Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ekonomi Politik Regulasi Koperasi

Koperasi dibedakan dengan korporasi dalam minimal empat aspek. Pertama, kumpulan orang, bukan kumpulan modal.

Kedua, entitas bisnis (koperasi) itu tidak mengejar untung, tapi menyelenggarakan core business, untuk memenuhi kebutuhan produktif anggotanya.

Ketiga, tata kelola koperasi dilaksanakan oleh angggota, atau perwakilannya. Keempat, relasi otoritas dan pengambilan keputusan berdasar prinsip one man one vote.

Kumpulan orang di dalam koperasi itu didasarkan oleh kesamaan dan kesetaraan sumber daya produktif asset specificity yang dimiliki dan diusahakan sendiri oleh tiap orang.

Usaha bersama, dalam bentuk pembangunan dedicated asset, dimaksudkan untuk mendukung penuh usaha produktif anggota dan karena itu usaha bersama itu tidak bermotif untung.

Landasan orang per orang untuk berhimpun secara sukarela, gotong royong dan self help, serta komitmen untuk menjalankan empat prinsip dasar koperasi itu adalah moral, sosial dan territorial.

Jelas bahwa tidak dalam kategori efektif dan efisien, bila seorang peternak susu yang bermukim di Lampung, berhimpun menyatukan dedicated asset berupa pabrik pengolahan susu (segar), dengan seorang peternak susu di Banyuwangi.

Para peternak susu menjadi bagian dari gerakan koperasi peternak secara nasional karena ada struktur organisasi bertingkat sesuai susunan administrasi (wilayah) pemerintahan.

Demikian pula, seorang pekebun kelapa sawit hanya layak, efektif dan efisien, bersepakat membangun dedicated asset, berupa Pabrik Pengoalahan TBS bersama pekebun yang sama di teritorinya.

Pekebun ini juga tidak dapat berhimpun dengan seorang peternak susu, yang berkepentingan membangun dedicated asset, berupa pabrik pengolahan susu segar. Meskpun mereka melakukan usaha produktif di teritori yang bertetangga.

Regulasi koperasi di Jepang

Parlemen Jepang, pascaperang, mengeluarkan sejumlah regulasi untuk membangun berbagai jenis koperasi yang berbeda, antara lain melalui Agricultural Cooperative Act, 1947; Consumer Cooperative Act, 1948, Fisheries Cooperativce Act, 1948; SME Cooperative Act, 1946; Cooperative Banking Act, 1949, Shinkin Bank Act, 1951; Labour Bank Act, 1963.

Pasal 1 UU Koperasi Pertanian 1947: “The law aims at encouraging the development of farmers’ cooperative organization whose object is to increase the productive power and to improve the economic and social status of agrarian people, as well as at bringing forth constructive influences upon the economic life of the nation at large”.

Pasal 1 UU Koperasi Perikanan, 1948: “This law has for its purpose advancement of the national economy by increasing fisheries productivity and improving the economic and social status of fishermen and marine products processors through the development of fisheries cooperative association”.

Pasal 1, UU Kehutanan, 1951, yang juga mengatur koperasi perhutanan: “This law aims to improve the economic and social status of forest owners, maintain forest cultivation, and increase forest productivity by promoting the development of cooperative organizations among forest owners, thereby contributing to the development of the national economy”.

Pasal 1 UU UU Koperasi UMKM, 1949: “This law stipulates the organizations necessary for small and medium-sized commercial, industrial, mining, transportation, service, and other businesses, workers, and other persons to conduct business together in the spirit of mutual aid. The purpose is to secure fair economic activity opportunities for these people, promote their independent economic activities, and improve their economic status”.

Rumusan Pasal 1 beberapa UU ini, tidak pernah diubah sejak awal, dan sudah terbukti sangat kontributif bagi suksesnya koperasi sebagai soko guru ekonomi Jepang. Paling sedikit, terdapat empat kriteria dalam mengevaluasi ekonomi politik regulasi koperasi di Jepang.

Pertama, dipenuhinya kriteria asset specificty dan investasi transaction-specific. Melalui sejumlah regulasi ini, telah jelas diarahkan siapa dan harus berhimpun pada koperasi apa.

Petani (Noka) berhimpun di koperasi pertanian (Nokyo); nelayan harus membentuk koperasi perikanan (Gyokyo); pengelola hutan (shinrin shoy?-sha) harus bergabung di koperasi perhutanan (Shinrin Kumia).

Demikian juga berbagai orang-per orang yang memiiki aset specificity produktif sejenis lainnya, didorong hanya berhimpun di dalam Koperasi yang sudah ditentukan.

Kedua, dipenuhinya landasan moral dan sosial (moral and social embededdness). Basis tiap koperasi primer adalah orang yang saling kenal, bertetangga, dan memiliki ketergantungan produktif sesamanya.

Koperasi pertanian dimaksudkan untuk membangun status sosial petani. Maka tidak heran bila semangat gotong royong, sukarela dan self help, dapat terus hidup subur dan bahkan makin kokoh sepanjang zaman.

Ketiga, dipenuhinya kriteria jangkauan wilayah (territorial embededdness). Meskipun petani, nelayan atau pekebun itu dapat menjalankan usahanya secara mandiri, tapi mereka tetap berhimpun di dalam koperasi.

Tidak lain adalah dalam rangka membangun usaha bersama, dedicated asset, yang lokasinya terjangkau dengan usaha masing-masing.

Keempat, melalui ekonomi politik regulasi seperti ini, dapat diatur secara jelas arah perkuatan tiap jenis koperasi, secara horizontal dan secara vertikal.

Secara horizontal dilakukan pendalaman core business untuk mendukung suksesnya usaha anggota, dan karena itu orientasinya tidak mengejar untung.

Pada saat yang sama, proliferasi non core business dilakukan termasuk pendidikan koperasi dan gerakan sayap politik tiap jenis koperasi.

Kelima, demikian juga telah sangat jelas ekosistem bisnis, medan laga politik, bahkan peta jalan pembinaan dan pengawasan tiap jenis koperasi.

Ada tiga Kementerian dan dua Badan Nasional dalam Kabinet Jepang yang diberikan kewenangan untuk pembinaan berbagai jenis koperasi itu.

Regulasi koperasi di Indonesia

Pertama, terdapat pelajaran penting atas kegagalan massal pembangunan KUD (Koperasi Unit Desa) yang dikonstruksi berdasarkan Inpres 4/1984.

Pasal 1, Inpres 4/1984 berbunyi: “Koperasi Unit Desa (KUD) dibentuk oleh warga desa dari suatu desa atau sekelompok desa-desa yang disebut unit desa, yang dapat merupakan satu kesatuan ekonomi masyarakat terkecil”.

Siapakah yang dimaksud dengan “satu kesatuan ekonomi masyarakat terkecil” ini: usaha individu, KUD, Desa, atau Unit Desa?

Bila suatu Unit Desa adalah “satu kesatuan ekonomi masyarakat terkecil”, apakah berarti Unit Desa itu merupakan suatu collective business entity?

Kedua, ekonomi politik regulasi koperasi yang berlaku saat ini adalah UU 25/1992. Pasal 1, angka 1, berbunyi: “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.

Ringkasnya, bila dianalisis berdasar lima kriteria terbentuknya perkumpulan koperasi, sebagaimana dilakukan terhadap beberapa UU Koperasi di Jepang, ekonomi politik regulasi koperasi di Indonesia, dari masa ke masa, cenderung distortif, bila tak hendak dikatakan justru memperlemah sendi-sendi koperasi.

https://money.kompas.com/read/2023/11/09/091427626/ekonomi-politik-regulasi-koperasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke