KOMPAS.com - Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII Muhammad Wahid Sutopo mengatakan penjaminan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Kereta Cepat Whoosh akan menunggu arahan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Dari sisi penjaminannya memang sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), namun berapa yang akan dimandatkan ke PT PII itu akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK),” kata Sutopo saat media briefing Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu (9/12/2023).
Meski belum memastikan alokasi anggaran yang akan diterima, Sutopo memastikan penjaminan Kereta Cepat Whoosh bakal menyesuaikan kemampuan PT PII.
Dengan begitu, PT PII tidak akan meminta tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) terkait penjaminan Kereta Cepat Whoosh.
Sutopo menambahkan antusiasme masyarakat terhadap Kereta Cepat Whoosh terbilang tinggi. Bila tren perilaku tersebut terus dijaga, maka kemampuan pengembalian penjaminan proyek Kereta Cepat Whoosh akan terjadi lebih cepat.
Di samping itu, dia menilai Kereta Cepat Whoosh juga memberikan dampak ekonomi baru kepada masyarakat, salah satu contohnya adalah Padalarang. Sutopo melihat bahwa pembangunan dan pergerakan ekonomi di sana semakin aktif.
“Orang pilih naik Whoosh, lebih cepat daripada naik mobil. Jadi, memang sudah ada manfaat yang dirasakan,” tutur dia.
Sutopo meyakini progres tersebut menjadi sinyal baik bagi proyek Kereta Cepat Whoosh ke depan, yang pada akhirnya turut berdampak pada mitigasi risiko yang mungkin muncul dari proyek tersebut.
Porsi utang
Sebagai informasi saja, struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CBD) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.
Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.
Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, yang awalnya disepakati tanpa jaminan dari Pemerintah Indonesia dan penggunaan APBN.
Namun belakangan pemerintah merevisinya, di mana APBN bisa dikucurkan untuk menyelamatkan proyek ini ancaman mangkrak.
Pemerintah sendiri saat ini sudah dua kali mencairkan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Pertama sebesar Rp 4,3 triliun pada tahun 2021 dan berikutnya sebesar Rp 3,4 triliun pada 2022.
Jaminan pemerintah
Pemerintah sudah memutuskan untuk membuka opsi utang yang timbul dari proyek ini bisa dijamin keuangan negara.
Keputusan pemerintah Indonesia untuk bisa menjamin pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani.
Sebagai informasi saja, akibat dari pembengkakan biaya atau cost overrun, maka PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus mengajukan utang baru ke Beijing.
Total biaya investasi proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini membengkak jadi 7,27 miliar dollar AS. Padahal, pihak China pada mulanya menyodorkan proposal kalau investasi proyek KCJB tidak lebih dari 5,5 miliar dollar AS atau lebih murah dibandingkan tawaran Jepang melalui JICA.
China minta APBN jadi jaminan
Jauh sebelum pemerintah Indonesia akhirnya menerbitkan aturan terkait jaminan utang KCJB, China memang sudah sejak lama mensyaratkan utang untuk proyek ini harus mendapat jaminan APBN Indonesia.
Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut, Binsar Pandjaitan, saat melawat ke China pada April 2023 lalu.
Luhut bercerita, kalau pemerintah China kala itu masih menginginkan kelangsungan pembayaran pinjaman pokok maupun beban bunga dari pembangunan KCJB bisa dijamin oleh APBN pemerintah Indonesia.
Namun Luhut mengaku tuntutan China tersebut tidak bisa langsung dipenuhi. Purnawirawan jenderal TNI AD itu kemudian menawarkan alternatif dengan penjaminan utang melalui BUMN PII.
"Masih ada masalah psikologis, kemarin mereka (China) mau dari APBN, tetapi kita jelaskan kalau dari APBN itu prosedurnya jadi panjang makanya mereka juga sedang pikir-pikir. Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018," beber Luhut.
Soal besaran bunga utang, Luhut juga mengakui kalau dirinya gagal melakukan negosiasi. Sehingga pemerintah China masih berkukuh bunga yang harus dibayarkan sebesar 3,4 persen per tahun.
"Ya maunya kita kan 2 persen, tapi kan enggak semua kita capai. Karena kalau pinjam keluar juga bunganya itu sekarang bisa 6 persen. Jadi kalau kita dapat 3,4 persen misalnya sampai situ ya we're doing okay, walaupun tidak oke-oke amat," ucap Luhut.
https://money.kompas.com/read/2023/12/09/000600726/pii-buka-suara-soal-jaminan-pembayaran-utang-kereta-cepat-ke-china