Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerja Layak untuk Kelas Menengah: Yang Terlewat dari Visi Indonesia Emas 2045

Lima sasaran visi Indonesia Emas diturunkan menjadi delapan agenda transformasi, 17 arah pembangunan, dan 45 indikator utama.

Dua target paling ambisius untuk dicapai tahun 2045 adalah meningkatkan pendapatan per kapita ke angka 30.000 dollar AS (saat ini 4.500 dollar AS) dan menurunkan tingkat kemiskinan hingga 0,5 persen (saat ini 9,5 persen).

Meski tidak mustahil, target ini tentu sulit dicapai. Presiden Jokowi sendiri mengakui perlunya kita melakukan lompatan.

Strategi pembangunan tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan business as usual. Pertumbuhan ekonomi perlu konsisten di angka 7 persen per tahun; bandingkan dengan rata-rata pertumbuhan 5 persen selama periode kepemimpinan Jokowi.

Sementara tingkat penurunan kemiskinan mesti konsisten di angka 0,4 poin persentase per tahun; bandingkan dengan rata-rata penurunan 0,22 poin persentase per tahun selama periode ini.

Dari ragam agenda transformasi dan strategi turunan, upaya peningkatan jumlah kerja layak terlewat dalam pembahasan. Setidaknya belum saya temukan dalam dokumen termutakhir yang bisa diakses publik.

Padahal kerja layak adalah jalan keluar seorang individu dari jeratan kemiskinan. Di sisi lain, kerja layak juga jadi salah satu jalan untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Dengannya, ekonomi kita akan tumbuh pesat dan bisa keluar dari jebakan pendapatan menengah.

Kerja layak, pekerjaan untuk Kelas Menengah

Pembahasan tentang pentingnya kerja layak memang beberapa kali didiskusikan oleh Bappenas selama proses sosialisasi maupun dengar pendapat.

Yang paling sering dikutip adalah kajian dari World Bank (2021) yang memperkenalkan istilah Pekerjaan untuk Kelas Menengah (Middle Class Jobs).

Pekerjaan kelas menengah didefinisikan sebagai pekerjaan yang penghasilannya mencukupi dan dinilai aman dari perspektif seorang kelas menengah.

Dengan mengandalkan beberapa asumsi dan keterbatasan data survei tenaga kerja, World Bank menghitung bahwa jumlah pekerjaan kelas menengah Indonesia tahun 2018 hanyalah sebanyak 13 juta orang, atau sebesar 18 persen dari pekerja yang terdata.

Dengan kata lain, kebanyakan pekerjaan di Indonesia saat ini bukanlah kerja layak. Sejalan dengan terjadinya deindustrialisasi, pekerjaan kita saat ini masih didominasi oleh buruh tani dan pekerja di sektor jasa dengan produktivitas rendah.

Sebut saja di antaranya pedagang kaki lima, pengemudi ojek daring, dan pengusaha informal level mikro yang bisnisnya stagnan.

Untuk bisa mencapai visi Indonesia Emas 2045, Bappenas mengestimasi bahwa kebutuhan adanya kerja layak haruslah mencapai 80 persen dari seluruh pekerja. Artinya, kondisi saat ini harus berbalik dalam 22 tahun ke depan.

Sayangnya, target peningkatan kerja layak tidak dicantumkan dalam indikator pembangunan utama visi Indonesia Emas.

Terkait tenaga kerja, target yang dicanangkan hanyalah penurunan jumlah pengangguran. Seharusnya pemerintah juga mengakui masalah minimnya kerja layak di antara mereka yang sudah bekerja.

Selain contoh di atas, masih banyak juga pekerja tak dibayar dan pekerja di sektor formal yang tidak memiliki kontrak tertulis di Indonesia.

Sebelum bicara strategi lebih jauh, data survei tenaga kerja nasional perlu diperbaiki sehingga kita bisa melakukan monitor secara berkala.

Pemerintah perlu membuat definisi sendiri tentang kerja layak bagi kelas menengah Indonesia. Beberapa asumsi dalam mendefinisikan pekerjaan kelas menengah perlu dikaji kembali.

Sebagai contoh, asumsi World Bank di antaranya (1) penghasilan pekerjaan kelas menengah haruslah mencukupi bagi empat orang anggota keluarga, (2) besar penghasilan 3,5 kali batas kemiskinan, dan (3) setiap keluarga diasumsikan memiliki penghasilan ganda.

Dengan asumsi tersebut, tahun 2018, penghasilan seseorang yang bisa dikategorikan sebagai pekerjaan kelas menengah harus lebih dari Rp 3,75 juta.

Jika mengikuti kenaikan standar kemiskinan, artinya penghasilan pekerjaan kelas menengah tahun 2022 harus lebih dari Rp 5 juta. Dengan peningkatan tersebut, rasio pekerjaan kelas menengah kita malah turun ke angka 15 persen pascapandemi ini.

Kerja layak dan kebijakan hilirisasi

Lantas bagaimana caranya meningkatkan jumlah kerja layak bagi lebih dari seratus juta orang angkatan kerja Indonesia dalam 22 tahun ke depan?

Mau tidak mau, penciptaan kerja layak harus jadi agenda prioritas dan diikutsertakan dalam indikator utama pembangunan.

Ada banyak agenda pembangunan saat ini yang sebenarnya bisa sejalan dengan penciptaan kerja layak.

Pertama, soal hilirisasi. Seharusnya, parameter utama keberhasilan hilirisasi bukan hanya tentang nilai tambah produksi dan peningkatan volume ekspor produk turunan. Hilirisasi harus berkaitan dengan peningkatan kerja layak.

Dalam buku terbarunya Power and Progress, ekonom MIT Daron Acemoglu mengingatkan bahwa industrialisasi, otomasi, dan robotisasi tidak secara otomatis menyejahterakan para pekerja.

Jika tidak dikendalikan dan diarahkan dengan baik, bisa jadi sebaliknya yang terjadi: pekerjaan manusia malah tergantikan oleh mesin.

Acemoglu mengungkapkan bahwa inovasi dan teknologi akan berdampak baik untuk orang banyak jika peningkatan produktivitas berefek juga ke peningkatan jumlah pekerja dan peningkatan penghasilan mereka.

Jangan sampai surprus nilai produktivitas yang disebabkan oleh teknologi hanya menguntungkan para pemilik modal.

Keberhasilan hilirisasi nikel bisa menjadi contoh baik dan perlu ditingkatkan. Selama tujuh tahun terakhir (2015-2022), jumlah pekerja di sektor manufaktur meningkat signifikan di Sulawesi Tenggara (124 persen), Sulawesi Tengah (150 persen), dan Maluku Utara (580 persen) sebagai tiga daerah penghasil nikel terbesar di Indonesia.

Saat ini, hanya 14,2 persen tenaga kerja kita yang bekerja di sektor manufaktur. Untuk mengejar kontribusi 25 persen tahun 2045, tentu butuh upaya yang masif.

Orientasi penciptaan lapangan kerja layak harus menjadi prioritas dalam strategi hilirisasi sumber daya alam lainnya, di antaranya bauksit, timah, rumput laut, udang, dan lain lain.

Ke depannya perlu juga dilakukan asesmen tentang berapa banyak lapangan kerja di sektor lain yang tercipta sebagai dampak positif dari hilirisasi (local multiplier effect).

Sebagai contoh, pendirian pabrik baterai kendaraan listrik di Batang diharapkan tidak hanya menyerap tenaga kerja di sektor industri, tetapi juga menghidupkan sektor jasa yang ada di sekitarnya.

Kerja layak dan kebijakan kewirausahaan

Strategi pembangunan lainnya yang juga sejalan dengan upaya penyediaan lapangan kerja layak adalah program kewirausahaan.

Dalam dokumen visi Indonesia Emas 2045, rasio kewirausahaan tahun 2045 ditargetkan meningkat dari 3 persen menjadi 8 persen.

Global Entrepreneurship Monitor (2022) menekankan bahwa aktivitas kewirausahaan tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat ekonomi suatu negara. Yang lebih penting dari sekadar rasio adalah tentang wirausaha seperti apa yang ingin diciptakan.

Tentu kita sepakat, tidak semua wirausaha menghasilkan produktivitas tinggi. Dalam literatur kewirausahaan, dikenal istilah wirausaha jenis “Gazelle”, jenis usaha spesifik yang produknya inovatif, tumbuh cepat, dan berkontribusi besar menyerap lapangan kerja.

Studi Henrekson dan Johansson (2009) menekankan bahwa wirausaha jenis “Gazelle” dapat ditemukan di semua sektor.

Artinya, kerja layak bisa dihadirkan oleh wirausaha yang mendirikan pabrik dan mendukung hilirisasi (sektor manufaktur), mereka yang terlibat dalam pengembangan pariwisata, atau pun mereka yang fokus di penyediaan jasa desain, animasi, atau pengembangan game (sektor jasa teknologi informasi).

Maka dengan keterbatasan sumber daya yang ada, dukungan pemerintah kepada wirausaha perlu diatur agar lebih well-targetted. Pemerintah tentu tidak boleh seenaknya “picking the winner” tanpa kriteria yang transparan.

Namun, setidaknya pemerintah dapat mengidentifikasi wirausaha mana yang punya peluang untuk tumbuh pesat sehingga bantuan pendampingan menjadi lebih efektif.

Penyerapan tenaga kerja perlu jadi indikator utama yang menentukan berhasil atau tidaknya program kewirausahaan tersebut.

Selain itu, di setiap daerah, ekosistem wirausaha perlu dibangun dengan melibatkan universitas dan komunitas wirausaha lokal.

https://money.kompas.com/read/2023/07/06/165502526/kerja-layak-untuk-kelas-menengah-yang-terlewat-dari-visi-indonesia-emas-2045

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke