KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Salin Artikel

Membangun “Followership”

BE a leader, not a follower adalah pernyataan yang sudah umum kita dengar di mana-mana. Mulai dari spanduk di sekolah yang menunjukkan komitmen mereka untuk mendidik anak-anak menjadi pemimpin di masa depan sampai iklan sepatu yang menjanjikan penggunanya akan memiliki kenyamanan untuk bergerak menjadi yang terdepan.

Menjadi pemimpin bisa jadi merupakan impian banyak orang. Terlepas dari tanggung jawab pemimpin yang jauh lebih besar, banyak orang mengartikannya sebagai posisi dengan banyak privilege yang tidak dimiliki oleh yang lain. Sebaliknya, pengikut dianggap sebagai orang kebanyakan yang hanya pasrah terhadap arahan dari pemimpin.

Jadi, posisi pengikut memang tidak populer. Bahkan, banyak orang berasumsi bahwa pengikut itu merupakan pihak lemah dan tidak memiliki kekuatan. Saat sekarang, terutama di masa pemilu, pengikut menjadi penting. Pengikut dianggap sebagai aset milik para pemimpin, seperti yang biasa kita dengar di ranah media sosial, “berapa follower-nya?” Semakin banyak follower, maka semakin naiklah kelas media sosialnya.

Organisasi pun mengharapkan para insan di dalamnya dapat menjadi pemimpin yang kuat. Banyak pelatihan mengenai kepemimpinan kerap dilakukan. Dengan pelatihan, para individu diharapkan memiliki karakter dominan untuk dapat menjadi pemimpin yang dapat memengaruhi orang lain. Di sisi lain, tidak pernah ada pelatihan mengenai bagaimana menjadi pengikut yang baik.

Padahal, dalam organisasi yang berbentuk piramida, bagaimana mungkin semua orang menjadi pemimpin? Apa yang terjadi dalam sebuah proses kerja sama bila semua orang hanya mau berbicara, mengarahkan, memengaruhi, tanpa ada yang mau mendengarkan, mengerjakan, dan mewujudkan harapan pemimpin? Apa artinya seorang pemimpin tanpa adanya pengikut?

Pada sebuah pertemuan, Bill Gates mengakui bahwa tanpa karyawannya, ia tidak mungkin berprestasi apa-apa. Fokus kita pada kepemimpinan membuat kita bisa teledor untuk berperan efektif sebagai pengikut.

Apakah followership itu?

Tidak semua leader memiliki kemampuan leadership, demikian juga tidak semua follower memiliki keterampilan followership. Ini berarti baik leadership maupun followership tidak mengacu kepada seseorang atau individu, tetapi kepada reaksi dan tepatnya peran yang mereka jalani.

Seorang leader dapat menjadi follower dari leader di atasnya. Demikian juga, seorang follower dalam kesempatan berbeda dapat berperan sebagai leader. Jalan pikiran yang harus dibenahi adalah ketika kita berpikir bahwa seorang pemimpin akan terus menjadi pemimpin dan pengikut selamanya berada dalam posisi diarahkan. Efektivitas organisasi sendiri baru akan tercapai ketika leader ataupun follower menjalankan peran masing-masing dengan efektif.

Followership adalah respons yang dimunculkan oleh para pengikut kepada mereka yang sedang menjalankan peran sebagai pemimpin. Ini adalah sebuah hubungan sosial antara pemimpin dan para pengikutnya yang tetap harus melibatkan kemampuan berpikir kritis para pengikutnya serta interaksi aktif dengan pemimpinnya untuk mencapai sasaran kerja.

Menurut Robert Kelley, tidak semua followers itu sama. Ia membagi ragam tipe followers berdasarkan dua dimensi followership. Pertama, terkait dengan kemampuannya berpikir kritis. Kedua, berdasarkan skala keaktifannya dalam mengikuti pimpinan. Dari dua dimensi ini, kita mendapatkan lima kelompok follower.

Pertama, pengikut pasif yang bergerak bagai kerbau dicocok hidung. Mereka menunggu pengarahan dan tidak memiliki, apalagi mengembangkan, pemikirannya sendiri.

Kedua, mereka yang aktif bergerak dengan motivasi tinggi, tapi tanpa pemikiran kritis terkait dasar dari instruksi yang diterimanya. Mereka adalah kelompok konformis yang mendukung sepenuhnya arahan pemimpin.

Kedua kelompok tersebut sering kali menjadi kelompok yang memiliki hubungan sangat dekat dengan pimpinan karena mereka sangat hormat, mendukung, dan melayani pimpinannya. Atasan menyukai mereka karena mendukung kepuasan egonya dan membentuk aliansi dengan mereka tanpa sadar. Hal ini pada akhirnya dapat melemahkan kekuatan organisasi ketika menghadapi aneka tantangan di masa depan.

Ketiga, alienated follower. Mereka memiliki pemikiran yang tajam terhadap gagasan pemimpinnya, tapi tidak mau melibatkan diri ketika merasa tidak sejalan dengan pemikiran pemimpinnya. Sikapnya cenderung sinis dan sarkastik mengkritik gagasan pemimpinnya dari belakang, tapi tidak berani berargumentasi terbuka dengan pemimpin, meskipun demi kebaikan tim. Aura yang disebarkan cenderung negatif terhadap suasana kerja.

Keempat, para survivor yang pragmatis. Kelompok ini berada di area tengah antara kedua dimensi. Prinsip hidup mereka adalah better safe than sorry. Mereka bisa menyuarakan pendapatnya, tapi memilih diam bila situasi tidak kondusif.

Kelima, pengikut efektif yang aktif berpikir tentang cara menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas terbaik bagi kepentingan pemimpin dan terutama organisasi. Mereka dikenal berani mengambil risiko yang mereka perhitungkan demi kebaikan organisasi serta memiliki keberanian untuk bertindak dan mengambil keputusan.

Bagi pengikut efektif, fungsi pemimpin lebih banyak sebagai pengawas perubahan dan kemajuan, bukan pahlawan pembuat keajaiban. Para pengikut efektif melihat diri mereka sejajar dengan pemimpinnya.

Mereka dapat melihat pemimpin pun menjadi pengikut bagi kebutuhan organisasi yang lebih besar lagi. Mereka meyakini bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang sama besarnya dengan pemimpin untuk mencapai target masing-masing.

Namun, hidup pengikut efektif ini tidaklah mudah. Mereka mungkin saja mendapatkan penghargaan karena pemikiran mereka yang membantu organisasi. Namun, mereka juga memiliki risiko lebih besar untuk disingkirkan dari organisasi karena berani menentang pemikiran atasannya. Hal ini membuat banyak orang yang tadinya adalah pengikut efektif berubah menjadi pragmatis demi keberlangsungan hidup mereka di organisasi.

Banyak pimpinan mengatakan bahwa mereka berharap memiliki anak buah yang dapat berpikir kritis. Namun, kenyataannya mereka cenderung menghindari anak buah yang membuat mereka tidak nyaman. Pengikut efektif memang perlu belajar bagaimana cara menyuarakan pendapat mereka dengan lebih halus agar tujuan mereka demi kebaikan organisasi tercapai, tapi eksistensi mereka pun tetap terjaga.

Mutual respect between leader and follower is a key prerequisite to success.

https://money.kompas.com/read/2023/12/30/080300226/membangun-followership-

Bagikan artikel ini melalui
Oke