan berbagai metode lainnya.

Selain mekanisme yang telah disebutkan di atas, OJK juga menerima pengaduan yang dilayangkan masyarakat melalui berbagai saluran yang disediakan, baik melalui surat tertulis, telepon, email, dan formulir pengaduan online. Semua aduan yang diterima melalui berbagai kanal tersebut kemudian diintegrasikan dalam Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) yang dimiliki OJK.

Pengaduan tersebut akan disalurkan kembali kepada PUJK terkait untuk diselesaikan terlebih dahulu secara internal dalam jangka waktu tidak lebih dari 20 hari kerja. Akan tetapi, OJK tetap akan melakukan investigasi terhadap setiap pengaduan yang dilayangkan konsumen.

OJK juga berwenang untuk memberikan rekomendasi dan saran penyelesaian pengaduan kepada PUJK dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki baik konsumen maupun PUJK, serta memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran perilaku pasar.

Di lain pihak, baik konsumen maupun PUJK berhak untuk melakukan usaha mediasi melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS-SJK) jika tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian sengketa. LAPS-SJK adalah sebuah lembaga independen yang bertugas menyelesaikan sengketa antara para pihak yang terlibat dalam sebuah konflik melalui cara-cara alternatif yang lebih cepat, murah, dan fleksibel daripada melalui proses litigasi di pengadilan.

Lembaga itu berdiri sejak 22 September 2020 oleh Self Regulatory Organizations (SROs) dan asosiasi-asosiasi di lingkungan sektor jasa keuangan. LAPS SJK menggantikan peran dan fungsi 6 LAPS yang ada sebelumnya di sektor jasa keuangan (yaitu BAPMI, BMAI, BMDP, LAPSPI, BAMPPI dan BMPPVI) dan sekaligus memperluas cakupannya pada penyelesaian sengketa di bidang fintech.

LAPS-SJK akan melakukan mediasi, arbitrase, dan memberikan pendapat yang bersifat mengikat kedua belah pihak.

Tantangan dan Peluang

Seperti yang telah dijelaskan di atas, perlindungan terhadap konsumen jasa keuangan dapat mencegah kerugian masyarakat akibat praktik penipuan dan kecurangan yang dilakukan oleh PUJK, meningkatkan kepercayaan dan partisipasi masyarakat dalam aktivitas keuangan, mendorong inovasi keuangan, dan menjaga kestabilan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu, OJK berupaya untuk melakukan perlindungan masyarakat dengan menegakkan empat pilar, yaitu:

  1. Infrastruktur, yaitu penyediaan saluran komunikasi, sistem dan infrastruktur untuk memudahkan konsumen keuangan dalam memberikan informasi, mendapatkan jawaban atas pertanyaan, dan menyelesaikan pengaduan/sengketa di sektor jasa keuangan; 
  2. Harmonisasi peraturan/kebijakan perlindungan konsumen untuk mengintegrasikan dan menyeimbangkan aspek kehati-hatian dan perilaku pasar;
  3. Pengawasan perilaku pasar, melalui implementasi kerangka regulasi tematik untuk PUJK;
  4. Edukasi dan komunikasi untuk mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat sehingga tercipta konsumen jasa keuangan yang kompeten dan berpengetahuan luas terkait produk dan jasa keuangan.

Namun, terdapat tantangan-tangan yang perlu dijawab OJK selaku regulator sektor jasa keuangan untuk meningkatkan efektivitas perlindungan terhadap konsumen. Pertama, pengawasan perilaku pasar membutuhkan sumber daya yang memadai, termasuk tenaga ahli dan teknologi.

Selanjutnya, kesadaran konsumen terhadap hak-hak mereka masih terbilang rendah di Indonesia. Hal ini membuat beberapa pelanggaran perilaku pasar dapat terjadi tanpa adanya pengaduan atau laporan dari konsumen.

Terakhir, perkembangan teknologi telah mengubah cara PUJK beroperasi dan memberikan tantangan baru dalam pengawasan perilaku pasar. Di samping itu, produk dan layanan jasa keuangan yang semakin kompleks membuat sulit untuk mengetahui adanya pelanggaran perilaku pasar yang terjadi.

Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, ke depannya OJK akan melakukan berbagai upaya untuk memperkuat regulasi dan kebijakan serta komitmen dalam penindakan pelanggaran perilaku pasar, meningkatkan sumber daya yang dimiliki, memanfaatkan teknologi terkini dalam melakukan pengawasan, melakukan edukasi untuk meningkatkan kesadaran konsumen akan hak dan kewajiban dalam transaksi keuangan, serta memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak terkait.

Dengan adanya perlindungan konsumen jasa keuangan yang baik, maka sektor jasa keuangan dapat berfungsi dengan baik dan konsumen akan merasa lebih aman dan nyaman dalam menggunakan produk dan layanan keuangan.

Disclaimer: Tulisan ini adalah opini pribadi, tidak mewakili sikap atau pendapat institusi.

https://money.kompas.com/read/2023/02/27/060000026/tantangan-dan-peluang-perlindungan-konsumen-jasa-keuangan-dan-pengawasan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke