KOMPAS.com - Otoritas kesehatan Taiwan mengumumkan salah satu produk mi instan dari Indonesia yang dijual di sana ditemukan mengandung zat pemicu kanker atau zat karsinogenik.
Menurut mereka, merek mi instan yang mengandung zat berbahaya di atas ambang batas aman bermerek "Indomie Rasa Ayam Spesial". Senyawa kimia ini terkait dengan penyebab penyakit kronis seperti limfoma dan leukemia.
Belakangan, Malaysia juga mengambil langkah serupa dengan menarik massal peredaran "Indomie Rasa Ayam Spesial" yang diimpor dari Indonesia.
Kasus ditolaknya produk merek mi instan asal Indonesia di luar negeri sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi. Produk andalan Wings Group, Mie Sedaap, juga pernah mengalami kejadian serupa di Taiwan dan juga Hong Kong.
Laris manis di Indonesia
Indomie besutan Indofood adalah penguasanya pasar mi instan di Indonesia. Produk ini laris manis di dalam negeri, jauh mengungguli para pesaingnya.
Tak hanya Indomie, Indofood juga menguasai pasar mi instan di Tanah Air lewat merek lainnya yang kerap dianggap sebagai strategi pengecoh (decoy) pasar antara lain Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie, hingga Nutrimi.
Sebagai informasi saja, Indofood merupakan konglomerasi bisnis bidang makanan yang dimiliki Grup Salim. Dikutip dari Harian Kompas, pada tahun 2022 saja, laba bersih emiten konsumer PT Indofood Sukses Makmur Tbk mencapai Rp 6,35 triliun.
Angka laba bersih ini sebenarnya melorot dibandingkan tahun 2021 yang mencapai Rp 7,66 triliun.
Adapun penjualan tetap Indofood naik 11,56 persen dari Rp 99,34 triliun menjadi Rp 110,83 triliun. Penjualan produk konsumen membukukan kenaikan terbesar, yakni mencapai Rp 65,25 triliun.
Dalam memproduksi varian mi instan, Indofood juga memercayakan pada anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Sebagai gambaran laris manisnya penjualan mi instan dari Grup Salim, bisa dilihat dari Annual Report 2021 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Di mana menurut perseroan, divisi mi instan menyumbang 70 persen dari total penjualan sebesar Rp 56,8 triliun pada 2021.
Sebagai perbandingan, divisi produk susu hanya berkontribusi sebesar 16 persen, divisi makanan ringan hanya menyumbang 6 persen, divisi penyedap rasa 4 persen, divisi nutrisi dan makanan khusus 2 persen, dan minuman 2 persen.
Masih menurut Laporan Tahunan 2021 ICBP, perusahaan mengoperasikan 31 pabrik mi instan di Indonesia, Malaysia, Afrika, Timur Tengah dan Eropa Tenggara, dengan total kapasitas produksi sekitar 34 miliar bungkus mi instan setiap tahunnya.
Di mana dari beberapa produk mi instan, merek Indomie adalah merek paling diunggulkan.
BPOM harus investigasi
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Badan POM (BPOM) harus segera melakukan audit dan investigasi atas penemuan dua produk mi instan dari Indonesia dan Malaysia yang dijual di Taipei, Taiwan, mengandung zat pemicu kanker atau zat karsinogenik oleh Departemen Kesehatan Taipei.
Ketua Pengurus Harian Tulus Abadi mengatakan, dengan dilakukannya investigasi terhadap penemuan tersebut juga bisa memastikan apakah mi instan yang dijual di Taiwan juga beredar di Indonesia dan mengandung cemaran etilen oksida.
"Atau produk ekspor itu terjadi kontaminasi zat karsinogenik ketika diproduksi di Indonesia. Tapi BPOM harus pastikan apakah ini ekspor saja atau beredar di Indonesia?" ujar Tulus Abadi kepada media.
Menurut Tulus, kalaupun nanti hasil audit Badan POM menyebutkan mi instan yang mengandung cemaran etilen oksida itu tidak ada di Indonesia, BPOM juga harus memastikan produk yang ada di dalam negeri aman dikonsumsi.
Lebih lanjut Tulus mengatakan, hingga saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida (EtO) dan 2-Kloroetanol (2-CE).
Namun, pedoman yang diterbitkan organisasi tersebut pada tahun 2019 mengatakan apabila belum ada maksimum level dari suatu kontaminan, maka digunakan batas maksimum kontaminan sebesar 0,001 mg/kg atau 1 mikrogram/kg.
Setiap negara menerapkan aturan batas maksimum residu etilen oksida yang berbeda-beda.
Singapura, misalnya, menetapkan residu etilen oksida pada rempah-rempah tidak boleh melebihi 50 parts per million atau ppm. Sedangkan di Amerika Serikat batas maksimalnya 7 ppm dan di Uni Eropa 0,1 ppm.
Menurut Tulus Abadi, meskipun ada perbedaan standar, jangan sampai parameter yang berlaku di Indonesia tertinggal dari negara lain.
"Karena temuan-temuan suatu zat berbahaya kan terus berkembang. Bisa saja suatu ketika tidak dinyatakan bahaya, tapi karena ada temuan baru dianggap berbahaya," kata Tulus Abadi.
https://money.kompas.com/read/2023/04/27/125207726/fenomena-indomie-laris-manis-di-indonesia-dicap-berbahaya-di-taiwan