Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menilik Upaya Perbaikan Ekosistem Koperasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) terus melakukan perbaikan ekosistem kelembagaan koperasi.

Hal itu mengingat, masih berlarutnya 8 koperasi bermasalah yang menciptakan kerugian senilai Rp 26 triliun.

Selain itu, ada juga banyak Koperasi Unit Desa (KUD) yang semula mengelola produk pertanian atau jadi rantai perdagangan yang mati.

Menteri Koperasi dan UKM RI (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan, beberapa koperasi saat ini memiliki ukuran yang sangat besar.

Dengan begitu, prinsip koperasi yang dan dikelola dan diawasi oleh anggota sulit dijalankan, apalagi oleh koperasi skala nasional yang punya anggota sampai ratusan ribu.

"Tanpa mengurangi jati diri koperasi kami bereskan ekosistemnya, Ini tidak pernah dibereskan, sudah lama," ujar dia dalam rangkaian perayaan Hari Koperasi Nasional ke-76, Rabu (12/7/2023).

Ia menambahkan, revisi undang-undang perkoperasian saat ini telah mencapai tahap harmonisasi. Bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), pihaknya sedang mencoba mempercepat agar surat presiden (surpres) segera keluar.

Sementara itu, lewat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), saat ini koperasi boleh masuk ke semua sektor termasuk perbankan, asuransi, sampai mendirikan pasar modal.

Adapun dalam undang-undang itu, terdapat pembagian yang jelas antara koperasi yang hanya melayani simpan pinjam anggota (close loop) dan koperasi yang menjalankan bisnis di sektor jasa keuangan lain (open loop).

Nantinya, koperasi simpan pinjam close loop yang memiliki ukuran besar akan diawasi oleh Otoritas Pengawas Koperasi yang berada di bawah undang-undang. Sementara, koperasi simpan pinjam yang kecil akan tetap diawasi oleh anggotanya sendiri.

"Seperti koperasi karyawan yang satu dengan yang lain anggota masih mengenal fungsi pengawasan oleh anggota masih efektif," imbuh dia.

Kemudian, Teten bilang, perbaikan ekosistem koperasi selanjutnya adalan terkait penjaminan simpanan anggota koperasi. Seperti halnya simpanan perbankan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), koperasi juga diharapkan memiliki sistem serupa.

Selain itu, dengan adanya revisi peraturan koperasi, pemerintah jadi memiliki kekuatan untuk memberikan sanksi pidana kepada koperasi yang tidak memenuhi aturan, misalnya pembukaan cabang ilegal.

Lebih lanjut, Teten menjelaskan, penting juga adanya APEX dalam koperasi untuk mecegah kemungkinan risiko likuiditas.

APEX sendiri merupakan koperasi sekunder yang dapat memberikan semacam bantuan likuiditas jangka pendek kepada koperasi primer.

Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi mengatakan, selain sebagai bantuan likuiditas, APEX juga akan melakukan mitigasi ketika ada KSP yang bermasalah.

Zabadi bilang, sebenarnya hubungan antara koperasi primer dan sekunder telah terjalin, tetapi hubungannya tidak kokoh.

"Dia (APEX) semacam IMF bagi koperasi anggotanya. Itu sekaligus menunjukkan koperasi berbeda dengan perbankan dan LJK (lembaga jasa keuangan) lain, karena unsur kemandirian koperasi kami tumbuhkan dalam penguatan koperasi sekunder," urai dia.

Sementara itu, pengamat koperasi sekaligus CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) dan anggota Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto menjabarkan, untuk dapat mengembangkan koperasi di Indonesia perlu untuk merevisi kebijakan yang mengerdilkan koperasi.

Selain itu, perlu juga untuk mempromosikan koperasi yang benar dan telah dikembangkan masyarakat.

"Kemudian mendorong masyarakat menemui kembali koperasi dengan cara memperbanyak kelompok epistemik untuk mempelajarai dan mempraktikkan koperasi yang benar," ujar dia dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (12/11/2023).

https://money.kompas.com/read/2023/07/12/154000126/menilik-upaya-perbaikan-ekosistem-koperasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke