Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Sebagai fresh graduate atau first jobbers, mendapat pekerjaan adalah momen yang paling membahagiakan. Bagaimana tidak? Sebelumnya mereka harus melewati proses ketat dan persaingan kandidat yang jumlahnya membludak.
Sayangnya, beberapa dari mereka juga terkejut dengan transisi dari dunia kuliah ke dunia kerja. Alhasil, ada fresh graduate yang burnout karena stres menghadapi dunia kerja yang sangat dinamis. Ada pula yang kurang memahami bagaimana budaya dan lingkungan kerjanya.
Burnout: Kondisi Mental yang Berbahaya
Menurut survei yang dilakukan oleh Deloitte di Amerika Serikat, lebih dari 77 persen karyawan pernah mengalami burnout. Ada pun penyebab dari burnout biasanya tidak hanya berasal dari pekerjaan tapi juga masalah-masalah lainnya di kehidupan.
Kondisi ini diperparah karena stres yang kita rasakan belum berhasil dikelola dengan baik. Alhasil, kita jadi mudah merasa lelah hingga tak memiliki energi, punya perasaan dan pikiran negatif terhadap pekerjaan, hingga berpengaruh terhadap performa kerja.
Dalam siniar Obsesif yang berkolaborasi dengan Mindtera episode “Kelelahan hingga Burnout, Harus Apa?” dengan tautan dik.si/ObsesifBurnout, dijelaskan ada beberapa penyebab job burnout.
Antara lain beban pekerjaan yang terlalu berat bahkan membuat kita selalu lembur, atasan dan rekan kerja yang tidak kooperatif, lingkungan kerja negatif yang cenderung sering menyalahkan tanpa memberi solusi, jarak tempat tinggal dengan kantor yang jauh, gaji yang tidak sesuai, dan hal-hal lainnya.
Padahal, bekerja adalah hal mendasar yang harus dilakukan agar kita bisa memenuhi kebutuhan hidup. Melalui pekerjaan, kita pun akan ditempa jadi individu yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Namun, kondisi burnout bisa menghambat hal ini.
Saat sudah mulai merasakan tekanan atau stres, sebagai fresh graduate, kamu boleh meluapkan emosimu dengan marah, menangis, atau journaling. Melepaskan emosi dalam diri bisa melegakan pikiran dan beban.
Bisa juga dilakukan dengan curhat kepada orang-orang yang dipercaya. Jika masalah pekerjaan terlalu kompleks, kamu juga disarankan berdiskusi dengan atasan agar mendapat bantuan dan solusi untuk menyelesaikannya.
Selain itu, lakukan hal-hal yang menyenangkan saat akhir pekan, misalnya berolahraga, bertemu dengan sahabat, jalan-jalan, menonton film, atau meditasi. Namun, apabila kamu masih sulit mengelola stres, segera periksakan ke tenaga ahli profesional supaya diberi penanganan yang tepat.
Pentingnya Mengenal Budaya Kerja
Selain burnout, fresh graduates juga harus mampu mengenal budaya dan lingkungan kerja. Pasalnya, dari sinilah perjalanan kariermu dibangun. Lingkungan dan budaya yang sehat bisa membantumu jadi lebih produktif dan adaptif.
Dalam siniar Obsesif episode “Kenali Lingkungan dan Budaya Kerjamu!” dengan tautan dik.si/ObsesifBudaya, disebutkan salah satu lingkungan kerja yang baik adalah tidak mengekang karyawannya.
Pasalnya, ada perusahaan yang menormalisasi pulang telat atau lembur tapi tak dibayar, ada pula perusahaan yang tak memberikan jam istirahat kepada karyawannya.
Padahal, pekerjaan yang diforsir tak akan memberikan hasil yang maksimal. Faktanya, otak manusia hanya bisa fokus dalam rentang waktu 90–120 menit saja. Setelah itu, kita harus beristirahat sebentar supaya bisa produktif lagi.
Selain memberikan ruang bagi karyawannya untuk bernapas, perusahaan juga harus punya budaya transparansi yang dimanifestasikan lewat komunikasi terbuka. Sama halnya dengan hubungan asmara, kita juga harus mampu membangun rasa percaya dengan rekan kerja.
Hal ini dilakukan agar kita bisa mendelegasikan pekerjaan jika mengalami suatu kendala. Bayangkan saja kalau kita tak punya komunikasi yang baik dengan mereka, tentu saja alur kerja pun jadi berantakan yang akhirnya malah memicu kondisi burnout.
Budaya keterbukaan ini bisa dimulai dari diri sendiri. Kita tak perlu takut untuk bertanya dan memulai percakapan. Lebih baik menjadi orang yang aktif daripada pasif yang nantinya memicu miskomunikasi.
Dengan demikian, kita pun jadi terhindari dari asumsi negatif terhadap rekan kerja. Alhasil, pekerjaan pun dapat diselesaikan dengan lebih nyaman. Kita juga termotivasi saat bekerja dan menularkan energi positif itu di tempat kerja.
Lantas, bagaimana caranya menghindari burnout dan menerapkan budaya serta lingkungan kerja positif? Temukan jawaban lengkapnya dalam episode “Kelelahan hingga Burnout, Harus Apa?” dan “Kenali Lingkungan dan Budaya Kerjamu!”.
Dengarkan pula episode lainnya yang tak kalah menarik dan menginspirasi dalam siniar Obsesif di Spotify, Noice, dan juga TipTip (khusus konten LED Talk) melalui tautan berikut tiptip.co/p/ObsesifLEDTalk.
https://money.kompas.com/read/2023/08/08/070000326/-fresh-graduate-pahami-soal-burnout-dan-budaya-kerja